BI Perkirakan Defisit Transaksi Berjalan 3,5%
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkirakandefisittransaksi berjalan (current account defisit) sepanjang tahun ini, berada pada angka 3,3–3,5%.
Gubernur BI AgusDWMartowardojomeyakini, neraca perdagangan Desember 2014 akan mengalami surplus sehingga kondisi ini mengarahkan defisit transaksi berjalan berada di level 3,3% dari produk domestik bruto (PDB). “Saya sambut baik, kelihatannya Januari akan ada deflasi, kelihatannya Desember 2014 akan ada neraca perdagangan yang surplus, kemudian kita mengarah pada transaksi berjalan yang lebih sehat walaupun selama tahun 2015 masih akan ada di kisaran defisit 3,3–3,5%,” ujarnya di Jakarta akhir pekan ini.
Dia menyebutkan, pada bulanDesember2014, untukangka sementara, kelihatannya neraca perdagangan bisa surplus di atas USD100 juta. “Angka terakhir menunjukkan bahwa di Desember 2014 sementara kelihatannya neraca perdagangan bisa surplus. Kemarin itu sempat kita perkirakan di atas USD200 juta, tetapi sekarang angka sementaranya di atas USD100 juta, tetapi masih akan positif, jadi cukup baik,” terang Agus.
Lebih lanjut Agus menuturkan, surplus neraca perdagangan tersebut akan mengarah pada penyempitan defisit neraca transaksi berjalan di tahun 2015 pada kisaran yang telah diperkirakan BI. Defisit transaksi berjalan di kuartal pertama menurutnya mungkin akan di bawah 2%. Tetapi setelah itu, di kuartal selanjutnya, angka defisit berada di kisaran 3,3–3,5%.
“Dan untuk keseluruhan tahun itu 3%,” imbuhnya. Dia melanjutkan, penurunan tersebut didukung oleh perbaikan ekspor manufaktur dan penurunan impor sejalan dengan permintaan domestik yang melemah, pergerakan nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, dan penurunan harga minyak. Menurut dia, secara umum angka defisit transaksi berjalan yang berkesinambungan untuk pertumbuhan ekonomi yang baik harus dijaga pada kisaran 2,5–3%.
Agus juga memaparkan, secara umum arah kebijakan BI ada enam poin. Pertama, menjaga agar tekanan inflasi tetap terkendali, meredam peningkatan ekspektasi inflasi pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), serta mengarahkan inflasi menuju sasaran 4% plusminus 1%. Kedua, menurunkan defisit transaksi berjalan menuju tingkat yang sehat dalam kisaran 2,5–3,0% dari PDB.
Ketiga, menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamental dengan tetap memperhatikan kecukupan cadangan devisa ditenga harus pembalikan modal yang cukup tinggi. Keempat, mengimplementasikan kebijakan utang luar negeri (ULN) agar dunia usaha menerapkan prinsip kehatihatian dalam mengelola risiko kurs atau currency and liquidity mismatch.
Kelima, mengarahkan potensi pembiayaan ekonomi ke sektor-sektor yang produktif yang dapat mendorong struktur pertumbuhan yang lebih berimbang dan membantu menurunkan defisit transaksi berjalan melalui kebijakan makroprudensial.
Keenam, mengupayakan percepatan pendalaman pasar keuangan untuk memperluas basis pembiayaan ekonomi dan memperkuat resiliensi pasar keuangan dalam menghadapi gejolak eksternal. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menambahkan, terkait dengan harga BBM yang mengalami penurunan, akan ada berdampak pada deflasi di tahun ini.
“Sejauh ini kami gunakan harga minyak USD65 per barel dan ini proyeksi dari banyak kalangan maka dengan asumsi-asumsi itu diperkirakan dampak dari penurunan harga minyak, sekarang ini USD50 per barel dan ini punya dampak 0,24% pada inflasi,” paparnya. Menurutnya, harga minyak ini masih sangat dinamis dan memang akan terus dicermati.
Sehingga, adanya penurunan harga minyak dunia akan berdampak baikuntukinflasi. Lebihlanjutdia menuturkan, pihaknya telah menghitung bila harga minyak terus mengalami penurunan. Jika harga minyak terus turun dan hargaBBMjugaturun, makaakan mendorong defisit transaksi berjalan dari 3,3% menjadi 3%. “Yang paling mengalami perbaikan adalah neraca dari sisi nonmigas. Inijugatidaklepasdari sektormanufaktursehingganilai tukarnya makin baik,” kata dia.
Kunthi fahmar sandy
Gubernur BI AgusDWMartowardojomeyakini, neraca perdagangan Desember 2014 akan mengalami surplus sehingga kondisi ini mengarahkan defisit transaksi berjalan berada di level 3,3% dari produk domestik bruto (PDB). “Saya sambut baik, kelihatannya Januari akan ada deflasi, kelihatannya Desember 2014 akan ada neraca perdagangan yang surplus, kemudian kita mengarah pada transaksi berjalan yang lebih sehat walaupun selama tahun 2015 masih akan ada di kisaran defisit 3,3–3,5%,” ujarnya di Jakarta akhir pekan ini.
Dia menyebutkan, pada bulanDesember2014, untukangka sementara, kelihatannya neraca perdagangan bisa surplus di atas USD100 juta. “Angka terakhir menunjukkan bahwa di Desember 2014 sementara kelihatannya neraca perdagangan bisa surplus. Kemarin itu sempat kita perkirakan di atas USD200 juta, tetapi sekarang angka sementaranya di atas USD100 juta, tetapi masih akan positif, jadi cukup baik,” terang Agus.
Lebih lanjut Agus menuturkan, surplus neraca perdagangan tersebut akan mengarah pada penyempitan defisit neraca transaksi berjalan di tahun 2015 pada kisaran yang telah diperkirakan BI. Defisit transaksi berjalan di kuartal pertama menurutnya mungkin akan di bawah 2%. Tetapi setelah itu, di kuartal selanjutnya, angka defisit berada di kisaran 3,3–3,5%.
“Dan untuk keseluruhan tahun itu 3%,” imbuhnya. Dia melanjutkan, penurunan tersebut didukung oleh perbaikan ekspor manufaktur dan penurunan impor sejalan dengan permintaan domestik yang melemah, pergerakan nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, dan penurunan harga minyak. Menurut dia, secara umum angka defisit transaksi berjalan yang berkesinambungan untuk pertumbuhan ekonomi yang baik harus dijaga pada kisaran 2,5–3%.
Agus juga memaparkan, secara umum arah kebijakan BI ada enam poin. Pertama, menjaga agar tekanan inflasi tetap terkendali, meredam peningkatan ekspektasi inflasi pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), serta mengarahkan inflasi menuju sasaran 4% plusminus 1%. Kedua, menurunkan defisit transaksi berjalan menuju tingkat yang sehat dalam kisaran 2,5–3,0% dari PDB.
Ketiga, menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan nilai fundamental dengan tetap memperhatikan kecukupan cadangan devisa ditenga harus pembalikan modal yang cukup tinggi. Keempat, mengimplementasikan kebijakan utang luar negeri (ULN) agar dunia usaha menerapkan prinsip kehatihatian dalam mengelola risiko kurs atau currency and liquidity mismatch.
Kelima, mengarahkan potensi pembiayaan ekonomi ke sektor-sektor yang produktif yang dapat mendorong struktur pertumbuhan yang lebih berimbang dan membantu menurunkan defisit transaksi berjalan melalui kebijakan makroprudensial.
Keenam, mengupayakan percepatan pendalaman pasar keuangan untuk memperluas basis pembiayaan ekonomi dan memperkuat resiliensi pasar keuangan dalam menghadapi gejolak eksternal. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menambahkan, terkait dengan harga BBM yang mengalami penurunan, akan ada berdampak pada deflasi di tahun ini.
“Sejauh ini kami gunakan harga minyak USD65 per barel dan ini proyeksi dari banyak kalangan maka dengan asumsi-asumsi itu diperkirakan dampak dari penurunan harga minyak, sekarang ini USD50 per barel dan ini punya dampak 0,24% pada inflasi,” paparnya. Menurutnya, harga minyak ini masih sangat dinamis dan memang akan terus dicermati.
Sehingga, adanya penurunan harga minyak dunia akan berdampak baikuntukinflasi. Lebihlanjutdia menuturkan, pihaknya telah menghitung bila harga minyak terus mengalami penurunan. Jika harga minyak terus turun dan hargaBBMjugaturun, makaakan mendorong defisit transaksi berjalan dari 3,3% menjadi 3%. “Yang paling mengalami perbaikan adalah neraca dari sisi nonmigas. Inijugatidaklepasdari sektormanufaktursehingganilai tukarnya makin baik,” kata dia.
Kunthi fahmar sandy
(bbg)