Bambang: Kita Tidak Bisa Rileks
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menerangkan bahwa, tidak ada waktu lagi bagi Indonesia terutama pengusaha di sektor keuangan untuk rileks.
Bambang menjelaskan, rileks di sini dalam artian jika perusahaan keuangan sudah dalam kondisi statis ekonominya, itu wajar. Namun yang harus diwaspadai adalah jika nanti terjadi krisis.
"Itu sebabnya kita enggak boleh rileks, itu soal tadi setiap saat harus antisipasi buat menghadapi terjadinya krisis. Maka kita bekerja sama untuk bahu membahu menghadapi krisis," kata dia di Jakarta, Rabu(10/12/2014) malam.
Bentuk kerja samanya, lanjut Bambang, dari segi otoritas, pemerintah sebagai otoritas fiskal, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, OJK yang mengawasi seluruh lembaga keuangan yang sifatnya tidak mengikat harus diikuti semua pihak.
"Dengan adanya lembaga tersebut, situasi jadi lebih cair, semua isu dibahas di situ, tanpa harus mengintervensi dan memengaruhi indepedensi masing-masing pihak," jelas Menkeu.
Artinya, kata dia, pemerintah tak bisa mengintervensi BI soal policy rate. BI juga tak bisa intervensi pemerintah di dalam defisit anggaran. Atau pemerintah juga tidak bisa mengintervensi OJK untuk melihat bank itu buku 1 atau 2.
"Jadi saling menjaga. Tapi kita tetap bekerja sama di dalam bidang nasional untuk menghadapi krisis. Dan punya beberapa variabel kunci yang buat kita bisa mengambil keputusan, kalau ini sudah diambang bahaya," ujarnya.
Hal tersebut agar Indonesia selalu waspada atau siaga. Karena ketika pemerintah Indonesia merumuskan pada kondisi waspada, paling tidak mengetahui apa yang harus kita lakukan.
"Masing-masing dari kita bisa bersiap dan tahu apa yang harus dilakukan, OJK ngapain, BI ngapain dan pemerintah ngapain," pungkas dia.
Bambang menjelaskan, rileks di sini dalam artian jika perusahaan keuangan sudah dalam kondisi statis ekonominya, itu wajar. Namun yang harus diwaspadai adalah jika nanti terjadi krisis.
"Itu sebabnya kita enggak boleh rileks, itu soal tadi setiap saat harus antisipasi buat menghadapi terjadinya krisis. Maka kita bekerja sama untuk bahu membahu menghadapi krisis," kata dia di Jakarta, Rabu(10/12/2014) malam.
Bentuk kerja samanya, lanjut Bambang, dari segi otoritas, pemerintah sebagai otoritas fiskal, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, OJK yang mengawasi seluruh lembaga keuangan yang sifatnya tidak mengikat harus diikuti semua pihak.
"Dengan adanya lembaga tersebut, situasi jadi lebih cair, semua isu dibahas di situ, tanpa harus mengintervensi dan memengaruhi indepedensi masing-masing pihak," jelas Menkeu.
Artinya, kata dia, pemerintah tak bisa mengintervensi BI soal policy rate. BI juga tak bisa intervensi pemerintah di dalam defisit anggaran. Atau pemerintah juga tidak bisa mengintervensi OJK untuk melihat bank itu buku 1 atau 2.
"Jadi saling menjaga. Tapi kita tetap bekerja sama di dalam bidang nasional untuk menghadapi krisis. Dan punya beberapa variabel kunci yang buat kita bisa mengambil keputusan, kalau ini sudah diambang bahaya," ujarnya.
Hal tersebut agar Indonesia selalu waspada atau siaga. Karena ketika pemerintah Indonesia merumuskan pada kondisi waspada, paling tidak mengetahui apa yang harus kita lakukan.
"Masing-masing dari kita bisa bersiap dan tahu apa yang harus dilakukan, OJK ngapain, BI ngapain dan pemerintah ngapain," pungkas dia.
(izz)