Pertamina Targetkan Bangun 150 SPBU-Gas dalam Setahun
A
A
A
JAKARTA - Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya menargetkan dalam satu tahun dapat mengkonversi 150 SPBU menjadi SPBG karena konversi BBM ke gas tidak bisa dilakukan dengan clustering.
“Orang beli mobil yang dual fuel inginnya dia ingin pergi kemana saja. Ke Surabaya, Bandung, dia harus bisa isi ulang BBG. Kita bisa lakukan itu dan tentukan 5% SPBU dilokasi-lokasi tertentu yang strategis yang kita konversikan dan lengkapi dengan fasilitas pengisian BBG. Sehingga serentak dalam 1 tahun Jawa bisa punya SPBU-G (SPBG Eco Station),” terangnya, di Jakarta Kamis (25/9/2014).
Hanung mengklaim, tidak ada BUMN lain yang bisa melakukan pembangunan infrastruktur gas secepat ini. Pasalnya membangun SPBG perlu akuisisi lahan dengan melalui ijin Pemerintah Daerah yang syaratnya cukup ribet.
“Akuisisi tanah di Jakarta apalagi sangat sulit. Kalau memang arah kita masuk kesana, konsumen itu mau beralih kalau dia yakin fasilitas pengisian gas ada dimana-mana batu mau berakih,” kata dia.
Tida hanya itu, syarat suksesnya konversi BBM ke BBG antaralin mendapatkan kemudahan mendapatkan converter kit, kemudian disediakan bengkel yang banyak serta ada insentif untuk pemilik kendaraan yang menggunakan BBG.
“Apakah pajak yang lebih murah atau insentif lainnya, misalnya converter kit disubsidi dan lain-lain. Bengkel juga bisa menjadi bottle neck kalau tidak bisa disapkan dengan baik,” kata dia.
Dikatakan Hanung, memasang converter kita tidak mudah perlu 6-8 jam, kalau bengkelnya hanya 10 bengkel maka sehari hanya dapat terpasang 1-2 unit. Sehingga, lanjutnya, paling banter kalau maksimal 10 bengkel maka hanya 15 mobil yang bisa terapang converter kit per hari.
“Jika setahun 300 kerja bengkel dikali 15 unit mobil kapan coba selesainya. Itu yang perlu dipikirkan,” kata dia.
Dia memberikan solusi, idealnya Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) diwajibkan terlebih dahulu memproduksi mobil niaga dan taksi dengan dual fuel sebagai tahap pertama untuk menggunakan BBG. Disamping juga harus ada mandatory gubernur atau kepala daerah yang mewajibkan semua angkutan umum dan taksi menggunakan gas. “Itu akan mempercepat konversi BBM ke gas,” kata dia.
“Orang beli mobil yang dual fuel inginnya dia ingin pergi kemana saja. Ke Surabaya, Bandung, dia harus bisa isi ulang BBG. Kita bisa lakukan itu dan tentukan 5% SPBU dilokasi-lokasi tertentu yang strategis yang kita konversikan dan lengkapi dengan fasilitas pengisian BBG. Sehingga serentak dalam 1 tahun Jawa bisa punya SPBU-G (SPBG Eco Station),” terangnya, di Jakarta Kamis (25/9/2014).
Hanung mengklaim, tidak ada BUMN lain yang bisa melakukan pembangunan infrastruktur gas secepat ini. Pasalnya membangun SPBG perlu akuisisi lahan dengan melalui ijin Pemerintah Daerah yang syaratnya cukup ribet.
“Akuisisi tanah di Jakarta apalagi sangat sulit. Kalau memang arah kita masuk kesana, konsumen itu mau beralih kalau dia yakin fasilitas pengisian gas ada dimana-mana batu mau berakih,” kata dia.
Tida hanya itu, syarat suksesnya konversi BBM ke BBG antaralin mendapatkan kemudahan mendapatkan converter kit, kemudian disediakan bengkel yang banyak serta ada insentif untuk pemilik kendaraan yang menggunakan BBG.
“Apakah pajak yang lebih murah atau insentif lainnya, misalnya converter kit disubsidi dan lain-lain. Bengkel juga bisa menjadi bottle neck kalau tidak bisa disapkan dengan baik,” kata dia.
Dikatakan Hanung, memasang converter kita tidak mudah perlu 6-8 jam, kalau bengkelnya hanya 10 bengkel maka sehari hanya dapat terpasang 1-2 unit. Sehingga, lanjutnya, paling banter kalau maksimal 10 bengkel maka hanya 15 mobil yang bisa terapang converter kit per hari.
“Jika setahun 300 kerja bengkel dikali 15 unit mobil kapan coba selesainya. Itu yang perlu dipikirkan,” kata dia.
Dia memberikan solusi, idealnya Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) diwajibkan terlebih dahulu memproduksi mobil niaga dan taksi dengan dual fuel sebagai tahap pertama untuk menggunakan BBG. Disamping juga harus ada mandatory gubernur atau kepala daerah yang mewajibkan semua angkutan umum dan taksi menggunakan gas. “Itu akan mempercepat konversi BBM ke gas,” kata dia.
(gpr)