Internal Branding UNHAS: Profesor Sabu

Kamis, 20 November 2014 - 11:11 WIB
Internal Branding UNHAS: Profesor Sabu
Internal Branding UNHAS: Profesor Sabu
A A A
Media sosial itu memang media bebas berbicara. Dari mulai logika lurus, logika silang, logika terbalik sampai logika ngawur.

Semua ada. Lengkap. Media ini sangat kaya. Dan jika kita menyelaminya, terasa sekali betapa majemuknya penduduk media sosial ini. Sekarang yang sedang beredar di media sosial adalah logika ngawur seputar kasus profesor Unhas yang tertangkap mengonsumsi sabu bersama mahasiswanya di sebuah hotel. Perhatikan komentar berikut ini, tampaknya penduduk media sosial kita semakin terlatih dan kreatif dalam mengolah berita. (1) Masukan untuk Dirjen Dikti.

Minta PTN/PTS membangun hotel untuk memfasilitasi dosen-dosen mengerjakan karya ilmiahnya. (2) Sabu itu cara cocok mendekatkan diri dengan mahasiswa. Kan purek bagian kemahasiswaan. (3) Sebaiknya seluruh profesor yang ada di Makasar Sulsel tes urine. Saya sendiri ingin membahas kasus ini dari sisi internal branding. Ini isi beritanya: ‘Professor Musakkir, guru besar dari UNHAS, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang juga merupakan Pembantu Rektor III bagian Kemahasiswaan, tertangkap sedang mengonsumsi sabu-sabu bersama mahasiswanya sedang mengerjakan karya ilmiah di Hotel Malibu’.

Di sini ada banyak brand dan topik yang terangkat ke permukaan: - Sisikategori: sabu-sabu, kampus, profesor/guru besar, mahasiswa, pembantu rektor, hotel. - Sisi brand : Musakkir, Unhas, Makasar, Sulawesi Selatan, Malibu. Nilai berita ini sangat tinggi bagi para jurnalis, karena mengangkat begitu banyak kategori dan begitu banyak brand .

Di media sosial secara cepat menjadi trending topic. Mengapa? Karena banyak stakeholders yang punya keterkaitan dengan brand-brand dan kategori yang disebutkan di dalam berita tersebut. Kasus ini merupakan wake-up call bagi banyak pihak, terutama bagi para Rektor Universitas - bahwa sangat penting menjaga brand universitasnya. Branding bukan lagi sesuatu yang bisa dipikirkan sambil lalu.

Branding harus dikerjakan secara utuh, dipahami bagaimana mengelolanya dengan benar. Branding universitas, sama dengan branding produk di perusahaan, membutuhkan jajaran yang mengerti bagaimana dasar filosofi brand management secara strategik. Kasus ini adalah puncak gunung es yang mulai terkuak kedalaman “gunung”-nya. Anak teman saya mengatakan, bukan hal baru kalau dosen dan pejabat kampus ikut memakai narkoba. Di kampusnya (yang juga cukup terkenal, di Jakarta) itu sudah lama.

Tetapi memang belum jadi berita saja seperti di Unhas. Ibu Rektor Unhas tentunya menyesal bahwa alat radarnya tidaksampaimendeteksibahaya yang ternyata ada di hadapan matanya, yaitu di pembantu rektor, staf terdekat beliau. Bagaimana seorang Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan diberikan tugas dan tanggung jawab memberantas dan mencegah narkoba masuk kampus jika ia sendiri ternyata pengguna.

Dalam wawancara di MetroTV, walaupun berkali-kali Ibu RektorUnhasmenyatakansudah banyak melancarkan program penyuluhan dan program pemberantasan untuk mencegah dan memastikan bahwa kampusnya bebas narkoba, ia sulit untuk berkata-kata saat pewawancara menyeletuk: “Tapi, masih kecolongan juga ya, Bu?” Sama seperti nasihat saya ke pemilik brand , yaitu deteksilah penyakit brand dari yang tampak hingga yang tidak tampak via studi etnograpi agar terbuka simpul permasalahan yang sebenarnya - untuk menyelamatkan brand dalam deteksi yang lebih dini.

Sayang sekali sesuatu yang sangat merugikan ini baru terdeteksi pada saat ‘kronis’ dan sudah menjadi konsumsi ‘publik’. Padahal, bila rektor Unhas menyadari pentingnya internal brand audit sejak awal, bisa jadi isu ini bisa ditemukan dan dilokalisir. Tidak sampai menjadi berita viral seperti sekarang ini. Di perusahaan, sering masalah internal brand tidak terdeteksi di permukaan.

Brand audit perlu kita perluas hingga ke persoalan jajarannya. Siapa tahu sumber permasalahan adalah karena people- nya. Tanpa integritas dan juga kualitas people yang mengelola brand, kegiatan sebaik apapun di luar sana, akan tetap tidak maksimal. Internal branding problem itu ada di depan mata, ada di keseharian kita sendiri.

Tetapi, kita sibuk mencari-cari apa penyakit dan kesalahan brand kita di mata konsumen, di mata stakeholders eksternal lainnya. Studi tentang konsumen dengan tingkatan secanggih apapun tidak akan mampu memberikan rekomendasi yang jitu dan actionable jika ternyata persoalan terberat dari brand bukan berada di dalam interaksi brand dengan konsumen, tetapi ada di dalam perusahaan sendiri antar-aktor pengelola brand .

Program-program pelatihan dan penyuluhan anti narkoba yang digencarkan di kampus masih sebatas mengarah kepada target “tradisional” yaitu “mahasiswa”. Bahwa ternyata ada ‘aktor’ lainnya yang juga potensial terlibat, ini luput dari deteksi dan tidak bisa tuntas dengan program yang ada. Persoalan di dalam kampus wajib dipetakan.

Bahwa jajarannya sendiri justru adalah pengguna narkoba, tentu itu tidak pernah masuk dalam bayangan Ibu Dwia, Rektor Unhas. Memberantas korupsi dimulai dari petugas yang tidak korupsi. Pemberantas narkoba di kampus dimulai dengan petugas yang juga bebas narkoba.

Pelajaran berharga ini harus dilanjutkan bukan di dalam urusan pemberantasan narkoba saja, tetapi harus secara luas diproyeksikan untuk berbagai permasalahan kampus lainnya. Internal branding merupakan tugas besar para Rektor di Universitas. Tidak bisa lagi kita menggunakan ukuran-ukuran standar dan normatif dalam menilai kesuksesan pekerjaan belajar mengajar.

Kita harus lebih alert dan waspada terhadap berbagai persoalan yang muncul-di antaranya praktik bully , jual beli nilai, plagiarisme, dan banyak hal yang mungkin belum terbayang saat ini. Waktunya merenung untuk Unhas dan kampus-kampus lainnya. Waktunyamembenahi brand universitas secara menyeluruh, bukan hanya branding eksternal tetapi juga internalnya. ●

Amalia E. Maulana. PH.D.
Brand Consultant & Ethnographer ETNOMARK Consulting www.amaliamaulana.com @etnoamalia
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3489 seconds (0.1#10.140)