Mastel Minta Kepastian Hukum di Sektor Telekomunikasi

Selasa, 04 November 2014 - 18:44 WIB
Mastel Minta Kepastian...
Mastel Minta Kepastian Hukum di Sektor Telekomunikasi
A A A
JAKARTA - Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dikembalikan fungsinya sebagai lembaga pembina industri telekomunikasi dan informatika. Hal ini untuk menciptakan kepastian hukum dan investasi di sektor telekomunikasi dan informatika.

Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa mengatakan, adanya regulasi yang jelas bisa memberi kepercayaan kepada pelaku industri telekomunikasi nasional. Untuk itu, asosiasinya telah memberikan sejumlah data dan gagasan kepada pemerintahan baru, dengan tujuan memperbaiki dan mengatasi sejumlah permasalahan di sektor ini.

”Kita harapkan, peraturan yang ada di Undang-Undang (UU) No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi harus segera direvisi karena sudah tidak sesuai lagi. Misalnya, peran pemerintah dalam pembangunan. Pemerintah tidak ada peran itu, karena mereka hanya membina,” kata Setyanto di Jakarta kemarin.

Menurutnya, saat ini pelaku usaha di sektor informatika masih mengalami ketidakpastian hukum. Ketidakpastian hukum itu terkait dengan adanya kasus kriminalisasi mantan direktur utama Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap anak usaha PT Indosat Tbk tersebut tidak hanya menyebabkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku industri telematika tapi juga pemangku kepentingan lain.

”Kami sudah paparkan masalah ini ke Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara. Dia siap untuk menyusun dan akan membahas dengan kementerian terkait,” imbuhnya.

Kasus yang melibatkan IM2 terkait penyelenggaraan 3G di frekuensi 2,1 GHz antara Indosat dan IM2 berujung putusan pengadilan bahwa model bisnis IM2 menyalahi aturan. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga telah menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara terhadap Indar Atmanto dan denda Rp300 juta subsider kurungan enam bulan.

Lebih lanjut Setyantoro menjelaskan, pemerintah juga harus memprioritaskan penggunaan produksi dalam negeri terutama dalam industri telekomunikasi. Hal tersebut bisa meningkatkan devisa negara dan juga membuka lapangan pekerjaan. Berdasarkan data Mastel, potensi industri telekomunikasi nasional mencapai Rp30 triliun.

”Impor untuk peralatan telekomunikasi sebesar USD2,5 miliar. Jika pemerintah bisa menangkap peluang ini, akan banyak devisa bisa dihemat negara. Untuk itu, dibutuhkan regulasi yang jelas dan kepastian hukum. Pemerintah juga harus menyiapkan sarana pendukung infrastrukturnya,” tegas dia.

Di tempat yang sama Menkominfo Rudiantara mengatakan, pemerintah siap menampung berbagai masukan dari sejumlah asosiasi industri telekomunikasi dan informatika. Pihaknya akan menggandeng kementerian terkait dan pemangku kepentingan lainnya untuk membahas secara serius permasalahan yang ada di industri telekomunikasi nasional.

”Kunjungan ini dilakukan karena kita mau tukar pikiran dengan industri terkait. Hal-hal apa saja yang bisa diselesaikan ke depan. Mastel turut memberikan masukan karena Mastel merupakan gudangnya brand ICT di Indonesia,” kata Rudi.

Sementara, permasalahan yang dihadapi IM2, kata Rudi, telah menjadi perhatian khusus pemerintah. Dia berharap, hal ini tidak dialami oleh perusahaan operator telekomunikasi lain. Secara regulasi, apa yang dilakukan IM3 tidak melanggar aturan.

”Kasus IM3 tidak hanya menjadi perhatian pemerintah, tapi juga stakeholder dan sejumlah asosiasi telekomunikasi. Mereka akan terus melakukan proses hukum dan kita akan mencari jalan keluarnya. Saya berharap, jangan ada intervensi,” pungkasnya.

Heru febrianto
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6204 seconds (0.1#10.140)