Kenaikan Target Pajak Paling Realistis 15%
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan, jika melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini, kenaikan target pajak yang paling realistis sekitar 10%-15%.
Menurutnya, angka tersebut paling realistis dibanding target dari pemerintah sebesar 40%.
"Yang realistis kenaikannya sekitar 10%-15%. Itu dengan mencari sumbernya masih bisa digali dan itu pun dengan catatan ekstensifikasinya harus dijalankan," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (4/2/2015).
Selain itu, saat ini pemerintah sudah memiliki ruang fiskal yang lebih luas dari pencabutan subsidi BBM sebesar Rp250 triliun. Melihat tambahan anggaran, pemerintah seharusnya bukan menambah beban pengusaha dengan meningkatkan pajak, tetapi justru memberikan insentif ke pengusaha agar lebih berkembang.
"Pemerintah sudah punya cukup modal dan harusnya memberikan stimulus fiskal kepada pengusaha. Jadi pemerintah perlu melihat kembali target ini realistis atau tidak," jelas dia.
Haryadi memberikan contoh di negara Rusia. Di mana pemerintahan Rusia memberikan stimulus kepada pengusaha melalui pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Cara seperti ini justru terbukti meningkatkan pajak di negara tersebut.
"Rusia pernah lakukan pemotongan tarif PPh-nya dari 20% ke 13%. Tetapi justru pendapatan pajaknya meningkat. Cara seperti ini yang perlu dipikirkan pemerintah," tandasnya.
Seperti diketahui, meski belum disahkan melalui sidang paripurna DPR, pemerintah telah menetapkan target penerimaan pajak, bea dan cukai 2015 sebesar Rp1.484,6 triliun.
Angka tersebut terdiri dari pajak nonmigas Rp1.244,7 triliun, bea dan cukai Rp188 triliun, dan PPh migas Rp55,5 triliun. Target ini naik 40,3% dari realisasi penerimaan 2014 yang sebesar Rp1.058,3 triliun.
Menurutnya, angka tersebut paling realistis dibanding target dari pemerintah sebesar 40%.
"Yang realistis kenaikannya sekitar 10%-15%. Itu dengan mencari sumbernya masih bisa digali dan itu pun dengan catatan ekstensifikasinya harus dijalankan," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (4/2/2015).
Selain itu, saat ini pemerintah sudah memiliki ruang fiskal yang lebih luas dari pencabutan subsidi BBM sebesar Rp250 triliun. Melihat tambahan anggaran, pemerintah seharusnya bukan menambah beban pengusaha dengan meningkatkan pajak, tetapi justru memberikan insentif ke pengusaha agar lebih berkembang.
"Pemerintah sudah punya cukup modal dan harusnya memberikan stimulus fiskal kepada pengusaha. Jadi pemerintah perlu melihat kembali target ini realistis atau tidak," jelas dia.
Haryadi memberikan contoh di negara Rusia. Di mana pemerintahan Rusia memberikan stimulus kepada pengusaha melalui pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Cara seperti ini justru terbukti meningkatkan pajak di negara tersebut.
"Rusia pernah lakukan pemotongan tarif PPh-nya dari 20% ke 13%. Tetapi justru pendapatan pajaknya meningkat. Cara seperti ini yang perlu dipikirkan pemerintah," tandasnya.
Seperti diketahui, meski belum disahkan melalui sidang paripurna DPR, pemerintah telah menetapkan target penerimaan pajak, bea dan cukai 2015 sebesar Rp1.484,6 triliun.
Angka tersebut terdiri dari pajak nonmigas Rp1.244,7 triliun, bea dan cukai Rp188 triliun, dan PPh migas Rp55,5 triliun. Target ini naik 40,3% dari realisasi penerimaan 2014 yang sebesar Rp1.058,3 triliun.
(izz)