Industri Harus Antisipasi Kenaikan Wisman
A
A
A
JAKARTA - Misi pemerintah menggenjot kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) hingga mencapai 20 juta orang pada 2019 harus dibarengi kesiapan destinasi dan industri pariwisata.
Tahun ini pencapaian kunjungan wisman diproyeksikan hanya sekitar 9,3-9,5 juta orang. Salah satu terobosan yang ditempuh pemerintah adalah mengeluarkan kebijakan bebas visa kunjungan singkat bagi turis asal lima negara yang merupakan pasar utama pariwisata Indonesia yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Rusia, dan Australia. Sebelumnya Indonesia sudah memberikan kebijakan bebas visa kunjungan singkat bagi 15 negara.
Terobosan lainnya adalah pemberlakuan visa negara ketiga bagi wisman yang berkunjung ke Malaysia dan Singapura. Mereka dibolehkan berkunjung ke Indonesia tanpa harus mengurus tambahan visa. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menargetkan, kebijakan tersebut bisa mulai diterapkan pada Januari 2015, sehingga tahun depan minimal akan ada tambahan kunjungan sekitar 500.000 wisman.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) Asnawi Bahar mengatakan, kebijakan bebas visa kunjungan singkat tambahan bagi lima negara dan visa negara ketiga diyakini bisa mendongkrak kunjungan wisman. Namun, hal itu tetap harus diikuti dengan promosi dan pemasaran yang tepat. “Termasuk, promosi wisata kita di China juga belum gencar dan belum terjangkau oleh kami. Padahal, pasarnya besar dan potensial,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Asnawi menilai rencana Menpar yang akan menggenjot promosi pariwisata melalui pemasaran dan iklan digital sebagai terobosan yang bagus untuk berpromosi. Namun, langkah itu kurang tepat untuk pemasaran. Butuh proses panjang untuk meyakinkan wisman untuk datang ke suatu negara. Dia mencontohkan, keberhasilan Malaysia mendatangkan banyak wisman Arab melalui proses pendekatan antar pemerintah maupun bisnis.
“Jadi, promosi digital itu bagus tapi bukan jaminan turis akan datang. Berdasar pengalaman kami, tidak mudah meyakinkan orang, apalagi untuk turis asal Eropa,” cetusnya. Asnawi juga meminta pemerintah tidak sekadar memfasilitasi regulasi, namun juga memperbaiki infrastruktur. Hal ini penting guna mengantisipasi dampak peningkatan kunjungan wisman.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didin Junaedy mengamini kebijakan bebas visa harus disertai kesiapan industri. Untuk itu, pihaknya akan ikut mengupayakan berbagai pelatihan, misalnya untuk pemandu wisata.
“Walau bagaimanapun, pemerintah sudah menetapkan target dan kebijakan, maka kami dari industri harus siap apa pun yang terjadi,” tandasnya. Ahli pariwisata berkelanjutan David Makes menilai kebijakan bebas visa kunjungan singkat dan visa negara ketiga bisa berdampak positif asalkan semua pemangku kepentingan beserta destinasinya disiapkan dengan baik.
Sehingga, tidak sekadar menjual produk pariwisata dengan harga murah, melainkan yang berkualitas dan mendatangkan devisa serta manfaat bagi masyarakat sekitar. Sementara, pakar pemasaran Hermawan Kartajaya menilai, masalah dalam pengembangan sektor pariwisata terkait empat hal yaitu destinasi, infrastruktur, pemasaran, dan regulasi.
Mengingat pembangunan infrastruktur dan destinasi butuh waktu lama, maka terobosan cepat bisa ditempuh lewat pemasaran. Karena itu, dia mendukung konsep pemasaran digital dari pemerintah.
Inda susanti
Tahun ini pencapaian kunjungan wisman diproyeksikan hanya sekitar 9,3-9,5 juta orang. Salah satu terobosan yang ditempuh pemerintah adalah mengeluarkan kebijakan bebas visa kunjungan singkat bagi turis asal lima negara yang merupakan pasar utama pariwisata Indonesia yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Rusia, dan Australia. Sebelumnya Indonesia sudah memberikan kebijakan bebas visa kunjungan singkat bagi 15 negara.
Terobosan lainnya adalah pemberlakuan visa negara ketiga bagi wisman yang berkunjung ke Malaysia dan Singapura. Mereka dibolehkan berkunjung ke Indonesia tanpa harus mengurus tambahan visa. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menargetkan, kebijakan tersebut bisa mulai diterapkan pada Januari 2015, sehingga tahun depan minimal akan ada tambahan kunjungan sekitar 500.000 wisman.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Association of the Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) Asnawi Bahar mengatakan, kebijakan bebas visa kunjungan singkat tambahan bagi lima negara dan visa negara ketiga diyakini bisa mendongkrak kunjungan wisman. Namun, hal itu tetap harus diikuti dengan promosi dan pemasaran yang tepat. “Termasuk, promosi wisata kita di China juga belum gencar dan belum terjangkau oleh kami. Padahal, pasarnya besar dan potensial,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Asnawi menilai rencana Menpar yang akan menggenjot promosi pariwisata melalui pemasaran dan iklan digital sebagai terobosan yang bagus untuk berpromosi. Namun, langkah itu kurang tepat untuk pemasaran. Butuh proses panjang untuk meyakinkan wisman untuk datang ke suatu negara. Dia mencontohkan, keberhasilan Malaysia mendatangkan banyak wisman Arab melalui proses pendekatan antar pemerintah maupun bisnis.
“Jadi, promosi digital itu bagus tapi bukan jaminan turis akan datang. Berdasar pengalaman kami, tidak mudah meyakinkan orang, apalagi untuk turis asal Eropa,” cetusnya. Asnawi juga meminta pemerintah tidak sekadar memfasilitasi regulasi, namun juga memperbaiki infrastruktur. Hal ini penting guna mengantisipasi dampak peningkatan kunjungan wisman.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didin Junaedy mengamini kebijakan bebas visa harus disertai kesiapan industri. Untuk itu, pihaknya akan ikut mengupayakan berbagai pelatihan, misalnya untuk pemandu wisata.
“Walau bagaimanapun, pemerintah sudah menetapkan target dan kebijakan, maka kami dari industri harus siap apa pun yang terjadi,” tandasnya. Ahli pariwisata berkelanjutan David Makes menilai kebijakan bebas visa kunjungan singkat dan visa negara ketiga bisa berdampak positif asalkan semua pemangku kepentingan beserta destinasinya disiapkan dengan baik.
Sehingga, tidak sekadar menjual produk pariwisata dengan harga murah, melainkan yang berkualitas dan mendatangkan devisa serta manfaat bagi masyarakat sekitar. Sementara, pakar pemasaran Hermawan Kartajaya menilai, masalah dalam pengembangan sektor pariwisata terkait empat hal yaitu destinasi, infrastruktur, pemasaran, dan regulasi.
Mengingat pembangunan infrastruktur dan destinasi butuh waktu lama, maka terobosan cepat bisa ditempuh lewat pemasaran. Karena itu, dia mendukung konsep pemasaran digital dari pemerintah.
Inda susanti
(ars)