BI Cermati Perkembangan Inflasi
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) terus mencermati perkembangan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). BI berharap, inflasi tahun ini bisa tetap terkendali sesuai target 4±1%.
“Tentu BI akan terus memantau dan pemerintah melihat kemungkinan kenaikan harga ini agar jangan mengganggu kepercayaan pasar,” ujar Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah seusai bertemu Menteri Keuangan di Jakarta, Rabu (7/1) malam. Dia mengatakan, kenaikan harga BBM 18 November lalu mengakibatkan kenaikan harga 22 komoditas.
Seperti diketahui, angka inflasi Desember 2014 mencapai 8,36%. Angka itu memang sedikit lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 8,38%, namun dalam periode lima tahun terakhir, relatif lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara jika dilihat secara bulanan, Desember 2014 tercatat 2,46%, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi Desember di tahun- tahun sebelumnya. Tercatat, selama lima tahun terakhir angka inflasi di Desember tak pernah melebihi 1%.
Kenaikan harga BBM pada 18 November lalu memang diprediksi mengerek inflasi selama kurang lebih tiga bulan setelahnya. Dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi telah mulai terasa pada akhir November lalu, di mana inflasi tercatat mencapai 1,5% dan secara tahunan inflasi mencapai 6,23%. Angka itu lebih tinggi dibanding bulan Oktober 2014 yang tercatat sebesar 0,47% dan secara tahunan 4,83%.
BI berharap penurunan harga premium per Januari menjadi Rp7.600 per liter akan meredakan kenaikan harga. Selain itu, BI menjaga stabilitas nilai tukar dengan terus melakukan intervensi di pasar. Meski melakukan intervensi, kondisi cadangan devisa menurutnya masih aman. “Tapi biasalah, selalu ada investor yang mencoba untuk memanfaatkan, kita mencegah yang sifatnya spekulatif,” tuturnya.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Desember 2014 tercatat meningkat USD800 juta, dari USD111,1 miliar pada November 2014 menjadi USD111,9 miliar. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan, peningkatan cadangan devisa tersebut terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa hasil ekspor migas, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, dan penerimaan pemerintah lainnya dalam valuta asing yang melebihi pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri dan kebutuhan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah.
Di samping itu, lanjut Tirta, simpanan valuta asing dan swap bank-bank dengan BI juga meningkat menjelang akhir 2014. Untuk keseluruhan tahun 2014, posisi cadangan devisa meningkat USD12,5 miliar dari posisi akhir tahun sebelumnya sebesar USD99,4 miliar.
“Posisi cadangan devisa per akhir Desember 2014 dapat membiayai 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor,” ujar Tirta.
BI juga menilai level cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Sebelumnya posisi cadangan devisa Indonesia akhir November 2014 mengalami penurunan USD900 juta dibandingkan dengan posisi akhir Oktober 2014 sebesar USD112 miliar.
Penurunan cadangan devisa saat itu terutama dipengaruhi oleh pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan penggunaan devisa untuk pengendalian pelemahan nilai tukar rupiah oleh BI. Lebih lanjut Halim mengatakan bahwa pelemahan nilai tukar yang terjadi dalam beberapa hari ini bersifat temporer.
Meski begitu, BI menilai potensi fluktuasi rupiah masih akan terjadi karena pelaku pasar masih menunggu kebijakan otoritas moneter Amerika Serikat, The Fed, yang disinyalir akan menaikkan suku bunganya tahun ini. Selain itu, tantangan eksternal juga berasal dari ketidakpastian ekonomi di Eropa, dengan kemungkinan keluarnya Yunani dari Uni Eropa. Sementara secara internal, kata dia, kondisi ekonomi sudah lebih sehat.
“Oleh karena itu, bagaimana kita menjaga kepercayaan di tengah situasi yang masih volatil, itu saya kira fokus kebijakan BI. Saya harap pemerintah juga menjaga agar tekanan inflasi dari harga-harga bahan makanan dan kebutuhan pokok tidak terlalu tinggi,” ujar Halim.
Terkait inflasi, ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, penurunan harga premium diharapkan mendorong inflasi pada Januari lebih rendah. Menurutnya, inflasi per Januari bisa berada di kisaran 1%. Menurut perhitungannya, setiap penurunan harga BBM 10% akan berdampak pada penurunan inflasi 0,6% poin hingga 0,7% poin.
Ria martati/ kuntifahmar sandy
“Tentu BI akan terus memantau dan pemerintah melihat kemungkinan kenaikan harga ini agar jangan mengganggu kepercayaan pasar,” ujar Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah seusai bertemu Menteri Keuangan di Jakarta, Rabu (7/1) malam. Dia mengatakan, kenaikan harga BBM 18 November lalu mengakibatkan kenaikan harga 22 komoditas.
Seperti diketahui, angka inflasi Desember 2014 mencapai 8,36%. Angka itu memang sedikit lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 8,38%, namun dalam periode lima tahun terakhir, relatif lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara jika dilihat secara bulanan, Desember 2014 tercatat 2,46%, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi Desember di tahun- tahun sebelumnya. Tercatat, selama lima tahun terakhir angka inflasi di Desember tak pernah melebihi 1%.
Kenaikan harga BBM pada 18 November lalu memang diprediksi mengerek inflasi selama kurang lebih tiga bulan setelahnya. Dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi telah mulai terasa pada akhir November lalu, di mana inflasi tercatat mencapai 1,5% dan secara tahunan inflasi mencapai 6,23%. Angka itu lebih tinggi dibanding bulan Oktober 2014 yang tercatat sebesar 0,47% dan secara tahunan 4,83%.
BI berharap penurunan harga premium per Januari menjadi Rp7.600 per liter akan meredakan kenaikan harga. Selain itu, BI menjaga stabilitas nilai tukar dengan terus melakukan intervensi di pasar. Meski melakukan intervensi, kondisi cadangan devisa menurutnya masih aman. “Tapi biasalah, selalu ada investor yang mencoba untuk memanfaatkan, kita mencegah yang sifatnya spekulatif,” tuturnya.
Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Desember 2014 tercatat meningkat USD800 juta, dari USD111,1 miliar pada November 2014 menjadi USD111,9 miliar. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan, peningkatan cadangan devisa tersebut terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa hasil ekspor migas, penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, dan penerimaan pemerintah lainnya dalam valuta asing yang melebihi pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri dan kebutuhan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah.
Di samping itu, lanjut Tirta, simpanan valuta asing dan swap bank-bank dengan BI juga meningkat menjelang akhir 2014. Untuk keseluruhan tahun 2014, posisi cadangan devisa meningkat USD12,5 miliar dari posisi akhir tahun sebelumnya sebesar USD99,4 miliar.
“Posisi cadangan devisa per akhir Desember 2014 dapat membiayai 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor,” ujar Tirta.
BI juga menilai level cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Sebelumnya posisi cadangan devisa Indonesia akhir November 2014 mengalami penurunan USD900 juta dibandingkan dengan posisi akhir Oktober 2014 sebesar USD112 miliar.
Penurunan cadangan devisa saat itu terutama dipengaruhi oleh pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan penggunaan devisa untuk pengendalian pelemahan nilai tukar rupiah oleh BI. Lebih lanjut Halim mengatakan bahwa pelemahan nilai tukar yang terjadi dalam beberapa hari ini bersifat temporer.
Meski begitu, BI menilai potensi fluktuasi rupiah masih akan terjadi karena pelaku pasar masih menunggu kebijakan otoritas moneter Amerika Serikat, The Fed, yang disinyalir akan menaikkan suku bunganya tahun ini. Selain itu, tantangan eksternal juga berasal dari ketidakpastian ekonomi di Eropa, dengan kemungkinan keluarnya Yunani dari Uni Eropa. Sementara secara internal, kata dia, kondisi ekonomi sudah lebih sehat.
“Oleh karena itu, bagaimana kita menjaga kepercayaan di tengah situasi yang masih volatil, itu saya kira fokus kebijakan BI. Saya harap pemerintah juga menjaga agar tekanan inflasi dari harga-harga bahan makanan dan kebutuhan pokok tidak terlalu tinggi,” ujar Halim.
Terkait inflasi, ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, penurunan harga premium diharapkan mendorong inflasi pada Januari lebih rendah. Menurutnya, inflasi per Januari bisa berada di kisaran 1%. Menurut perhitungannya, setiap penurunan harga BBM 10% akan berdampak pada penurunan inflasi 0,6% poin hingga 0,7% poin.
Ria martati/ kuntifahmar sandy
(ars)