Bakal Cabup di Sulsel Ramai-ramai Tolak BBM Naik
A
A
A
MAKASSAR - Sejumlah bakal calon bupati (Cabup) yang akan maju pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak beberapa kabupaten di Sulsel 2015 menolak harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dinaikkan.
Mereka meminta kepada pemerintah, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak terburu-buru menaikkan harga BBM. Jika dipaksakan naik, mereka khawatir rakyat malah akan semakin sengsara. Kenaikan harga BBM dipastikan akan memicu harga kebutuhaan pokok, tarif transportasi umum akan mahal.
Bakal cabup Selayar, Ariady Arsal mengemukakan, mulai terjadi kelangkaan premium di Selelayar sejak ada rencana kenaikan harga BBM hingga saat ini. Premium dengan harga normal Rp6.500/liter hanya dijual di Kota Benteng, ibukota Selayar sampai pukul 10.00 pagi.
Menjelang siang, warga kota Benteng harus membeli bensin di pengecer Rp7.500/liter dan Rp8.000/liter di seluruh daratan pulau Selayar. "Di kepulauan lebih tinggi lagi Rp10 ribu sampai Rp12 ribu setiap liter," jelas Ariady yang politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Makassar, Senin (11/10/2014).
Ariady yang juga anggota DPRD Sulsel mengemukakan, rencana kenaikan harga BBM telah menyengsarakan nelayan di Selayar. Demikian juga dengan kebutuhan pokok di kabupaten yang dihuni 100 ribu jiwa lebih ini sudah merangkak naik.
"Sudah menyusahkan. Dengan harga yang belum naik saja sudah banyak permasalahan mulai dari variatif harga hingga spekulan dan mafia BBM. Saya sangat tidak sepakat harga BBM dinaikkan, kecuali pemerintah pastikan harga seragam dari kota hingga pelosok, pemerintah mampu berantas mafia BBM, dan pemerintah berikan jaminan tidak terjadinya inflasi ditengah masyarakat," jelasnya.
Pandangan serupa dikemukakan, bakal cabup Soppeng, Djusman AR. Aktivis anti korupsi Sulsel ini menegaskan, tidak ada alasan bagi pemerintah saat ini menaikkan harga BBM. Jika dipaksakan, sudah pasti akan menumbulkan permasalahan baru bagi bangsa Indonesia.
"Argumennya kemarin karena harga minyak harus naik. Sekang harga minyak dunia turun, jadi tidak ada alasan untuk menaikkan harga BBM. Jika dinaikkan akan mempengaruhi semua sektor atau multiplayer efek," ujar Djusman yang juga Koordinator Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulsel.
Menurut dia, yang harus dilakukan pemerintah sekarang adalah mengawasi subsidi BBM agar tepat sasaran. Pemerintah harus memastikan, kendaraan pribadi dengan CC tinggi tidak boleh menikmati subsidi BBM. Yang tidak kalah penting lanjut dia, memutus penimbunan BBM, bukan menaikkan harga BBM.
Djusman bahkan mengancam akan menghimpun kekuatan aktivis reformasi untuk turun kejalan jika pemerintah memaksakan harga BBM naik. Baginya tidak ada alasan menaikkan harga BBM saat ini kecuali membuat sengsara rakyat.
"Saya sepakat yang dikatakan Pak Habibie bahwa apabila harga BBM baik, masyarakat yang tidak miskin akan menjadi miskin. Jika dipaksakan naik, saya akan mengutuk keras, itu akan membuat kami turun lagi kejalan melakukan protes yang lebih besar," jelasnya.
Kendati demikian, Djusman yang juga sahabat sepejuangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tetap memuji terobosan-terobosan pemerintahan Jokowi-JK. Namun, lanjut dia, bukan dalam konteks menaikkan harga BBM.
Demikian juga dengan bakal cabup Barru, Malkan Amin meski menyebut subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran, namun menyebut kenaikan harga BBM harus menjamin masyarakat berpenghasilan rendah tidak semakin miskin. Harga BBM, kata dia, boleh saja dinaikkan dengan catatan, seluruh masyarakat berpenghasilan rendah dengan catatan, warga berpenghasilan rendah sudah mengantongi jaminan subsidi BBM dari pemerintah.
Jaminan yang dimaksud Malkan yakni, Kartu Indonesi Sehat, Kartu Indonesia Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar. "Saya tidak setuju harga BBM dinaikkan jika kartu-kartu itu belum sampai ke tangan masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi," jelasnya.
Malkan yang juga Politikus Partai Nasdem mengemukakan, harga BBM tidak dinaikkan, akan tetapi subsidinya dialihkan kepada warga yang berhak menerima. Selama ini, subsidi, lanjut dia, lebih banyak dinikmati masyarakat yang secara ekonomi tergolong mapan.
"Yang berteriak-teriak menolak pengalihan subsidi BBM adalah masyarakat yang tergolong mampu," jelasnya.
Mereka meminta kepada pemerintah, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak terburu-buru menaikkan harga BBM. Jika dipaksakan naik, mereka khawatir rakyat malah akan semakin sengsara. Kenaikan harga BBM dipastikan akan memicu harga kebutuhaan pokok, tarif transportasi umum akan mahal.
Bakal cabup Selayar, Ariady Arsal mengemukakan, mulai terjadi kelangkaan premium di Selelayar sejak ada rencana kenaikan harga BBM hingga saat ini. Premium dengan harga normal Rp6.500/liter hanya dijual di Kota Benteng, ibukota Selayar sampai pukul 10.00 pagi.
Menjelang siang, warga kota Benteng harus membeli bensin di pengecer Rp7.500/liter dan Rp8.000/liter di seluruh daratan pulau Selayar. "Di kepulauan lebih tinggi lagi Rp10 ribu sampai Rp12 ribu setiap liter," jelas Ariady yang politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Makassar, Senin (11/10/2014).
Ariady yang juga anggota DPRD Sulsel mengemukakan, rencana kenaikan harga BBM telah menyengsarakan nelayan di Selayar. Demikian juga dengan kebutuhan pokok di kabupaten yang dihuni 100 ribu jiwa lebih ini sudah merangkak naik.
"Sudah menyusahkan. Dengan harga yang belum naik saja sudah banyak permasalahan mulai dari variatif harga hingga spekulan dan mafia BBM. Saya sangat tidak sepakat harga BBM dinaikkan, kecuali pemerintah pastikan harga seragam dari kota hingga pelosok, pemerintah mampu berantas mafia BBM, dan pemerintah berikan jaminan tidak terjadinya inflasi ditengah masyarakat," jelasnya.
Pandangan serupa dikemukakan, bakal cabup Soppeng, Djusman AR. Aktivis anti korupsi Sulsel ini menegaskan, tidak ada alasan bagi pemerintah saat ini menaikkan harga BBM. Jika dipaksakan, sudah pasti akan menumbulkan permasalahan baru bagi bangsa Indonesia.
"Argumennya kemarin karena harga minyak harus naik. Sekang harga minyak dunia turun, jadi tidak ada alasan untuk menaikkan harga BBM. Jika dinaikkan akan mempengaruhi semua sektor atau multiplayer efek," ujar Djusman yang juga Koordinator Koalisi Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulsel.
Menurut dia, yang harus dilakukan pemerintah sekarang adalah mengawasi subsidi BBM agar tepat sasaran. Pemerintah harus memastikan, kendaraan pribadi dengan CC tinggi tidak boleh menikmati subsidi BBM. Yang tidak kalah penting lanjut dia, memutus penimbunan BBM, bukan menaikkan harga BBM.
Djusman bahkan mengancam akan menghimpun kekuatan aktivis reformasi untuk turun kejalan jika pemerintah memaksakan harga BBM naik. Baginya tidak ada alasan menaikkan harga BBM saat ini kecuali membuat sengsara rakyat.
"Saya sepakat yang dikatakan Pak Habibie bahwa apabila harga BBM baik, masyarakat yang tidak miskin akan menjadi miskin. Jika dipaksakan naik, saya akan mengutuk keras, itu akan membuat kami turun lagi kejalan melakukan protes yang lebih besar," jelasnya.
Kendati demikian, Djusman yang juga sahabat sepejuangan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tetap memuji terobosan-terobosan pemerintahan Jokowi-JK. Namun, lanjut dia, bukan dalam konteks menaikkan harga BBM.
Demikian juga dengan bakal cabup Barru, Malkan Amin meski menyebut subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran, namun menyebut kenaikan harga BBM harus menjamin masyarakat berpenghasilan rendah tidak semakin miskin. Harga BBM, kata dia, boleh saja dinaikkan dengan catatan, seluruh masyarakat berpenghasilan rendah dengan catatan, warga berpenghasilan rendah sudah mengantongi jaminan subsidi BBM dari pemerintah.
Jaminan yang dimaksud Malkan yakni, Kartu Indonesi Sehat, Kartu Indonesia Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar. "Saya tidak setuju harga BBM dinaikkan jika kartu-kartu itu belum sampai ke tangan masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi," jelasnya.
Malkan yang juga Politikus Partai Nasdem mengemukakan, harga BBM tidak dinaikkan, akan tetapi subsidinya dialihkan kepada warga yang berhak menerima. Selama ini, subsidi, lanjut dia, lebih banyak dinikmati masyarakat yang secara ekonomi tergolong mapan.
"Yang berteriak-teriak menolak pengalihan subsidi BBM adalah masyarakat yang tergolong mampu," jelasnya.
(gpr)