Laju BI Rate Tergantung 100 Hari Pertama Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Samual mengatakan, ke depan kebijakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) sangat tergantung dari program 100 hari pertama pemerintah baru dan kebijakan bahan bakar minyak (BBM).
Selain itu, kondisi fundamental, terutama terkait defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan juga akan mempengaruhi lantaran kondisi inflasi dinilai sudah sesuai sasaran Bank Indonesia (BI).
"Kenaikan BI Rate ini nanti akan bergantung dengan kabinet koalisasi dan juga kebijakan pemerintah dalam 100 hari pertama terkait dengan kebijakan harga bahan bakar minyak,” kata dia ketika dihubungi.
Menurutnya, apabila pemerintahan baru menaikan harga BBM dengan cepat, maka akan mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
“Kalau dinaikan harga BBM akan pengaruhi inflasi juga,” tukasnya.
Dia menuturkan, akan ada tambahan kenaikan inflasi 0,8% setiap kenaikan BBM 10%. Misalkan, jika BBM dinaikan Rp3.000 per liter, maka inflasi meningkat, tapi defisit bisa rendah. Namun, apabila BBM hanya dinaikan Rp1.000 per liter, kemungkinan inflasi rendah, namun defisit cukup besar.
“Dengan begitu, ada pengaruh juga pada tekanan rupiah. Kalau BBM naik lebih dari Rp3.000, inflasi bisa tinggi. Begitu juga rupiah, akan dipengaruhi oleh berapa persen kenaikan BBM,” ungkapnya.
Sementara BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) semalam masih mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility, dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%.
BI Rate tetap pada level 7,5%, menurut David memang sesuai dengan ekspektasi pasar karena inflasi sudah cukup rendah.
“Per September 2014, inflasi mencapai 4,5%, ini sesuai ekpektasi pasar yang perkiraan hanya di bawah 5%,” ujarnya.
Selain itu, kondisi fundamental, terutama terkait defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan juga akan mempengaruhi lantaran kondisi inflasi dinilai sudah sesuai sasaran Bank Indonesia (BI).
"Kenaikan BI Rate ini nanti akan bergantung dengan kabinet koalisasi dan juga kebijakan pemerintah dalam 100 hari pertama terkait dengan kebijakan harga bahan bakar minyak,” kata dia ketika dihubungi.
Menurutnya, apabila pemerintahan baru menaikan harga BBM dengan cepat, maka akan mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
“Kalau dinaikan harga BBM akan pengaruhi inflasi juga,” tukasnya.
Dia menuturkan, akan ada tambahan kenaikan inflasi 0,8% setiap kenaikan BBM 10%. Misalkan, jika BBM dinaikan Rp3.000 per liter, maka inflasi meningkat, tapi defisit bisa rendah. Namun, apabila BBM hanya dinaikan Rp1.000 per liter, kemungkinan inflasi rendah, namun defisit cukup besar.
“Dengan begitu, ada pengaruh juga pada tekanan rupiah. Kalau BBM naik lebih dari Rp3.000, inflasi bisa tinggi. Begitu juga rupiah, akan dipengaruhi oleh berapa persen kenaikan BBM,” ungkapnya.
Sementara BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) semalam masih mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility, dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%.
BI Rate tetap pada level 7,5%, menurut David memang sesuai dengan ekspektasi pasar karena inflasi sudah cukup rendah.
“Per September 2014, inflasi mencapai 4,5%, ini sesuai ekpektasi pasar yang perkiraan hanya di bawah 5%,” ujarnya.
(rna)