BI Catat Kredit Perbankan Capai Rp3.588 T
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit perbankan sebesar Rp3.588 triliun per September 2014 atau tumbuh 12,5%, lebih rendah dibandingkan Agustus 2014 sebesar 13,6%.
Perlambatan pertumbuhan kredit ini juga terjadi untuk seluruh jenis kredit, baik modal kerja (KMK), investasi (KI), maupun konsumsi (KK). Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengungkapkan, penyaluran kredit yang bersifat produktif berupa kredit modal kerja (KMK) dan investasi (KI) pada September 2014 masing- masing sebesar Rp1.711,3 triliun dan Rp863,2 triliun, tumbuh 12,4% yoy dan 15,3% yoy atau melambat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 13,6% yoy dan 17% yoy.
Menurutnya, secara sektoral, perlambatan pertumbuhan KMK dan KI terutama terjadi pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. “Kredit yang diberikan kepada sektor industri pengolahan tercatat Rp595,7 triliun atau tumbuh 10% yoy, melambat dibandingkan Agustus 2014 (16,5% yoy),” kata dia dalam keterangan tertulisnya kemarin.
Sementara, kredit kepada sektor perdagangan, hotel, dan restoran tercatat Rp779,2 triliun atau tumbuh 13,4% (yoy), melambat dibandingkan Agustus 2014 (15,1% yoy). Di samping itu, kredit yang disalurkan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mencapai 25,4% dari total kredit produktif pada September 2014 yang sebesar Rp655,6 triliun, tumbuh 11,2% (yoy), melambat dibandingkan Agustus 2014 (12% yoy).
Penyaluran kredit kepada sektor properti pada September 2014 mencapai Rp536,9 triliun dengan pangsa mencapai 15% dari total kredit perbankan. Menurut Tirta, kredit properti tumbuh 15,1% (yoy), melambat jika dibandingkan Agustus 2014 (15,8% yoy). “Melambatnya pertumbuhan kredit properti tersebut terutama bersumber dari perlambatan KPR dan KPA, yang pada September 2014 tumbuh 12,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Agustus 2014 (13,7% yoy),” papar dia.
Sedangkan penyaluran kredit untuk sektor konstruksi pada September 2014 tercatat tumbuh 17,4% (yoy), lebih tinggi dibanding Agustus 2014 (16,9% yoy). Dia menuturkan, suku bunga simpanan perbankan masih terus mengalami peningkatan. Pada September 2014, rata-rata suku bunga deposito berjangka waktu 6 dan 12 bulan masingmasing tercatat sebesar 9,36% dan 8,73%, meningkat dibandingkan Agustus 2014, yaitu masing- masing sebesar 9,19% dan 8,61%.
“Kenaikan suku bunga dana tersebut diiringi oleh peningkatan rata-rata suku bunga kredit yang mencapai 12,88% meningkat dibandingkan Agustus 2014 (12,86%),” ucap dia. Bank sentral juga mencatat uang beredar pada September 2014 menjadi Rp4.001,6 triliun atau meningkat 11,7% dibandingkan Agustus 2014. Perkembangan uang beredar pada September lebih dipengaruhi oleh meningkatnya aktiva dalam negeri bersih yang tercatat sebesar Rp2.887,4 triliun atau tumbuh 10,5% yoy, lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan Agustus 2014 (7,5% yoy).
Pengamat ekonomi A Prasetyantoko mengatakan, apabila ada kenaikan BI Rate , maka uang yang beredar di masyarakat cenderung turun lantaran uang cenderung masuk ke bank. “Dengan BI Rate naik, maka uang cenderung masuk ke bank kan, jadi uang yang beredar di masyarakat berkurang jumlahnya,” kata dia saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Menurutnya, kenaikan BI Rate merupakan salah satu tujuan BI untuk mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat, sehingga inflasinya tidak tinggi.
Kunthi fahmar sandy
Perlambatan pertumbuhan kredit ini juga terjadi untuk seluruh jenis kredit, baik modal kerja (KMK), investasi (KI), maupun konsumsi (KK). Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengungkapkan, penyaluran kredit yang bersifat produktif berupa kredit modal kerja (KMK) dan investasi (KI) pada September 2014 masing- masing sebesar Rp1.711,3 triliun dan Rp863,2 triliun, tumbuh 12,4% yoy dan 15,3% yoy atau melambat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 13,6% yoy dan 17% yoy.
Menurutnya, secara sektoral, perlambatan pertumbuhan KMK dan KI terutama terjadi pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. “Kredit yang diberikan kepada sektor industri pengolahan tercatat Rp595,7 triliun atau tumbuh 10% yoy, melambat dibandingkan Agustus 2014 (16,5% yoy),” kata dia dalam keterangan tertulisnya kemarin.
Sementara, kredit kepada sektor perdagangan, hotel, dan restoran tercatat Rp779,2 triliun atau tumbuh 13,4% (yoy), melambat dibandingkan Agustus 2014 (15,1% yoy). Di samping itu, kredit yang disalurkan kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mencapai 25,4% dari total kredit produktif pada September 2014 yang sebesar Rp655,6 triliun, tumbuh 11,2% (yoy), melambat dibandingkan Agustus 2014 (12% yoy).
Penyaluran kredit kepada sektor properti pada September 2014 mencapai Rp536,9 triliun dengan pangsa mencapai 15% dari total kredit perbankan. Menurut Tirta, kredit properti tumbuh 15,1% (yoy), melambat jika dibandingkan Agustus 2014 (15,8% yoy). “Melambatnya pertumbuhan kredit properti tersebut terutama bersumber dari perlambatan KPR dan KPA, yang pada September 2014 tumbuh 12,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Agustus 2014 (13,7% yoy),” papar dia.
Sedangkan penyaluran kredit untuk sektor konstruksi pada September 2014 tercatat tumbuh 17,4% (yoy), lebih tinggi dibanding Agustus 2014 (16,9% yoy). Dia menuturkan, suku bunga simpanan perbankan masih terus mengalami peningkatan. Pada September 2014, rata-rata suku bunga deposito berjangka waktu 6 dan 12 bulan masingmasing tercatat sebesar 9,36% dan 8,73%, meningkat dibandingkan Agustus 2014, yaitu masing- masing sebesar 9,19% dan 8,61%.
“Kenaikan suku bunga dana tersebut diiringi oleh peningkatan rata-rata suku bunga kredit yang mencapai 12,88% meningkat dibandingkan Agustus 2014 (12,86%),” ucap dia. Bank sentral juga mencatat uang beredar pada September 2014 menjadi Rp4.001,6 triliun atau meningkat 11,7% dibandingkan Agustus 2014. Perkembangan uang beredar pada September lebih dipengaruhi oleh meningkatnya aktiva dalam negeri bersih yang tercatat sebesar Rp2.887,4 triliun atau tumbuh 10,5% yoy, lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan Agustus 2014 (7,5% yoy).
Pengamat ekonomi A Prasetyantoko mengatakan, apabila ada kenaikan BI Rate , maka uang yang beredar di masyarakat cenderung turun lantaran uang cenderung masuk ke bank. “Dengan BI Rate naik, maka uang cenderung masuk ke bank kan, jadi uang yang beredar di masyarakat berkurang jumlahnya,” kata dia saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Menurutnya, kenaikan BI Rate merupakan salah satu tujuan BI untuk mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat, sehingga inflasinya tidak tinggi.
Kunthi fahmar sandy
(ars)