Sasar Kelas Menengah melalui Green Development
A
A
A
PT Triyasa Propertindo memang baru empat tahun berdiri sebagai pengembang properti di Indonesia. Meski demikian, anak usaha PT Mahadana Dasha Utama tersebut optimistis mampu bersaing dengan pengembang properti nasional lainnya yang telah berusia hingga puluhan tahun.
Melalui diferensiasi produk yang menitikberatkan pada pembangunan gedung ramah lingkungan (green development), Triyasa yakin bisa masuk ke pangsa pasar kelas menengah (middle upper) di Tanah Air.
Ke depan perusahaan akan fokus pada tiga sektor properti yaitu gedung perkantoran (high rise office building), high rise condominium (gedung apartemen) dan rumah tapak (landedhouse). Untuk lebih mengetahui rencana bisnis perseroan ke depan, berikut wawancara Head of Marketing & Business Development Triyasa Propertindo Deden E Sudarbo kepada KORAN SINDO belum lama ini.
Bisa dijelaskan proyek apa saja yang saat ini tengah dikembangkan Triyasa?
Kami sedang mengembangkan gedung perkantoran strata title di kawasan Rasuna Epicentrum seluas 3 hektare (ha). Dalam 5-6 tahun ke depan akan kita bangun tiga tower, saat ini sudah dibangun satu tower. Gedung yang bernama Gran Rubina Business Park ini memiliki 21 lantai dengan total luas 34.000 m2. Mulai serah terima sejak Oktober 2014 dan telah terjual sekitar 95%.
Sejak dijual pada September 2012 harganya bangunannya naik dari Rp20 juta/m2 hingga saat ini menjadi Rp43 juta/m2. Dengan penjualan 95% setara marketing sales hampir mendekati angka Rp1 triliun, sedangkan target penjualan keseluruhan sekitar Rp1,1 triliun. Dari total 34.000 m2, kami menjual per unitnya seluas 200 m2 dengan total unit sebanyak 160 ruang kantor.
Kapan rencana pembangunan gedung lainnya di kawasan Rasuna Epicentrum?
Pembangunan tower kedua seharusnya dimulai tahun 2014, tapi kita mempunyai perubahan strategi ke depan perusahaan tidak akan menjual tower 2 dan 3 melainkan untuk disewakan. Ini untuk memperoleh pendapatan berulang (recurring income), karena dalam 3-4 tahun ke depan kami berencana untuk IPO. Jadi, Triyasa harus mempunyai penghasilan dan pendapatan berulang jangka panjang. Mulai 2015-2018 masih banyak gedung perkantoran sewa yang akan masuk di sini.
Kita lihat apakah kami akan terus membangun dengan catatan masuk pasar bersamaan. Kalau pun jadi kita mulai akhir 2015 untuk groundbreakingnya. Strategi kita adalah mendapatkan tenant yang menyewa satu gedung, kalau pun setengahnya sudah menolong. Tapi jika dilihat dari situasi ekonomi dan politik yang bagus, maka investor bisa masuk. Ini lebih diuntungkan dibandingkan dengan yang sewa satu unit.
Bagaimana strategi Triyasa untuk menghadapi persaingan dengan pengembang yang telah ada?
Proyek kita bukan telat, tapi karena kami baru berdiri sejak 2011, saat developer lain sudah maju dan mempunyai sejumlah land banking. Jadi Triyasa harus mempunyai keunggulan dibandingkan pengembang lain. Kelebihan kita melalui diferensiasi produk yaitu melalui pembangunan green development. Karena kalau bersaing dengan pengembang lain agak susah, ada developer yang berusia 40 tahun mereka bangun di Thamrin dan juga membangun kota satelit.
Mengapa lebih memilih diferensiasi melalui pembangunan green development ?
Kita masuk dengan diferensiasi di mana gedung yang kita bangun berani mengakui green develpoment . Orang berpikir green building biasanya banyak pohonnya, tapi kita terapkan gedung itu harus mempunyai teknologi dan desain yang bisa menyerap energi termasuk listrik dan air.
Air hujan kita tampung dengan teknologi air terserap akan digunakan untuk toilet dan bisa untuk menyiram tanaman. Selain itu, penggunaan AC lebih sedikit dengan menggunakan teknologi sirip. Konsumsi AC itu menghabiskan 60% dari energi listrik, jadi dengan teknologi ini kita hanya menggunakan 30%. Triyasa berharap menjadi pionir dalam green development di wilayah Kuningan.
Apakah dengan teknologi green development menyebabkan harga jualnya menjadi mahal?
Pengertian orang memang green development lebih banyak biaya. Padahal kenyataannya green building sebagai gedung yang menghemat energi memang ada yang menggunakan teknologi dan ada yang tidak. Kita menggunakan desain sirip, selain itu orientasi gedung supaya sinar matahari tidak langsung dari barat itu diusahakan dihindari melalui gelas dobel. Ini sangat bermanfaat di Jakarta sebagai wilayah yang panas.
Kenyataannya dibilang mahal tidak, tapi memang ada pengeluaran khusus. Jika dibandingkan dengan tempat lain yang menawarkan green building harganya lebih mahal, baru launching Rp40 juta/m2. Kita sudah mau jadi gedungnya seharga Rp43 juta/m2. Saat operasional gedung ini dalam jangka panjang bisa menghemat penggunaannya. Ke depan penggunaan green development ini akan menjadi suatu branding .
Jika kita membangun gedung lainnya harganya lebih mahal misalnya 5-10%, tapi saat mereka menggunakan perkantoran atau apartemen itu mereka bisa menghemat dari segi listrik sekitar 30-40%. Jadi green building bukan karena gedungnya bagus, tapi akan terasa dalam jangka waktu lama.
Selain perkantoran apakah Triyasa akan membidik pasar apartemen dan perumahan?
Kami akan mengembangkan kondominium di wilayah Jakarta Selatan. Lokasi belum bisa dikasih tahu karena belum final dan belum launching, tapi tepatnya di daerah Ciputat dekat Gandaria. Luas lahannya sekitar 1,5 ha dan rencananya akan dibangun tiga tower. Kami targetkan dimulai groundbreaking pada kuartal I/2015 dan penjualan awal tahun ini. Kondominium untuk middle upper ini rencananya memiliki 25-33 lantai dan masih dalam tahap desain.
Kami akan memberikan strata title untuk apartemen tersebut. Kita menyebutnya middle upper yaitu memang menengah ke atas tapi masih di bawah high end yang sudah berharga Rp10 miliar. Kita memilih lokasi yang strategis, tapi bukan untuk jenis high end dengan harga di atas Rp25 juta/m2 atau senilai Rp3-4 miliar.
Nanti kita akan menawarkan harga masih di bawah Rp2 miliar, ada yang sekitar Rp800 juta, Rp900 juta atau Rp1 miliar. Kita akan menggunakan pendekatan green development juga. Lantai 16 dan 22 akan dibangun ski garden, koridor tidak menggunakan AC.
Heru febrianto
Melalui diferensiasi produk yang menitikberatkan pada pembangunan gedung ramah lingkungan (green development), Triyasa yakin bisa masuk ke pangsa pasar kelas menengah (middle upper) di Tanah Air.
Ke depan perusahaan akan fokus pada tiga sektor properti yaitu gedung perkantoran (high rise office building), high rise condominium (gedung apartemen) dan rumah tapak (landedhouse). Untuk lebih mengetahui rencana bisnis perseroan ke depan, berikut wawancara Head of Marketing & Business Development Triyasa Propertindo Deden E Sudarbo kepada KORAN SINDO belum lama ini.
Bisa dijelaskan proyek apa saja yang saat ini tengah dikembangkan Triyasa?
Kami sedang mengembangkan gedung perkantoran strata title di kawasan Rasuna Epicentrum seluas 3 hektare (ha). Dalam 5-6 tahun ke depan akan kita bangun tiga tower, saat ini sudah dibangun satu tower. Gedung yang bernama Gran Rubina Business Park ini memiliki 21 lantai dengan total luas 34.000 m2. Mulai serah terima sejak Oktober 2014 dan telah terjual sekitar 95%.
Sejak dijual pada September 2012 harganya bangunannya naik dari Rp20 juta/m2 hingga saat ini menjadi Rp43 juta/m2. Dengan penjualan 95% setara marketing sales hampir mendekati angka Rp1 triliun, sedangkan target penjualan keseluruhan sekitar Rp1,1 triliun. Dari total 34.000 m2, kami menjual per unitnya seluas 200 m2 dengan total unit sebanyak 160 ruang kantor.
Kapan rencana pembangunan gedung lainnya di kawasan Rasuna Epicentrum?
Pembangunan tower kedua seharusnya dimulai tahun 2014, tapi kita mempunyai perubahan strategi ke depan perusahaan tidak akan menjual tower 2 dan 3 melainkan untuk disewakan. Ini untuk memperoleh pendapatan berulang (recurring income), karena dalam 3-4 tahun ke depan kami berencana untuk IPO. Jadi, Triyasa harus mempunyai penghasilan dan pendapatan berulang jangka panjang. Mulai 2015-2018 masih banyak gedung perkantoran sewa yang akan masuk di sini.
Kita lihat apakah kami akan terus membangun dengan catatan masuk pasar bersamaan. Kalau pun jadi kita mulai akhir 2015 untuk groundbreakingnya. Strategi kita adalah mendapatkan tenant yang menyewa satu gedung, kalau pun setengahnya sudah menolong. Tapi jika dilihat dari situasi ekonomi dan politik yang bagus, maka investor bisa masuk. Ini lebih diuntungkan dibandingkan dengan yang sewa satu unit.
Bagaimana strategi Triyasa untuk menghadapi persaingan dengan pengembang yang telah ada?
Proyek kita bukan telat, tapi karena kami baru berdiri sejak 2011, saat developer lain sudah maju dan mempunyai sejumlah land banking. Jadi Triyasa harus mempunyai keunggulan dibandingkan pengembang lain. Kelebihan kita melalui diferensiasi produk yaitu melalui pembangunan green development. Karena kalau bersaing dengan pengembang lain agak susah, ada developer yang berusia 40 tahun mereka bangun di Thamrin dan juga membangun kota satelit.
Mengapa lebih memilih diferensiasi melalui pembangunan green development ?
Kita masuk dengan diferensiasi di mana gedung yang kita bangun berani mengakui green develpoment . Orang berpikir green building biasanya banyak pohonnya, tapi kita terapkan gedung itu harus mempunyai teknologi dan desain yang bisa menyerap energi termasuk listrik dan air.
Air hujan kita tampung dengan teknologi air terserap akan digunakan untuk toilet dan bisa untuk menyiram tanaman. Selain itu, penggunaan AC lebih sedikit dengan menggunakan teknologi sirip. Konsumsi AC itu menghabiskan 60% dari energi listrik, jadi dengan teknologi ini kita hanya menggunakan 30%. Triyasa berharap menjadi pionir dalam green development di wilayah Kuningan.
Apakah dengan teknologi green development menyebabkan harga jualnya menjadi mahal?
Pengertian orang memang green development lebih banyak biaya. Padahal kenyataannya green building sebagai gedung yang menghemat energi memang ada yang menggunakan teknologi dan ada yang tidak. Kita menggunakan desain sirip, selain itu orientasi gedung supaya sinar matahari tidak langsung dari barat itu diusahakan dihindari melalui gelas dobel. Ini sangat bermanfaat di Jakarta sebagai wilayah yang panas.
Kenyataannya dibilang mahal tidak, tapi memang ada pengeluaran khusus. Jika dibandingkan dengan tempat lain yang menawarkan green building harganya lebih mahal, baru launching Rp40 juta/m2. Kita sudah mau jadi gedungnya seharga Rp43 juta/m2. Saat operasional gedung ini dalam jangka panjang bisa menghemat penggunaannya. Ke depan penggunaan green development ini akan menjadi suatu branding .
Jika kita membangun gedung lainnya harganya lebih mahal misalnya 5-10%, tapi saat mereka menggunakan perkantoran atau apartemen itu mereka bisa menghemat dari segi listrik sekitar 30-40%. Jadi green building bukan karena gedungnya bagus, tapi akan terasa dalam jangka waktu lama.
Selain perkantoran apakah Triyasa akan membidik pasar apartemen dan perumahan?
Kami akan mengembangkan kondominium di wilayah Jakarta Selatan. Lokasi belum bisa dikasih tahu karena belum final dan belum launching, tapi tepatnya di daerah Ciputat dekat Gandaria. Luas lahannya sekitar 1,5 ha dan rencananya akan dibangun tiga tower. Kami targetkan dimulai groundbreaking pada kuartal I/2015 dan penjualan awal tahun ini. Kondominium untuk middle upper ini rencananya memiliki 25-33 lantai dan masih dalam tahap desain.
Kami akan memberikan strata title untuk apartemen tersebut. Kita menyebutnya middle upper yaitu memang menengah ke atas tapi masih di bawah high end yang sudah berharga Rp10 miliar. Kita memilih lokasi yang strategis, tapi bukan untuk jenis high end dengan harga di atas Rp25 juta/m2 atau senilai Rp3-4 miliar.
Nanti kita akan menawarkan harga masih di bawah Rp2 miliar, ada yang sekitar Rp800 juta, Rp900 juta atau Rp1 miliar. Kita akan menggunakan pendekatan green development juga. Lantai 16 dan 22 akan dibangun ski garden, koridor tidak menggunakan AC.
Heru febrianto
(ars)