Serikat Pekerja Persoalkan Penetapan Direksi Pertamina
A
A
A
PALEMBANG - Penetapan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dan jajaran direksi Pertamina lainnya yang baru oleh pemerintah pada 28 November lalu dipersoalkan.
Serikat Pekerja Pertamina (SPP) RU III Plaju sebagai anggota Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menuntut agar pemerintah lebih transparan dalam menetapkan Dewan Direksi sesuai dengan proses, kriteria dan aturan Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas).
“Karena ini sudah terjadi dan telah ditetapkan pemerintah, maka kami tidak menuntut mereka untuk mundur. Namun kami hanya menuntut proses dan kriteria menjadi dewan direksi,” kata Ketua SPP RU III Plaju, Dicky Firmansyah, Selasa (2/12/2014).
Menurut dia, ada empat nama dewan direksi yang telah ditetapkan pemerintah yakni Dwi Soetjipto berlatar belakang sebagai mantan Direktur Utama PT Semen Indonesia, Ahmad Bambang, eks Direktur PT Pertamina Trans Continental, Yenni Andayani, eks Supervisor Gas dan Power Pertamina dan Arief Budiman sebagai eks McKinsey.
Dia mengemukakan, ada enam poin sikap dari SPP RU III yakni penetapan Dirut Pertamina sama sekali tidak berlatar belakang migas. Padahal FSPPB pada 4 November lalu telah menyampaikan suara terhadap kriteria calon direksi.
“Kami menilai track record Dwi Soetjipto yang berlatar belakang industri semen kurang pas dan diyakini tak mampu menyelesaikan permasalahan sektor migas yang jauh lebih berat dan sangat komplek seperti peningkatan lifting minyak, membenahi sektor hulu dan hilir migas, upaya membangun kilang, perbaiki bisnis kapal tangker,” ujarnya.
Bukan itu saja, pihaknya menilai latar belakang dari Dirut Pertamina baru berpotensi mengancam kemajuan perusahaan dan kedaulatan energi nasional lantaran tak mampu menahan intervensi pihak tertentu dan pihak asing yang berkepentingan.
Mencermati konstelasi industri migas dan politik nasional dan internasional yang dikaitkan dengan suksesi kepemimpinan ditubuh Pertamina, kata dia, pihaknya menilai akan ada potensi yang mengarah pada keterpurukan perusahaan melalui skenario pembengkakan hutang Pertamina yang memudahkan masuknya investasi asing.
“Kami (SPP RU III) sebagai mitra dan stakeholder utama perusahaan akan selalu mengawasi kiprah dewan direksi Pertamina dalam memimpin perusahaan migas strategis ini dan mendesak dewan direksi mampu mengatakan tidak pada korupsi, divestasi, privatisasi dan intervensi,” jelasnya.
Serikat Pekerja Pertamina (SPP) RU III Plaju sebagai anggota Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menuntut agar pemerintah lebih transparan dalam menetapkan Dewan Direksi sesuai dengan proses, kriteria dan aturan Undang-Undang Minyak dan Gas (Migas).
“Karena ini sudah terjadi dan telah ditetapkan pemerintah, maka kami tidak menuntut mereka untuk mundur. Namun kami hanya menuntut proses dan kriteria menjadi dewan direksi,” kata Ketua SPP RU III Plaju, Dicky Firmansyah, Selasa (2/12/2014).
Menurut dia, ada empat nama dewan direksi yang telah ditetapkan pemerintah yakni Dwi Soetjipto berlatar belakang sebagai mantan Direktur Utama PT Semen Indonesia, Ahmad Bambang, eks Direktur PT Pertamina Trans Continental, Yenni Andayani, eks Supervisor Gas dan Power Pertamina dan Arief Budiman sebagai eks McKinsey.
Dia mengemukakan, ada enam poin sikap dari SPP RU III yakni penetapan Dirut Pertamina sama sekali tidak berlatar belakang migas. Padahal FSPPB pada 4 November lalu telah menyampaikan suara terhadap kriteria calon direksi.
“Kami menilai track record Dwi Soetjipto yang berlatar belakang industri semen kurang pas dan diyakini tak mampu menyelesaikan permasalahan sektor migas yang jauh lebih berat dan sangat komplek seperti peningkatan lifting minyak, membenahi sektor hulu dan hilir migas, upaya membangun kilang, perbaiki bisnis kapal tangker,” ujarnya.
Bukan itu saja, pihaknya menilai latar belakang dari Dirut Pertamina baru berpotensi mengancam kemajuan perusahaan dan kedaulatan energi nasional lantaran tak mampu menahan intervensi pihak tertentu dan pihak asing yang berkepentingan.
Mencermati konstelasi industri migas dan politik nasional dan internasional yang dikaitkan dengan suksesi kepemimpinan ditubuh Pertamina, kata dia, pihaknya menilai akan ada potensi yang mengarah pada keterpurukan perusahaan melalui skenario pembengkakan hutang Pertamina yang memudahkan masuknya investasi asing.
“Kami (SPP RU III) sebagai mitra dan stakeholder utama perusahaan akan selalu mengawasi kiprah dewan direksi Pertamina dalam memimpin perusahaan migas strategis ini dan mendesak dewan direksi mampu mengatakan tidak pada korupsi, divestasi, privatisasi dan intervensi,” jelasnya.
(gpr)