Pengamat Ekonomi Kaget BI Rate Naik
A
A
A
JAKARTA - Langkah Bank Indonesia (BI), yang menaikan suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis points (bps) menjadi 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility naik sebesar 50 bps menjadi 8,00% dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,75% membuat para pengamat ekonomi kaget.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, keputusan BI menaikan BI rate merupakan langkah dari BI untuk mengantisipasi kenaikan inflasi.
Namun, dia menuturkan, sebetulnya antisipasi itu belum perlu dilakukan oleh BI lantaran Indonesia sendiri masih menunggu Federal Reserve (The Fed) menaikan suku bunganya.
"Saya sih termasuk yang tidak setuju untuk dinaikan sekarang karena nanti kan ada Fed rate juga, nanti (BI rate) naik lagi, bisa-bisa BI rate di 8,5%. Makanya (kenaikan) ini terlalu cepat," kata Aviliani ketika dihubungi, Selasa (17/11/2014) malam.
Dengan adanya kenaikan BI rate, menurut dia, bisa menyebabkan inflasi bergerak ke arah 6,5%-7% di akhir tahun 2014. Meskipun begitu, dia masih optimistis pertumbuhan ekonomi pada 2015 bisa di angka 5,4%-5,8%. Sedangkan pada kuartal IV tahun ini diprediksi pada angka 5,4%.
Dihubungi terpisah, Ekonom Universitas Gadjah Mada sekaligus Komisaris Independen Permata Bank Tony Prasetiantono mengaku terkejut (surprised) atas keputusan tersebut.
Menurut dia, tindakan BI sangat cepat dalam merespon kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Meski saya bisa memahaminya, namun saya semula berharap BI menunggu lebih dulu asesmen inflasi November oleh BPS," ujarnya.
Apabila inflasi November hanya naik 2%, berarti inflasi antara Januari hingga November hanya 6,2%. Dengan begitu, menurut dia, seharusnya BI bisa menahan BI rate sampai bulan depan.
"Saya juga heran BI tidak sabar menunggu perkembangan respons pasar terhadap kebijakan BBM," tandasnya.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani mengatakan, keputusan BI menaikan BI rate merupakan langkah dari BI untuk mengantisipasi kenaikan inflasi.
Namun, dia menuturkan, sebetulnya antisipasi itu belum perlu dilakukan oleh BI lantaran Indonesia sendiri masih menunggu Federal Reserve (The Fed) menaikan suku bunganya.
"Saya sih termasuk yang tidak setuju untuk dinaikan sekarang karena nanti kan ada Fed rate juga, nanti (BI rate) naik lagi, bisa-bisa BI rate di 8,5%. Makanya (kenaikan) ini terlalu cepat," kata Aviliani ketika dihubungi, Selasa (17/11/2014) malam.
Dengan adanya kenaikan BI rate, menurut dia, bisa menyebabkan inflasi bergerak ke arah 6,5%-7% di akhir tahun 2014. Meskipun begitu, dia masih optimistis pertumbuhan ekonomi pada 2015 bisa di angka 5,4%-5,8%. Sedangkan pada kuartal IV tahun ini diprediksi pada angka 5,4%.
Dihubungi terpisah, Ekonom Universitas Gadjah Mada sekaligus Komisaris Independen Permata Bank Tony Prasetiantono mengaku terkejut (surprised) atas keputusan tersebut.
Menurut dia, tindakan BI sangat cepat dalam merespon kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Meski saya bisa memahaminya, namun saya semula berharap BI menunggu lebih dulu asesmen inflasi November oleh BPS," ujarnya.
Apabila inflasi November hanya naik 2%, berarti inflasi antara Januari hingga November hanya 6,2%. Dengan begitu, menurut dia, seharusnya BI bisa menahan BI rate sampai bulan depan.
"Saya juga heran BI tidak sabar menunggu perkembangan respons pasar terhadap kebijakan BBM," tandasnya.
(rna)