Aset Industri Keuangan Non-Bank Rp1.514,6 T
A
A
A
JAKARTA - Aset Industri Keuangan Non Bank (IKNB) hingga November 2014 mencapai Rp1.514,6 triliun. Jumlah tersebut naik sekitar 12,84% dibandingkan posisi pada Desember 2013.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penguasaan aset terbesar IKNB terdapat pada industri perasuransian sebesar Rp772,7 triliun. Selanjutnya, perusahaan pembiayaan (Rp435,9 triliun), dana pensiun (Rp186,1 triliun), lembaga jasa keuangan khusus (Rp114,9 triliun), dan industri jasa penunjang (Rp4,9 triliun).
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Firdaus Djaelani mengatakan, sampai dengan November 2014 pertumbuhan premi industri asuransi sebesar 40,9% atau Rp237,7 triliun, naik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2013 sebesar 9%. Adapun, pertumbuhan premi tertinggi pada asuransi sosial sebesar 566,4% atau sebesar Rp63,2 triliun.
“Sedangkan, premi asuransi jiwa sebesar Rp115,6 triliun, asuransi umum Rp43,8 triliun, dan reasuransi Rp5,4 triliun. Sementara, klaim asuransi juga mengalami kenaikan 40%, sebesar Rp145,9 triliun,” ujar Firdaus di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, angka densitas (premi bruto/jumlah penduduk) dan angka penetrasi (premi bruto/GDP) juga menunjukkan nilai positif.
Densitas asuransi jiwa sampai November 2014 sebesar Rp458.980 naik dibanding November 2013 sebanyak Rp426.530. Sedangkan, angka penetrasi asuransi jiwa sebesar 1,26% naik dibandingkan tahun 2013 yang hanya 1,17%. Sementara, densitas asuransi umum sampai November 2014 sebesar Rp174.090, turun dibanding November 2013 yang sebesar Rp175.000.
Angka penetrasi asuransi umum sebesar 0,48% atau stagnan dibanding tahun 2013. Sementara, densitas asuransi komersial sampai November 2014 sebesar Rp633.070, naik dibanding November 2013 yang sebesar Rp601.530. “Angka penetrasi asuransi komersial sebesar 1,74%, naik dibandingkan tahun 2013 sebesar 1,65%,” ucapnya.
Firdaus mengungkapkan, dalam rangka mendukung pertumbuhan IKNB, selama tahun 2014 OJK telah menerbitkan peraturan di bidang IKNB yaitu 14 peraturan OJK, tiga peraturan Dewan Komisioner OJK, enam surat edaran OJK, dan empat surat edaran Dewan Komisioner OJK.
Adapun, tahun 2015 terdapat beberapa prioritas program OJK untuk asuransi, di antaranya penyusunan Peraturan OJK di bidang perasuransian, penyusunan program persiapan implementasi MEA tahun 2015, revisi PMK No 53/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, pengaturan treaty reasuransi, serta tarif premi asuransi. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Ahmad Fauzie Darwis sebelumnya menyatakan, tahun ini pertumbuhan asuransi bisa ditopang oleh kebijakan pemerintah yang menggenjot sektor infrastruktur.
Pada kesempatan wawancara khusus dengan KORAN SINDO beberapa waktu lalu, dia optimistis penetrasi asuransi di Tanah Air yang masih kecil membuat peluang bisnis asuransi masih terbuka lebar.
“Dengan target pertumbuhan di atas 5%, ini akan turut mendorong permintaan. Ini berarti tingkat daya beli akan terus berkembang sehingga Indonesia akan menjadi pasar yang sangat menggiurkan bagi industri asuransi dalam dan terlebih lagi luar negeri,” ujar Ahmad.
Dia menambahkan, apabila pemerintah bisa merealisasikan pembangunan poros maritim yang mengandalkan perhubungan laut, maka tidak menutup kemungkinan pengangkutan laut bisa mendominasi pangsa pasar asuransi umum di Indonesia.
Bahkan, asuransi engineering dan penjaminan juga diyakini akan tumbuh signifikan apabila janji pemerintahan baru dipenuhi.
Kunthi fahmar sandy/ Hafid fuad
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penguasaan aset terbesar IKNB terdapat pada industri perasuransian sebesar Rp772,7 triliun. Selanjutnya, perusahaan pembiayaan (Rp435,9 triliun), dana pensiun (Rp186,1 triliun), lembaga jasa keuangan khusus (Rp114,9 triliun), dan industri jasa penunjang (Rp4,9 triliun).
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Firdaus Djaelani mengatakan, sampai dengan November 2014 pertumbuhan premi industri asuransi sebesar 40,9% atau Rp237,7 triliun, naik dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2013 sebesar 9%. Adapun, pertumbuhan premi tertinggi pada asuransi sosial sebesar 566,4% atau sebesar Rp63,2 triliun.
“Sedangkan, premi asuransi jiwa sebesar Rp115,6 triliun, asuransi umum Rp43,8 triliun, dan reasuransi Rp5,4 triliun. Sementara, klaim asuransi juga mengalami kenaikan 40%, sebesar Rp145,9 triliun,” ujar Firdaus di Jakarta kemarin. Dia melanjutkan, angka densitas (premi bruto/jumlah penduduk) dan angka penetrasi (premi bruto/GDP) juga menunjukkan nilai positif.
Densitas asuransi jiwa sampai November 2014 sebesar Rp458.980 naik dibanding November 2013 sebanyak Rp426.530. Sedangkan, angka penetrasi asuransi jiwa sebesar 1,26% naik dibandingkan tahun 2013 yang hanya 1,17%. Sementara, densitas asuransi umum sampai November 2014 sebesar Rp174.090, turun dibanding November 2013 yang sebesar Rp175.000.
Angka penetrasi asuransi umum sebesar 0,48% atau stagnan dibanding tahun 2013. Sementara, densitas asuransi komersial sampai November 2014 sebesar Rp633.070, naik dibanding November 2013 yang sebesar Rp601.530. “Angka penetrasi asuransi komersial sebesar 1,74%, naik dibandingkan tahun 2013 sebesar 1,65%,” ucapnya.
Firdaus mengungkapkan, dalam rangka mendukung pertumbuhan IKNB, selama tahun 2014 OJK telah menerbitkan peraturan di bidang IKNB yaitu 14 peraturan OJK, tiga peraturan Dewan Komisioner OJK, enam surat edaran OJK, dan empat surat edaran Dewan Komisioner OJK.
Adapun, tahun 2015 terdapat beberapa prioritas program OJK untuk asuransi, di antaranya penyusunan Peraturan OJK di bidang perasuransian, penyusunan program persiapan implementasi MEA tahun 2015, revisi PMK No 53/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, pengaturan treaty reasuransi, serta tarif premi asuransi. Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Ahmad Fauzie Darwis sebelumnya menyatakan, tahun ini pertumbuhan asuransi bisa ditopang oleh kebijakan pemerintah yang menggenjot sektor infrastruktur.
Pada kesempatan wawancara khusus dengan KORAN SINDO beberapa waktu lalu, dia optimistis penetrasi asuransi di Tanah Air yang masih kecil membuat peluang bisnis asuransi masih terbuka lebar.
“Dengan target pertumbuhan di atas 5%, ini akan turut mendorong permintaan. Ini berarti tingkat daya beli akan terus berkembang sehingga Indonesia akan menjadi pasar yang sangat menggiurkan bagi industri asuransi dalam dan terlebih lagi luar negeri,” ujar Ahmad.
Dia menambahkan, apabila pemerintah bisa merealisasikan pembangunan poros maritim yang mengandalkan perhubungan laut, maka tidak menutup kemungkinan pengangkutan laut bisa mendominasi pangsa pasar asuransi umum di Indonesia.
Bahkan, asuransi engineering dan penjaminan juga diyakini akan tumbuh signifikan apabila janji pemerintahan baru dipenuhi.
Kunthi fahmar sandy/ Hafid fuad
(ars)