Reformasi Pajak Mendesak

Selasa, 25 November 2014 - 11:28 WIB
Reformasi Pajak Mendesak
Reformasi Pajak Mendesak
A A A
JAKARTA - Pemerintah perlu melakukan tiga tahapan dalam mereformasi perpajakan, yakni reformasi kelembagaan, administrasi perpajakan, dan aturan perpajakan agar dapat mendongkrak penerimaan negara.

Langkah tersebut perlu dilakukan bila pemerintah ingin menambah target pajak tahun 2015 sebesar Rp600 triliun. Pengamat bidang perpajakan, Darussalam, mengatakan, target penambahan pajak tersebut mustahil bisa diwujudkan tanpa diiringi sejumlah pembenahan struktural yang menjadi penghambat pertumbuhan penerimaan pajak selama ini.

“Sebelum pembenahan tiga hal tersebut dilakukan, jangan banyak berharap penerimaan pajak bisa melonjak. Saat ini, tren pertumbuhan pajak dari tahun ke tahun hanya 10-20%, jadi enggak mungkin bisa tumbuh Rp600 triliun yang artinya tumbuh mencapai 50% tanpa ada pembenahan,” kata Darussalam kepada wartawan di Jakarta kemarin. Pembenahan tersebut akan mendorong ekstensifikasi pajak. Subjek pajak dari orang pribadi atau perusahaan diyakininya bisa bertambah.

“Tentu ekstensifikasi pajak ini mesti dibarengi dengan langkah intensifikasi yang baik,” papar Darussalam. Darussalam menyarankan direktur jenderal pajak yang baru, dari hasil lelang jabatan, tidak dibebani target pajak yang tinggi dulu, lantaran pembenahan tiga hal di atas butuh waktu setidaknya dua tahun. Namun, ia mengapresiasi proses lelang jabatan dirjen pajak yang transparan dengan tim pansel yang memiliki integritas dan melibatkan PPATK/KPK.

“Ini demi membangun fondasi awal perpajakan yang kuat. Dalam dua tahun tersebut pun bukannya penerimaan tak tumbuh, tetap tumbuh, tapi tumbuh signifikannya dua tahun ke depan, hasil dari reformasi yang dilakukan. Kita jangan melulu berpikiran untuk jangka pendek,” harapnya. Hal senada diungkapkan pengamat pajak dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Ronny Bako.

Dia berpandangan, tanpa pembenahan dan gebrakan baru, target pajak yang tinggi menjadi sesuatu yang tak masuk akal untuk diraih. Tak tercapainya penerimaan pajak selama ini, kata dia, karena minimnya partisipasi penduduk Indonesia yang membayar pajak. Padahal, potensi pajak dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar juga sangat besar.

“Dari 250 juta penduduk, yang punya penghasilan dan wajib bayar pajak itu sekitar 50%. Tapi yang terdaftar hanya 30 juta, itu pun yang patuh membayar pajak hanya 3 juta. Ini perlu kebijakan khusus,” ucapnya. Menurut Ronny, sejauh ini sistem perpajakan kita memiliki kelemahan dalam mengidentifikasi siapa saja yang wajib membayar pajak.

“Sistemnya harus dibuat sederhana, setiap yang punya penghasilan itu harus punya NPWP, pajak bisa dibayar online dan sebagainya,” lanjutnya. Ronny menjelaskan, cara untuk mengatasi masalah ini adalah mengeluarkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Pengampunan pajak yang dimaksudnya bukanlah menghilangkan kewajiban tunggakan pajak kepada wajib pajak, melainkan memangkasnya agar hanya membayar pajak sekian persen dari tunggakan.

Ronny yakin hal ini bisa mendongkrak partisipasi pajak yang untuk kemudian hari bisa signifikan menambah penerimaan pajak. “Jika ada hambatan politik, buat saja dalam bentuk perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang), kan memang mendesak, kita butuh uang. Setelah diampuni, ke depannya yang masih mengemplang pajak langsung saja dipidana,” desaknya.

Pegawai BPKP Diperbantukan

Di bagian lain, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) menunjuk 266 pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk diperbantukan di Ditjen Pajak. Pegawai BPKP yang diperbantukan tersebut bertugas sebagai tenaga ahli yang akan ikut serta mengawasi dan menguji pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Kuasa Bendahara Umum Daerah saat BPKP melaksanakan audit pengelolaan keuangan daerah.

“Para pegawai BPKP tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan diperbantukan pada Ditjen Pajak sebagai tenaga ahli,” ujar Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Wahju K Tumakaka dalam keterangan tertulisnya di Jakarta kemarin.

Wahju menambahkan, pengawasan yang dilakukan mencakup kepatuhan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan pajak Bendahara Umum Daerah terkait dengan belanja daerah.

Hatim varabi/ Ria martati
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5832 seconds (0.1#10.140)