Pengusaha Sampaikan Keluhan ke BKPM
A
A
A
JAKARTA - Kalangan pengusaha pertekstilan dan alas kaki mengeluhkan masalah yang dinilai mengganggu iklim industri nasional. Mereka juga meminta kemudahan untuk menjaga kesinambungan industri padat karya itu.
Menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat, ada tiga hal yang disampaikan kepada pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ketiganya adalah masalah energi, tenaga kerja, dan liberalisasi perdagangan dengan Eropa dan Amerika Serikat.
“Kami sampaikan ketiga hal itu agar industri padat karya tetap hidup dan bisa menarik investasi baru. Kami ingin agar bagaimana caranya dapat memelihara industri yang sudah ada ini dan menjadi promosi bagi kedatangan investasi baru,” ujar Ade di Jakarta kemarin. Ade mengatakan, hal lain yang juga perlu mendapat perhatian pemerintah adalah adanya kesamaan standardisasi perizinan antardaerah.
Secara rinci dia menjelaskan, terkait persoalan energi pengusaha meminta agar pasokan gas selalu dijaga serta insentif untuk mengurangi dampak kenaikan tarif listrik. Sedangkan soal tenaga kerja, pengusaha ingin agar aturan batas minimal usia buruh diturunkan dari 18 tahun menjadi 17 tahun.
“Dalam industri padat karya yang dibutuhkan adalah tenaga kerja dengan keahlian yang tidak terlalu kompleks. Kami juga mengusulkan biaya pendidikan untuk sekolah menengah kejuruan (SMK) dibebaskan agar menghasilkan banyak lulusan yang siap kerja,” ujar dia.
Sedangkan untuk masalah perdagangan, API meminta agar Indonesia masuk dalam skema perdagangan bebas Trans-Pasifik Partnership (TPP). Hal ini diyakini dapat memberikan keuntungan karena pengusaha tekstil bisa masuk ke pasar Amerika Serikat (AS) tanpa dibebani pajak impor seperti halnya dilakukan Vietnam.
“Mereka telah free trade dengan Amerika, yaitu di TPP sehingga bea masuk mereka lebih murah, kita 12,3%,” tambah Ade. Sementara dengan Eropa, inisiatif perdagangan bebas yang telah digalang selama lima tahun terakhir hingga kini belum juga terealisasi. Dia meyakini dengan terbukanya akses perdagangan dengan AS dan Eropa akan memacu pertumbuhan ekspor hingga tiga kali lipat dibanding dengan saat ini yang baru mencapai 1,8% dari pangsa pasar dunia yang mencapai USD711 miliar.
Sebagai perbandingan, Vietnam telah mencapai pangsa pasar 26%. Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Persepatuan Indonesia Harijanto menambahkan, jika kendala-kendala tersebut teratasi, dalam lima tahun ke depan industri alas kaki bisa tumbuh dua kali lipat. Peluang untuk tumbuh masih sangat lebar, karena penguasa pangsa pasar saat ini adalah China, Vietnam, dan Indonesia.
“Sepatu dengan (nilai ekspor) USD4 miliar orang yang kerja 800.000 sampai 1 juta, kalau dua kali lipat ya bisa 2 juta orang, itu masuk akal sekali karena market share masih kecil,” katanya.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, pemerintah akan terus melanjutkan diskusi dengan para pengusaha untuk mendapatkan rekomendasi mengenai investasi. BKPM juga terus menagih komitmen para investor yang ingin melakukan perluasan usaha.
“Yang saya minta adalah tolong didetailkan nilai investasi dari garmen maupun dari alas kaki, kemudian berapa serapan tenaga kerjanya, kemudian hambatan apa yang dikeluhkan sehingga peran BKPM untuk mendorong peran sektor padat karya khususnya dua sektor yang hadir hari ini,” kata dia.
Menanggapi permintaan untuk standardisasi perizinan, dia mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan standarisasi perizinan di daerah. Untuk perizinan satu pintu, memang saat ini BKPM sedang fokus pada tingkat nasional, sementara reviu untuk perizinan di daerah masih berlangsung.
Ria martati
Menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat, ada tiga hal yang disampaikan kepada pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ketiganya adalah masalah energi, tenaga kerja, dan liberalisasi perdagangan dengan Eropa dan Amerika Serikat.
“Kami sampaikan ketiga hal itu agar industri padat karya tetap hidup dan bisa menarik investasi baru. Kami ingin agar bagaimana caranya dapat memelihara industri yang sudah ada ini dan menjadi promosi bagi kedatangan investasi baru,” ujar Ade di Jakarta kemarin. Ade mengatakan, hal lain yang juga perlu mendapat perhatian pemerintah adalah adanya kesamaan standardisasi perizinan antardaerah.
Secara rinci dia menjelaskan, terkait persoalan energi pengusaha meminta agar pasokan gas selalu dijaga serta insentif untuk mengurangi dampak kenaikan tarif listrik. Sedangkan soal tenaga kerja, pengusaha ingin agar aturan batas minimal usia buruh diturunkan dari 18 tahun menjadi 17 tahun.
“Dalam industri padat karya yang dibutuhkan adalah tenaga kerja dengan keahlian yang tidak terlalu kompleks. Kami juga mengusulkan biaya pendidikan untuk sekolah menengah kejuruan (SMK) dibebaskan agar menghasilkan banyak lulusan yang siap kerja,” ujar dia.
Sedangkan untuk masalah perdagangan, API meminta agar Indonesia masuk dalam skema perdagangan bebas Trans-Pasifik Partnership (TPP). Hal ini diyakini dapat memberikan keuntungan karena pengusaha tekstil bisa masuk ke pasar Amerika Serikat (AS) tanpa dibebani pajak impor seperti halnya dilakukan Vietnam.
“Mereka telah free trade dengan Amerika, yaitu di TPP sehingga bea masuk mereka lebih murah, kita 12,3%,” tambah Ade. Sementara dengan Eropa, inisiatif perdagangan bebas yang telah digalang selama lima tahun terakhir hingga kini belum juga terealisasi. Dia meyakini dengan terbukanya akses perdagangan dengan AS dan Eropa akan memacu pertumbuhan ekspor hingga tiga kali lipat dibanding dengan saat ini yang baru mencapai 1,8% dari pangsa pasar dunia yang mencapai USD711 miliar.
Sebagai perbandingan, Vietnam telah mencapai pangsa pasar 26%. Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Persepatuan Indonesia Harijanto menambahkan, jika kendala-kendala tersebut teratasi, dalam lima tahun ke depan industri alas kaki bisa tumbuh dua kali lipat. Peluang untuk tumbuh masih sangat lebar, karena penguasa pangsa pasar saat ini adalah China, Vietnam, dan Indonesia.
“Sepatu dengan (nilai ekspor) USD4 miliar orang yang kerja 800.000 sampai 1 juta, kalau dua kali lipat ya bisa 2 juta orang, itu masuk akal sekali karena market share masih kecil,” katanya.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, pemerintah akan terus melanjutkan diskusi dengan para pengusaha untuk mendapatkan rekomendasi mengenai investasi. BKPM juga terus menagih komitmen para investor yang ingin melakukan perluasan usaha.
“Yang saya minta adalah tolong didetailkan nilai investasi dari garmen maupun dari alas kaki, kemudian berapa serapan tenaga kerjanya, kemudian hambatan apa yang dikeluhkan sehingga peran BKPM untuk mendorong peran sektor padat karya khususnya dua sektor yang hadir hari ini,” kata dia.
Menanggapi permintaan untuk standardisasi perizinan, dia mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan standarisasi perizinan di daerah. Untuk perizinan satu pintu, memang saat ini BKPM sedang fokus pada tingkat nasional, sementara reviu untuk perizinan di daerah masih berlangsung.
Ria martati
(bbg)