BI Nilai Kurs Rp12.500 per Dolar Masih Relevan
Kamis, 29 Januari 2015 - 10:47 WIB

BI Nilai Kurs Rp12.500 per Dolar Masih Relevan
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menilai perubahan asumsi kurs rupiah yang lebih lemah dari sebelumnya Rp12.200 menjadi Rp12.500 per dolar AS dalam Rancangan APBN-Perubahan 2015 masih relevan.
Kondisi perekonomian global ke depan diperkirakan cenderung mendorong penguatan nilai tukar mata uang Amerika Serikat tersebut terhadap mata uang lainnya. “Seiring dengan laju pemulihan ekonomi di AS, dolar cenderung menguat. Itu adalah suatu yang perlu kita perhitungkan karena terjadi tekanan pada nilai tukar kita,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta kemarin.
Dengan perkiraan penguatan dolar, perubahan asumsi kurs yang lebih lemah sebesar Rp300 akan lebih sesuai dengan postur belanja dan pendapatan negara yang diinginkan pada APBN-Perubahan (APBN-P) 2015. Perubahan asumsi nilai tukar ini akan memengaruhi besaran belanja dan pendapatan negara dalam APBNP 2015.
“Jadi, kami merasa nilai tukar Rp12.500 per dolar lebih mencerminkan APBN-P 2015,” kata Agus. Dia menuturkan, selain faktor kondisi dan tekanan perekonomian global, perubahan asumsi kurs rupiah juga mempertimbangkan neraca transaksi berjalan yang telah mengalami defisit dalam tiga tahun terakhir.
Pada 2013 defisit neraca transaksi berjalan tercatat sebesar USD29,1 miliar atau 3,3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Sedangkan pada 2014, BI masih memproyeksikan defisit transaksi berjalan di kisaran 3% atau sekitar USD26 miliar. Adapun, pada 2015 BI memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan tetap di atas 3% terhadap PDB karena gencarnya pembangunan infrastruktur akan menaikkan impor barang modal.
“Dengan begitu, kondisi transaksi berjalan kita yang bagaimana masih defisit selama tiga tahun perlu dipertimbangkan,” ujarnya. Bank Indonesia, lanjut Agus, akan selalu memperhatikan kondisi pasar keuangan, dan tetap fokus untuk menyesuaikan laju pertumbuhan dengan stabilitas perekonomian. “Tetapi, kita tidak ada menargetkan nilai tukar tertentu. Itu hanya asumsi untuk menyimpan postur anggaran,” ujarnya.
Sebelumnya pemerintah bersama Komisi XI DPR sepakat untuk merevisi asumsi makro dalam rancangan RAPBN-Perubahan 2015. Sejumlah asumsi makro yang berubah selain kurs rupiah terhadap dolar AS adalah pertumbuhan ekonomi dari usulan sebelumnya sebesar 5,8% menjadi 5,7%. Rapat kerja yang diikuti Kementerian Keuangan, BI, dan Badan Pusat Statistik (BPS) itu juga mempertimbangkan kondisi terakhir ekonomi global sebagai pertimbangan revisi pertumbuhan ekonomi tersebut.
“Perbedaannya terkait dengan kondisi terakhir ekonomi global, dampak dari quantitative easing Eropa dan Jepang tak berpengaruh banyak (terhadap ekonomi Indonesia),” ujar Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Bambang mengatakan, pengaruh quantitative easing atau stimulus moneter yang diberikan oleh bank sentral Eropa itu baru akan dirasakan paling tidak setahun setelah dikucurkan.
Berkaca pada pengalaman stimulus moneter AS yang lalu, normalnya, dampak baru akan dirasakan menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah dua tahun dilaksanakan. Terlebih, kucuran stimulus bank sentral Eropa tersebut tidak sebesar yang dikucurkan the Fed beberapa waktu lalu.
Ant
Kondisi perekonomian global ke depan diperkirakan cenderung mendorong penguatan nilai tukar mata uang Amerika Serikat tersebut terhadap mata uang lainnya. “Seiring dengan laju pemulihan ekonomi di AS, dolar cenderung menguat. Itu adalah suatu yang perlu kita perhitungkan karena terjadi tekanan pada nilai tukar kita,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta kemarin.
Dengan perkiraan penguatan dolar, perubahan asumsi kurs yang lebih lemah sebesar Rp300 akan lebih sesuai dengan postur belanja dan pendapatan negara yang diinginkan pada APBN-Perubahan (APBN-P) 2015. Perubahan asumsi nilai tukar ini akan memengaruhi besaran belanja dan pendapatan negara dalam APBNP 2015.
“Jadi, kami merasa nilai tukar Rp12.500 per dolar lebih mencerminkan APBN-P 2015,” kata Agus. Dia menuturkan, selain faktor kondisi dan tekanan perekonomian global, perubahan asumsi kurs rupiah juga mempertimbangkan neraca transaksi berjalan yang telah mengalami defisit dalam tiga tahun terakhir.
Pada 2013 defisit neraca transaksi berjalan tercatat sebesar USD29,1 miliar atau 3,3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Sedangkan pada 2014, BI masih memproyeksikan defisit transaksi berjalan di kisaran 3% atau sekitar USD26 miliar. Adapun, pada 2015 BI memproyeksikan defisit neraca transaksi berjalan tetap di atas 3% terhadap PDB karena gencarnya pembangunan infrastruktur akan menaikkan impor barang modal.
“Dengan begitu, kondisi transaksi berjalan kita yang bagaimana masih defisit selama tiga tahun perlu dipertimbangkan,” ujarnya. Bank Indonesia, lanjut Agus, akan selalu memperhatikan kondisi pasar keuangan, dan tetap fokus untuk menyesuaikan laju pertumbuhan dengan stabilitas perekonomian. “Tetapi, kita tidak ada menargetkan nilai tukar tertentu. Itu hanya asumsi untuk menyimpan postur anggaran,” ujarnya.
Sebelumnya pemerintah bersama Komisi XI DPR sepakat untuk merevisi asumsi makro dalam rancangan RAPBN-Perubahan 2015. Sejumlah asumsi makro yang berubah selain kurs rupiah terhadap dolar AS adalah pertumbuhan ekonomi dari usulan sebelumnya sebesar 5,8% menjadi 5,7%. Rapat kerja yang diikuti Kementerian Keuangan, BI, dan Badan Pusat Statistik (BPS) itu juga mempertimbangkan kondisi terakhir ekonomi global sebagai pertimbangan revisi pertumbuhan ekonomi tersebut.
“Perbedaannya terkait dengan kondisi terakhir ekonomi global, dampak dari quantitative easing Eropa dan Jepang tak berpengaruh banyak (terhadap ekonomi Indonesia),” ujar Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro. Bambang mengatakan, pengaruh quantitative easing atau stimulus moneter yang diberikan oleh bank sentral Eropa itu baru akan dirasakan paling tidak setahun setelah dikucurkan.
Berkaca pada pengalaman stimulus moneter AS yang lalu, normalnya, dampak baru akan dirasakan menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah dua tahun dilaksanakan. Terlebih, kucuran stimulus bank sentral Eropa tersebut tidak sebesar yang dikucurkan the Fed beberapa waktu lalu.
Ant
(bbg)