Pemerintah Harus Punya Roadmap Penerimaan Pajak
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia dituntut untuk memiliki roadmap jelas dan masuk akal soal penerimaan pajak yang ditetapkan cukup tinggi tahun ini. Apalagi, target kenaikan pajak tahun ini 40,3%.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan pementaan secara realistis terkait sumber-sumber penerimaan pajak sebelum menetapkan target yang dinilai sangat tinggi tersebut.
"Pemerintah harus tetapkan targetnya dulu, dipatok baru mencari bagaimana caranya. Padahal, seharusnya pemerintah punya skema dulu, apa saja yang bisa mengenjot pajak, baru tentukan. Kalau setelah dikaji bisa naik 10%, kemudian ditetapkan 12% itu masuk akal. Jadi harus ada dasar-dasar yang pasti," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (4/2/2015).
Dia juga mengungkapkan, untuk mencapai target kenaikan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan mengeluarkan kebijakan dan peraturan baru, namun dikhawatirkan dapat meresahkan dunia usaha.
"Ini dinilai berdampak pada kelangsungan usaha itu sendiri. Kemudian jika kegiatan usaha tidak berkembang, maka bukannya penerimaan pajak yang bertambah tetapi akan berkurang atau tidak ada sama sekali," jelas Haryadi.
Menurutnya, hal ini menjadi sinyal perlambatan serius di sektor rill Indonesia. "Yang bisa menyelamatkan ini hanya Presiden, karena menteri keuangan mengikuti keinginan Presiden. DPR juga pasti surprise karena begitu agresifnya," tandasnya.
Seperti diketahui, meski belum disahkan melalui sidang paripurna DPR, pemerintah telah menetapkan target penerimaan pajak, bea dan cukai 2015 sebesar Rp1.484,6 triliun yang terdiri dari pajak non-migas Rp1.244,7 triliun, bea dan cukai Rp188 triliun, dan PPh migas Rp55,5 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan pementaan secara realistis terkait sumber-sumber penerimaan pajak sebelum menetapkan target yang dinilai sangat tinggi tersebut.
"Pemerintah harus tetapkan targetnya dulu, dipatok baru mencari bagaimana caranya. Padahal, seharusnya pemerintah punya skema dulu, apa saja yang bisa mengenjot pajak, baru tentukan. Kalau setelah dikaji bisa naik 10%, kemudian ditetapkan 12% itu masuk akal. Jadi harus ada dasar-dasar yang pasti," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (4/2/2015).
Dia juga mengungkapkan, untuk mencapai target kenaikan pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan mengeluarkan kebijakan dan peraturan baru, namun dikhawatirkan dapat meresahkan dunia usaha.
"Ini dinilai berdampak pada kelangsungan usaha itu sendiri. Kemudian jika kegiatan usaha tidak berkembang, maka bukannya penerimaan pajak yang bertambah tetapi akan berkurang atau tidak ada sama sekali," jelas Haryadi.
Menurutnya, hal ini menjadi sinyal perlambatan serius di sektor rill Indonesia. "Yang bisa menyelamatkan ini hanya Presiden, karena menteri keuangan mengikuti keinginan Presiden. DPR juga pasti surprise karena begitu agresifnya," tandasnya.
Seperti diketahui, meski belum disahkan melalui sidang paripurna DPR, pemerintah telah menetapkan target penerimaan pajak, bea dan cukai 2015 sebesar Rp1.484,6 triliun yang terdiri dari pajak non-migas Rp1.244,7 triliun, bea dan cukai Rp188 triliun, dan PPh migas Rp55,5 triliun.
(izz)