Industri Pulp-Kertas Berpeluang di MEA

Rabu, 24 Desember 2014 - 13:34 WIB
Industri Pulp-Kertas Berpeluang di MEA
Industri Pulp-Kertas Berpeluang di MEA
A A A
JAKARTA - Industri pulp dan kertas nasional dinilai berpeluang besar memenangkan pasar saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) diimplementasikan pada tahun depan.

Optimisme tersebut dikarenakan selama ini industri pulp dan kertas Indonesia merupakan nomor satu di ASEAN dan sudah merajai ekspor ke seluruh negara wilayah Asia Tenggara. Beberapa negara bahkan sudah sangat bergantung pada produk Indonesia. Pengamat ekonomi, Aviliani, mengatakan bahwa pemerintah harus mendorong dengan kebijakan yang kondusif bagi pengusaha baik di tingkat industri maupun di tingkat hulu.

”Kita mendominasi 45% pasar kertas dunia. Memang halangannya menjadi banyak karena biasanya Indonesia hanya mendukung bahan mentah menjadi barang jadi dan setengah jadi,” ujarnya dalam diskusi ”Proyeksi Pertumbuhan Industri Pulp dan Kertas tahun 2015” di Jakarta kemarin.

Menurut Aviliani, industri pulp dan kertas harus diberi insentif karena menjadi daya dukung ekspor yang tinggi. Saat ini permintaan dari kawasan Asia mencapai 28,6 juta ton atau sekitar 52% dari total dunia. ”Asia lebih mendominasi karena pasar baru paling banyak hanya di ASEAN dan China,” ujarnya.

Konsumsi kertas dan pulp di Asia rata-rata tumbuh 2,4% per tahun sampai 2017 sedangkan dunia pertumbuhannya hanya 2,1%. Dengan demikian, sampai tahun 2025 dibutuhkan sekitar 500 juta ton. Aviliani melanjutkan, selama ini produktivitas industri kertas dan pulp belum maksimal karena produksi hutan tanaman industri (HTI) yang terhenti.

Padahal jika melihat daya saing industri, sudah cukup bagus. Sementara, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Pranata mengatakan, kendati ekspor cukup tinggi, produk kertas cokelat yang biasanya digunakan industri makanan dan minuman masih menggunakan bahan baku impor.

Setiap tahunnya Indonesia mengimpor bahan kertas cokelat berupa kertas bekas (waste paper) sebanyak 4-4,5 juta ton. ”Waste paper ini nilai investasinya ke depan diperkirakan bertambah karena para pelaku industri kertas lebih cenderung ke kertas cokelat,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan mengatakan, banyaknya kertas impor memaksa para pelaku usaha untuk menurunkan harga jual di pasar dalam negeri agar mampu bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah. ”Mengapa kita masih impor? Padahal, kita produksi begitu besar dan ekspor juga besar. Indonesia jangan hanya mengirim bahan baku ke luar negeri,” ujarnya.

Oktiani endarwati
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4727 seconds (0.1#10.140)