Jepang Mengalami Resesi Ekonomi
A
A
A
TOKYO - Ekonomi Jepang melemah selama dua kuartal berturut- turut, sehingga negara itu secara teknis mengalami resesi.
Produk domestik bruto (PDB) turun 1,6% pada Juli- September, dibandingkan periode yang sama tahun lalu proyeksi tumbuh 2,1%. Data ini setelah revisi penyusutan 7,3% pada kuartal II/2014, yang merupakan penurunan terbesar sejak gempa bumi dan tsunami Maret 2011. Para ekonom menyatakan, data ekonomi yang lemah dapat menunda rencana pemerintah menaikkan pajak penjualan.
Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe diperkirakan menyerukan percepatan pemilu untuk meminta mandat penundaan kenaikan pajak penjualan menjadi 10% yang dijadwalkan pada 2015. Peningkatan pajak itu diatur dalam undang-undang yang disusun pemerintahan sebelumnya pada 2012 untuk memangkas utang publik Jepang yang sangat besar. Utang tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan negara-negara maju lain.
April lalu pemerintah menaikkan pajak penjualan dari 5% menjadi 8%, dengan pertumbuhan pada kuartal II/ 2014. Langkah ini tampaknya memberikan dampak pada perekonomian negara itu. Ekonomi melemah 0,4% pada kuartal III/2014 dibandingkan kuartal sebelumnya.
Data juga menunjukkan pertumbuhan konsumsi privat, yang mencakup sekitar 60% ekonomi. Peningkatan pajak penjualan selanjutnya semakin dipertanyakan setelah melihat berbagai indikator penurunan ekonomi. ”Ekonomi Jepang dalam resesi dan sekarang menyusut dalam tiga dari empat kuartal terakhir,” kata ekonom senior Moody’s Analytics, Glenn Levine, dikutip BBC.
”Yang memungkinkan saat ini ialah percepatan pemilu pada Desember, di mana pemilih dapat menentukan untuk menunda kenaikan pajak penjualan.” Sejumlah spekulasi telah muncul bahwa PM Jepang akan menyerukan pemilu pada bulan depan untuk mendapat dukungan hanya dalam waktu dua tahun setelah pemilu sebelumnya. Media lokal melaporkan, PM Abe kemungkinan mengumumkan pemilu selanjutnya, paling cepat hari ini, untuk digelar pada 14 Desember.
Kepala juru bicara pemerintah Jepang Yoshihide Suga menjelaskan, PM Abe diperkirakan memutuskan sejumlah langkah yang akan dilakukan di tengah situasi ekonomi yang memburuk. Saat ini popularitas Abe turun sejak dia menjabat pada 2012. Dia diperkirakan menang jika pemilu digelar saat ini karena kubu oposisi masih terbelah.
Merespon data ekonomi yang negatif, dolar menguat di atas 117 yen Jepang sebelum kembali ke level 115,69. Indeks Nikkei 225 turun 3% menjadi 16.973,80, penurunan terbesar sejak Agustus. Sementara, saham-saham Eropa turun akibat kekhawatiran terhadap data ekonomi Jepang. Saham Hennes & Mauritz naik 1,3% setelah retailer fashion terbesar kedua dunia itu membukukan peningkatan penjualan 14% pada Oktober dari tahun lalu.
Saham-saham di indeks FTSEurofirst 300 turun 0,4% pada 1.339,92 poin. ”Ini merupakan guncangan besar pada pasar karena orang yakin Bank Sentral Jepang dapat memegang kontrol,” ungkap analis FXCM Nicolas Cheron.
Syarifudin
Produk domestik bruto (PDB) turun 1,6% pada Juli- September, dibandingkan periode yang sama tahun lalu proyeksi tumbuh 2,1%. Data ini setelah revisi penyusutan 7,3% pada kuartal II/2014, yang merupakan penurunan terbesar sejak gempa bumi dan tsunami Maret 2011. Para ekonom menyatakan, data ekonomi yang lemah dapat menunda rencana pemerintah menaikkan pajak penjualan.
Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe diperkirakan menyerukan percepatan pemilu untuk meminta mandat penundaan kenaikan pajak penjualan menjadi 10% yang dijadwalkan pada 2015. Peningkatan pajak itu diatur dalam undang-undang yang disusun pemerintahan sebelumnya pada 2012 untuk memangkas utang publik Jepang yang sangat besar. Utang tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan negara-negara maju lain.
April lalu pemerintah menaikkan pajak penjualan dari 5% menjadi 8%, dengan pertumbuhan pada kuartal II/ 2014. Langkah ini tampaknya memberikan dampak pada perekonomian negara itu. Ekonomi melemah 0,4% pada kuartal III/2014 dibandingkan kuartal sebelumnya.
Data juga menunjukkan pertumbuhan konsumsi privat, yang mencakup sekitar 60% ekonomi. Peningkatan pajak penjualan selanjutnya semakin dipertanyakan setelah melihat berbagai indikator penurunan ekonomi. ”Ekonomi Jepang dalam resesi dan sekarang menyusut dalam tiga dari empat kuartal terakhir,” kata ekonom senior Moody’s Analytics, Glenn Levine, dikutip BBC.
”Yang memungkinkan saat ini ialah percepatan pemilu pada Desember, di mana pemilih dapat menentukan untuk menunda kenaikan pajak penjualan.” Sejumlah spekulasi telah muncul bahwa PM Jepang akan menyerukan pemilu pada bulan depan untuk mendapat dukungan hanya dalam waktu dua tahun setelah pemilu sebelumnya. Media lokal melaporkan, PM Abe kemungkinan mengumumkan pemilu selanjutnya, paling cepat hari ini, untuk digelar pada 14 Desember.
Kepala juru bicara pemerintah Jepang Yoshihide Suga menjelaskan, PM Abe diperkirakan memutuskan sejumlah langkah yang akan dilakukan di tengah situasi ekonomi yang memburuk. Saat ini popularitas Abe turun sejak dia menjabat pada 2012. Dia diperkirakan menang jika pemilu digelar saat ini karena kubu oposisi masih terbelah.
Merespon data ekonomi yang negatif, dolar menguat di atas 117 yen Jepang sebelum kembali ke level 115,69. Indeks Nikkei 225 turun 3% menjadi 16.973,80, penurunan terbesar sejak Agustus. Sementara, saham-saham Eropa turun akibat kekhawatiran terhadap data ekonomi Jepang. Saham Hennes & Mauritz naik 1,3% setelah retailer fashion terbesar kedua dunia itu membukukan peningkatan penjualan 14% pada Oktober dari tahun lalu.
Saham-saham di indeks FTSEurofirst 300 turun 0,4% pada 1.339,92 poin. ”Ini merupakan guncangan besar pada pasar karena orang yakin Bank Sentral Jepang dapat memegang kontrol,” ungkap analis FXCM Nicolas Cheron.
Syarifudin
(ars)