Regulasi Niaga BBM Nonsubsidi Perlu Ditata Ulang
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI) meminta pemerintah menata ulang regulasi niaga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi untuk mengoptimalkan pemasaran, sekaligus menghilangkan penyelewengan BBM subsidi.
Kenaikan harga BBM subsidi baru-baru ini dinilai sebagai momen yang tepat untuk itu. “Keputusan pemerintah menyesuaikan harga jual BBM subsidi, khususnya jenis solar, telah memperkecil disparitas harga dengan solar nonsubsidi,” ujar Ketua Umum APBBMI Ahmad Faisal dalam keterangan tertulisnya, kemarin. Harga solar nonsubsidi yang dijual di wilayah Indonesia yang dipasok oleh badan-badan usaha niaga umum seperti PT Pertamina (Persero), Patra Niaga, AKR, PANN, Total, BP dan lainnya saat ini di kisaran Rp11.500- 12.000/liter.
Dengan harga baru solar subsidi sebesar Rp7.500/ liter, maka disparitas harga kini menjadi sekitar Rp4.000/liter. “Disparitas harga yang lebih rendah ini sangat berpotensi meningkatkan penjualan solar nonsubsidi dan sekaligus meminimalisasi penyelewengan BBM subsidi,” kata dia. Namun, lanjut Ahmad, usaha niaga BBM nonsubsidi perlu lebih dipacu untuk berkembang dan meningkatkan penjualannya.
Dalam hal ini, ada sejumlah regulasi yang perlu diperbaiki. Salah satu regulasi yang perlu dikaji ulang menurutnya adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 16/2011 tentang Kegiatan Penyaluran BBM . Usaha niaga BBM nonsubsidi seharusnya tidak dipagari dengan Permen 16/2011 dan aturan-aturan yang justru menjadi hambatan dalam usaha niaganya.
Usaha niaga BBM nonsubsidi seharusnya diperlakukan sama dengan barang-barang nonsubsidi lainnya seperti beras, gula, minyak goreng, yang pada dasarnya juga adalah produk yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak, namun tidak dipagari dengan aturan yang justru kontra produktif .
Usaha niaga BBM nonsubsidi khusus untuk penyaluran bagi transportasi laut dan sungai serta untuk kepentingan industri, tegas dia, seharusnya diberi tempat sebagaimana izin niaga umum dan izin niaga terbatas yang mengacu pada UU Migas maupun PP 36/2004 .
“Kementerian ESDM diharapkan bisa melakukannya dengan menerbitkan izin niaga minus hak atau izin untuk melakukan impor dan ekspor BBM, serta tidak wajib memiliki sarana penimbunan,” katanya. Momen kenaikan harga BBM subsidi memang diyakini akan mendongkrak penjualan BBM nonsubsidi.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya baru-baru ini mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi bakal mendongkrak penjualan BBM nonsubsidi jenis pertamax. Bahkan, dia memperkirakan, konsumsi pertamax bisa naik hingga 400% dalam dua hingga tiga bulan ke depan, dari 2.500 kiloliter (kl)/hari menjadi 10.000 kl/hari.
M faizal
Kenaikan harga BBM subsidi baru-baru ini dinilai sebagai momen yang tepat untuk itu. “Keputusan pemerintah menyesuaikan harga jual BBM subsidi, khususnya jenis solar, telah memperkecil disparitas harga dengan solar nonsubsidi,” ujar Ketua Umum APBBMI Ahmad Faisal dalam keterangan tertulisnya, kemarin. Harga solar nonsubsidi yang dijual di wilayah Indonesia yang dipasok oleh badan-badan usaha niaga umum seperti PT Pertamina (Persero), Patra Niaga, AKR, PANN, Total, BP dan lainnya saat ini di kisaran Rp11.500- 12.000/liter.
Dengan harga baru solar subsidi sebesar Rp7.500/ liter, maka disparitas harga kini menjadi sekitar Rp4.000/liter. “Disparitas harga yang lebih rendah ini sangat berpotensi meningkatkan penjualan solar nonsubsidi dan sekaligus meminimalisasi penyelewengan BBM subsidi,” kata dia. Namun, lanjut Ahmad, usaha niaga BBM nonsubsidi perlu lebih dipacu untuk berkembang dan meningkatkan penjualannya.
Dalam hal ini, ada sejumlah regulasi yang perlu diperbaiki. Salah satu regulasi yang perlu dikaji ulang menurutnya adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 16/2011 tentang Kegiatan Penyaluran BBM . Usaha niaga BBM nonsubsidi seharusnya tidak dipagari dengan Permen 16/2011 dan aturan-aturan yang justru menjadi hambatan dalam usaha niaganya.
Usaha niaga BBM nonsubsidi seharusnya diperlakukan sama dengan barang-barang nonsubsidi lainnya seperti beras, gula, minyak goreng, yang pada dasarnya juga adalah produk yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak, namun tidak dipagari dengan aturan yang justru kontra produktif .
Usaha niaga BBM nonsubsidi khusus untuk penyaluran bagi transportasi laut dan sungai serta untuk kepentingan industri, tegas dia, seharusnya diberi tempat sebagaimana izin niaga umum dan izin niaga terbatas yang mengacu pada UU Migas maupun PP 36/2004 .
“Kementerian ESDM diharapkan bisa melakukannya dengan menerbitkan izin niaga minus hak atau izin untuk melakukan impor dan ekspor BBM, serta tidak wajib memiliki sarana penimbunan,” katanya. Momen kenaikan harga BBM subsidi memang diyakini akan mendongkrak penjualan BBM nonsubsidi.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya baru-baru ini mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi bakal mendongkrak penjualan BBM nonsubsidi jenis pertamax. Bahkan, dia memperkirakan, konsumsi pertamax bisa naik hingga 400% dalam dua hingga tiga bulan ke depan, dari 2.500 kiloliter (kl)/hari menjadi 10.000 kl/hari.
M faizal
(ars)