Konsolidasi Baik demi Ketahanan Perbankan

Rabu, 26 November 2014 - 10:59 WIB
Konsolidasi Baik demi Ketahanan Perbankan
Konsolidasi Baik demi Ketahanan Perbankan
A A A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar konsolidasi perbankan segera dilakukan. Pasalnya, industri perbankan ke depan akan menghadapi kompleksitas dan tantangan lebih besar dan kompleks sehingga berisiko tinggi.

Menurut Deputi Komisioner Manajemen Strategis I B OJK Lucky Fathul AH, konsolidasi perbankan di Indonesia khususnya bank badan usaha milik negara (BUMN) merupakan langkah yang baik untuk menjaga ketahanan perbankan di Indonesia. “Merger itu yang terbaik, kita untuk buku I dan buku II harusnya sudah konsolidasi semua,” kata Lucky kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Dia mengatakan akan mendorong konsolidasi strategis agar bisnis lebih cepat, bisa saling memanfaatkan keunggulan dan peluang, serta bisa digunakan bersama agar lebih efisien. “Kita memang harus ada political will. Willingness- nya dari bank sendiri, dari parlemen, pemerintah harus ada penguatan itu. Siapa pun kita disamakan dana kita di sini mendorong ke arah konsolidasi,” ungkap dia.

Dia menjelaskan, dibandingkan di ASEAN, perbankan di Indonesia sudah kalah dengan Malaysia, Singapura, dan Thailand. Di Malaysia, ujar dia, konsolidasi tiga bank Malaysia yakni CIMB Group, RHB Capital, dan Malaysia Building Society telah menciptakan bank terbesar di negeri jiran itu dengan total aset senilai 614 miliar ringgit atau setara dengan Rp2.300 triliun.

Dia membandingkan, dari segi aset, bank terbesar di Indonesia yakni PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) hanya memiliki aset USD7,3 miliar, jauh lebih kecil dibandingkan bank asing seperti DBS yang memiliki aset USD29,8 miliar pada 2013. “Itu coba kita bandingkan asetnya, itu hanya berapa persen. Tapi apa daya kita lawan Amerika dan Eropa. Untuk itu, kita harus memperkuat perbankan di Indonesia, tapi sepenuhnya kita lebih serahkan ke kementrian BUMN,” papar dia.

Lebih lanjut dia menuturkan, konsolidasi perlu dilakukan untuk memperkuat perbankan ke depannya seperti apalagi menjelang diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015. Pengamat perbankan Paul Sutaryono menilai, merger perbankan akan bagus untuk menghadapi MEA, tetapi merger itu harus disampaikan secara utuh kepada pelaku industri perbankan.

“Jadi regulator memberikan arahan secara utuh, jangan sepenggalsepenggal memberi tahu mengenai merger BUMN. Misalkan kaya konsolidasi BPR, BPD, dan lain-lain,” papar Paul kepada KORAN SINDO kemarin. Dia mengatakan, apabila nanti regulator memberikan informasi secara tidak lengkap maka akan membuat resistensi menjadi tinggi, sehingga roadmap -nya harus lengkap dan jelas agar mencegah resistensi itu muncul.

“Merger itu tidak langsung, ini harusnya ada kajiannya dulu, jadi dibicarakan dengan asosiasi seperti dengan Apindo, Perbanas, dan lain-lain,” terangnya. Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani mengungkapkan, perbankan nasional memerlukan insentif untuk mendorong konsolidasi. Insentif yang bisa diberikan adalah keringanan pajak atau pengurangan setoran dividen untuk bank BUMN. Dia melanjutkan, insentif diperlukan agar upaya konsolidasi datang dari inisiatif industri bukan merupakan paksaan.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengaku masih menganalisis rencana penggabungan bank BUMN. Menurutnya, analisis yang dilakukan pihak BUMN bersama instansi terkait yakni mengenai penggabungan dua BUMN perbankan.

Kunthi fahmar sandy
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5459 seconds (0.1#10.140)