Pemerintah Diminta Pilih Dirut Bank BUMN Pro-Konsolidasi

Kamis, 08 Januari 2015 - 09:50 WIB
Pemerintah Diminta Pilih Dirut Bank BUMN Pro-Konsolidasi
Pemerintah Diminta Pilih Dirut Bank BUMN Pro-Konsolidasi
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta tidak asal memilih kandidat direktur utama (dirut) bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dirut bank BUMN harus memiliki visi dan komitmen yang kuat terhadap konsolidasi perbankan atau prokonsolidasi. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistyaningsih menyatakan, konsolidasi perbankan amat dibutuhkan untuk menghadapi liberalisasi perbankan MEA 2020, di mana nantinya bank-bank berstatus Qualified ASEAN Banks (QAB) bebas berekspansi ke berbagai negara ASEAN.

Menurut Lana, sebagai pemegang saham, pemerintah berwenang mengatur aset dan pengelolaan bank-bank milik negara. Untuk itu, pemerintah harus mencari kandidat dirut bank BUMN yang mampu menjawab tantangan zaman dalam 10 tahun ke depan. “Saya yakin pemerintah tentu akan memilih orang yang sesuai dengan visi konsolidasi perbankan,” ujar Lana di Jakarta kemarin.

Untuk menghadapi MEA 2020, bank-bank BUMN harus berkonsolidasi dan itu dapat dimulai dari bank-bank BUMN. Tantangannya adalah bankbank nasional menghadapi bank-bank ASEAN yang memiliki modal besar, jika tidak dapat menambah modal, satusatunya cara adalah melalui konsolidasi.

“Dapat kita bandingkan dengan Maybank yang memiliki modal hingga USD50 miliar atau setara sekitar Rp500 triliun. Bandingkan dengan Bank Mandiri yang modalnya hanya Rp100 triliun,” kata Lana. Lana menambahkan, pemerintah harus dapat menyuntik modal bank-bank BUMN untuk mengatasi persaingan dengan bank-bank asing.

Namun, jika konsolidasi dilakukan, misalnya Bank Mandiri dengan Bank BNI, maka dapat menambah modal sekitar Rp200-300 triliun. Sementara, Kepala Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi UI Telisa Aulia Falianty mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak asal pilih saat mencari kandidat pengganti dirut bank BUMN definitif. Selain harus mencari sosok yang ahli di bidang perbankan, pemerintah juga harus jeli mencari sosok yang tidak alergi terhadap konsolidasi perbankan.

Intinya, jangan pilih sosok yang belum apa-apa sudah antipati sama konsolidasi. Harus cari yang open mind. Alasannya sederhana, karena konsolidasi perbankan itu memang perlu untuk menghadapi MEA tahun 2020 di industri keuangan. “Kalau dirutnya lebih pro, tentu proses ini lebih mudah,” ujar Telisa.

Menurut Telisa, Indonesia kini sudah jauh tertinggal dibanding bank-bank nasional negara lain. Singapura, Malaysia, Thailand, masing-masing sudah memiliki regional bank melalui DBS Bank, CIMB Bank, dan Siam Commercial Bank. Sedangkan, Indonesia belum memiliki satu bank kakap hasil konsolidasi meski masuk negara dengan perekonomian 16 besar dunia.

Ant
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8505 seconds (0.1#10.140)