Wamendag Tak Setuju Jabatan Wamen Dihapus
A
A
A
JAKARTA - Joko Widodo (Jokowi) melemparkan wacana akan menghapus jabatan wakil menteri (wamen) di kementerian. Namun, usulan ini kurang direspon positif oleh para menteri dan wakil menteri (wamen) yang saat ini masih menjabat di pemerintahan.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengatakan, jabatan wakil menteri merupakan penunjang dalam menyeimbangkan posisi menteri yang notabene berasal dari politisi.
"Wamen ini penting. Saya kira dari kabinet pemerintahan saat ini ada juga kesan yang kuat bahwa hampir semua wakil menteri datang dari profesional, di mana beberapa menteri berasal dari politisi. Itu dapat menyeimbangkan kemampuan politik dan profesional dalam menjalankan kebijakan kementerian," katanya di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (8/8/2014).
Salah satunya, sambung dia, posisi Wakil Menteri Keuangan yang sangat penting ketika berurusan dengan pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di DPR.
"Misalnya di Menteri Keuangan tidak memiliki wamen, saya bisa bayangkan bahwa dia (menkeu) akan terpaksa harus terus menerus di DPR selama berhari-hari untuk pembahasan di DPR," ujar dia.
Menurutnya, meski jabatan wamen berada di bawah menteri, namun tugasnya tidak ringan. "Wamen jelas ada fungsinya. Jadi, jangan dianggap bahwa wamen itu tidak ada fungsinya, dan saya yakin teman-teman wamen sendiri bekerja cukup berat," tegas Bayu.
Kendati demikian, dia menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintahan baru terkait hal tersebut. Karena hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintahan baru.
"Kalau nanti misalnya, ditiadakan jabatan wakil menterinya, ya silakan. Itu kan hak prerogatif presiden. Kalau misalkan menterinya cukup dan nanti perdayakan unsur-unsur yang lain dalam kementerian, ya itu silakan," terang Wamendag.
Sementara, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, bahwa jabatan menteri atau wamen merupakan hak presiden yang tidak bisa diganggu gugat. "Presiden yang baru tentunya harus kita hormati keputusannya untuk mengambil jabatan tersebut atau tidak," ujarnya.
Mantan Kepala BKPM ini mengatakan, wacana tersebut bisa saja direalisasikan, namun menengok pengalaman Menteri Luar Negeri (Menlu) yang sering bertugas ke luar negeri, kondisi ini tentu akan sulit.
"Bisa kok (dihapus). Tetapi kalau kita lihat pengalaman Hasan Wirayuda yang sering tugas ke luar negeri dan diwakilkan kepada Dirjennya, memang sedikit sulit. Tetapi tetap bisa kok," kata Lutfi.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu Krisnamurthi mengatakan, jabatan wakil menteri merupakan penunjang dalam menyeimbangkan posisi menteri yang notabene berasal dari politisi.
"Wamen ini penting. Saya kira dari kabinet pemerintahan saat ini ada juga kesan yang kuat bahwa hampir semua wakil menteri datang dari profesional, di mana beberapa menteri berasal dari politisi. Itu dapat menyeimbangkan kemampuan politik dan profesional dalam menjalankan kebijakan kementerian," katanya di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (8/8/2014).
Salah satunya, sambung dia, posisi Wakil Menteri Keuangan yang sangat penting ketika berurusan dengan pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) di DPR.
"Misalnya di Menteri Keuangan tidak memiliki wamen, saya bisa bayangkan bahwa dia (menkeu) akan terpaksa harus terus menerus di DPR selama berhari-hari untuk pembahasan di DPR," ujar dia.
Menurutnya, meski jabatan wamen berada di bawah menteri, namun tugasnya tidak ringan. "Wamen jelas ada fungsinya. Jadi, jangan dianggap bahwa wamen itu tidak ada fungsinya, dan saya yakin teman-teman wamen sendiri bekerja cukup berat," tegas Bayu.
Kendati demikian, dia menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintahan baru terkait hal tersebut. Karena hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintahan baru.
"Kalau nanti misalnya, ditiadakan jabatan wakil menterinya, ya silakan. Itu kan hak prerogatif presiden. Kalau misalkan menterinya cukup dan nanti perdayakan unsur-unsur yang lain dalam kementerian, ya itu silakan," terang Wamendag.
Sementara, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, bahwa jabatan menteri atau wamen merupakan hak presiden yang tidak bisa diganggu gugat. "Presiden yang baru tentunya harus kita hormati keputusannya untuk mengambil jabatan tersebut atau tidak," ujarnya.
Mantan Kepala BKPM ini mengatakan, wacana tersebut bisa saja direalisasikan, namun menengok pengalaman Menteri Luar Negeri (Menlu) yang sering bertugas ke luar negeri, kondisi ini tentu akan sulit.
"Bisa kok (dihapus). Tetapi kalau kita lihat pengalaman Hasan Wirayuda yang sering tugas ke luar negeri dan diwakilkan kepada Dirjennya, memang sedikit sulit. Tetapi tetap bisa kok," kata Lutfi.
(izz)