PLN Diminta Genjot Rasio Elektrifikasi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berharap terpilihnya Sofyan Basir sebagai Direktur Utama PT PLN (Persero) mampu meningkatkan rasio elektrifikasi hingga 100% pada 2020.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, sesuai rekomendasi Komite Ekonomi Nasional (KEN) bahwa rasio elektrifikasi harus mampu ditingkatkan hingga 100% atau di atas 95,5% pada 2020.
Jarman menuturkan, akhir tahun ini rasio elektrifikasi mencapai 83,5 %. Artinya, nakhoda baru PLN harus bisa meningkatkan rasio elektrifikasi 3% per tahun. “Itu otomatis, implementasi ini harus dicapai,” kata Jarman kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
Jarman menambahkan, implementasi program pembangunan pembangkit berkapasitas 35.000 MW pada periode 2015-2019 juga harus dijalankan. Tidak hanya pembangkit, untuk mengiringi target pembangkit 35.000 MW, harus ada perbaikan dari sisitransmisi agar pasokan listrik merata mencapai daerah-daerah terpencil seperti yang telah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo.
Di luar target teknis tersebut, Jarman pun berharap mantan Direktur Utama Bank BRI itu juga dapat mengelola keuangan perseroan dengan lebih baik. Mantan Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan, persoalan energi di Tanah Air sebetulnya masih sangat banyak. Dia mencontohkan, masalah penyebaran energi yang belum merata.
“Tak usah jauhjauh ke daerah terpencil di luar Jawa, di Jawa pun pasokan energi belum merata,” ungkapnya. Permasalahan berikutnya adalah pilihan energi yang akan digunakan ke depan, yakni energi berbasis bahan bakar fosil atau energi terbarukan. Pilihan teknologi yang digunakan dalam mengembangkan energi modern pun menurutnya cukup banyak.
“Misalnya geotermal, potensinya memang sangat besar, tapi sebenarnya permasalahannya punbanyak. Laluenergi surya, di tropis baik, tapi efektifnya cuma 3,5-5 jam,” paparnya. Pemakaian bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) memang masih relatif tinggi.
Data Kementerian ESDM tahun 2013 menunjukkan, porsi penggunaan BBM ke pembangkit listrik masih 12,6%. Di tahun 2014 porsi tersebut ditargetkan turun menjadi 9,7%. Sedangkan, porsi batu bara yang pada 2013 sebesar 51,54% ditargetkan naik menjadi 57,24% pada 2014.
Target penurunannya sesuai dengan energy mix adalah 2% hingga tahun 2019. Persoalan berikutnya adalah pendanaan. Menurut Pamudji, harus ada cara untuk mendanai pertumbuhan dan penyertaan modal. “Banyak konsesi diserahkan swasta gagal, harus ada kombinasi yang tepat apakah badan usaha milik negara, anggaran pendapatan dan belanja negara, dan swasta,” tuturnya.
Tidak hanya itu, harga energi juga masih menjadi masalah saat ini. Kemudian, eksekusi proyek energi sering terhambat akibat sulitnya perizinan. Sementara, pengamat kelistrikan Okky Setiawan mengatakan bahwa pekerjaan rumah utama yang harus dikerjakan oleh dirut baru PLN ada tiga. Pertama, mengurangi porsi BBM untuk pembangkit dan menggantikannya dengan gas.
“Jika ini bisa dilakukan, PLN akan mendapatkan efisiensi tinggi dari penurunan biaya bahan bakar,” kata dia. Permasalahan kedua, dirut baru PLN harus berani mengubah mekanisme pembelian batu bara untuk pembangkit yang selama ini menggunakan mata uang dolar AS.
Ketiga, direksi PLN yang baru perlu mewaspasdai pinjaman dari luar negeri. Menurut dia, bunga murah dan tenor panjang yang ditawarkan bisa membahayakan PLN karena pendapatan BUMN kelistrikan itu juga dalam rupiah.
Nanang wijayanto
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, sesuai rekomendasi Komite Ekonomi Nasional (KEN) bahwa rasio elektrifikasi harus mampu ditingkatkan hingga 100% atau di atas 95,5% pada 2020.
Jarman menuturkan, akhir tahun ini rasio elektrifikasi mencapai 83,5 %. Artinya, nakhoda baru PLN harus bisa meningkatkan rasio elektrifikasi 3% per tahun. “Itu otomatis, implementasi ini harus dicapai,” kata Jarman kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
Jarman menambahkan, implementasi program pembangunan pembangkit berkapasitas 35.000 MW pada periode 2015-2019 juga harus dijalankan. Tidak hanya pembangkit, untuk mengiringi target pembangkit 35.000 MW, harus ada perbaikan dari sisitransmisi agar pasokan listrik merata mencapai daerah-daerah terpencil seperti yang telah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo.
Di luar target teknis tersebut, Jarman pun berharap mantan Direktur Utama Bank BRI itu juga dapat mengelola keuangan perseroan dengan lebih baik. Mantan Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan, persoalan energi di Tanah Air sebetulnya masih sangat banyak. Dia mencontohkan, masalah penyebaran energi yang belum merata.
“Tak usah jauhjauh ke daerah terpencil di luar Jawa, di Jawa pun pasokan energi belum merata,” ungkapnya. Permasalahan berikutnya adalah pilihan energi yang akan digunakan ke depan, yakni energi berbasis bahan bakar fosil atau energi terbarukan. Pilihan teknologi yang digunakan dalam mengembangkan energi modern pun menurutnya cukup banyak.
“Misalnya geotermal, potensinya memang sangat besar, tapi sebenarnya permasalahannya punbanyak. Laluenergi surya, di tropis baik, tapi efektifnya cuma 3,5-5 jam,” paparnya. Pemakaian bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) memang masih relatif tinggi.
Data Kementerian ESDM tahun 2013 menunjukkan, porsi penggunaan BBM ke pembangkit listrik masih 12,6%. Di tahun 2014 porsi tersebut ditargetkan turun menjadi 9,7%. Sedangkan, porsi batu bara yang pada 2013 sebesar 51,54% ditargetkan naik menjadi 57,24% pada 2014.
Target penurunannya sesuai dengan energy mix adalah 2% hingga tahun 2019. Persoalan berikutnya adalah pendanaan. Menurut Pamudji, harus ada cara untuk mendanai pertumbuhan dan penyertaan modal. “Banyak konsesi diserahkan swasta gagal, harus ada kombinasi yang tepat apakah badan usaha milik negara, anggaran pendapatan dan belanja negara, dan swasta,” tuturnya.
Tidak hanya itu, harga energi juga masih menjadi masalah saat ini. Kemudian, eksekusi proyek energi sering terhambat akibat sulitnya perizinan. Sementara, pengamat kelistrikan Okky Setiawan mengatakan bahwa pekerjaan rumah utama yang harus dikerjakan oleh dirut baru PLN ada tiga. Pertama, mengurangi porsi BBM untuk pembangkit dan menggantikannya dengan gas.
“Jika ini bisa dilakukan, PLN akan mendapatkan efisiensi tinggi dari penurunan biaya bahan bakar,” kata dia. Permasalahan kedua, dirut baru PLN harus berani mengubah mekanisme pembelian batu bara untuk pembangkit yang selama ini menggunakan mata uang dolar AS.
Ketiga, direksi PLN yang baru perlu mewaspasdai pinjaman dari luar negeri. Menurut dia, bunga murah dan tenor panjang yang ditawarkan bisa membahayakan PLN karena pendapatan BUMN kelistrikan itu juga dalam rupiah.
Nanang wijayanto
(bbg)