Harga Biodiesel Harus Segera Ditetapkan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah harus segera menetapkan rumusan harga biodiesel baru dengan berpatokan pada harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Penetapan ini perlu dipercepat untuk meminimalisasi kerugian yang dialami produsen biodiesel.
”Ada tahapan-tahapan. Sekarang menunggu rumusan harga (baru). Berikutnya dengan Pertamina, bagaimana dengan kontrak- kontrak yang sudah berjalan,” ujar Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel In-donesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan di Jakarta akhir pekan lalu. Harga baru yang dimaksud Paulus yakni perubahan rumusan harga dari Mean of Platts Singapore (MOPS) ke indeks harga CPO, ditambah dengan biaya produksi dan margin sebanyak 3%.
Dengan perubahan rumusan harga tersebut, kata Paulus, akan menyelamatkan industri biodiesel. Sebab, harga biodiesel yang selama ini diterapkan pemerintah yang patokannya mengikuti MOPS menyebabkan produsen biodiesel mengalami kerugian besar. Saat ini saja, kata Paulus, terhitung sudah ada dua perusahaan yang menghentikan pasokan.
Bahkan, kemungkinan jumlah perusahaan yang bernasib sama akan bertambah banyak apabila Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak segera mengubah rumusan harga tersebut. Paulus mengatakan, saat ini pengusaha biodiesel bisa merugi sebesar USD900.000 atau sekitar Rp11 miliar per harinya. Total kerugian ini dihitung berdasarkan minimum pasokan sebesar 6.000 kiloliter per hari dengan ongkos produksi sekitar USD150.
”Proyeksi tahun ini tergantung keputusan harga itu dan Pertamina. Kalau tidak disepakati, industri ini akan semakin merugi,” katanya. Setelah harga dirumuskan, kepastian industri ini pun masih menunggu proses dengan Pertamina. Selama ini Paulus mengatakan, Pertamina belum tentu mau mengikuti rumusan harga yang telah ditetapkan pemerintah.
Menurut Paulus, dengan menggunakan patokan harga CPO, ada kepastian usaha di industri biodiesel. Sebaliknya, konsep harga biodiesel menggunakan basis MOPS tidak cocok dengan produsen biodiesel, di mana produknya dipasarkan di dalam negeri. Harga minyak bumi yang demikian fluktuatif tidak bisa diikuti oleh biodiesel dari minyak nabati.
Bila sasaran utamanya adalah pengurangan devisa dan meningkatkan penerimaan negara, maka pricing policy harga beli biodiesel dalam negeri dapat ditetapkan yang berlaku di dunia, yakni harga free on board (FOB) sawit ditambah biaya produksi dan ditambah lagi 3% untuk profit. Bila ditetapkan B-20, maka kebutuhan sawit untuk pasar dalam negeri bertambah 3-3,5 juta ton.
Sehingga, akan meningkatkan harga jual CPO di pasar dunia yang secara otomatis akan menambah devisa dan pajak yang dibayar perusahaan produsen CPO. Sekretaris Jenderal Aprobi Togar Sitanggang menjelaskan, saat ini harga CPO tercatat sebesar USD650. Sementara, harga MOPS sebesar USD450. Seharusnya, biodiesel dijual lebih dari USD800 mengingat ongkos produksi diasumsikan sebesar USD150.
”Jual ke Pertamina USD450 sekarang ini. Bila kondisi indeks harga berubah, berarti ada selisih USD350. Dengan demikian, nanti Pertamina yang akan mendapatkan USD350 itu sekitar Rp4.400,” katanya.
Beberapa hari lalu DPR menyetujui subsidi BBN biodiesel sebesar Rp4.000 per liter, sedangkan BBN bioetanol sebesar Rp3.000 per liter. Togar mengatakan, selisih harga yang bisa didapatkan Pertamina sudah melebihi subsidi BBN biodiesel yang ditetapkan sebesar Rp4.000 tadi.
Sudarsono
”Ada tahapan-tahapan. Sekarang menunggu rumusan harga (baru). Berikutnya dengan Pertamina, bagaimana dengan kontrak- kontrak yang sudah berjalan,” ujar Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel In-donesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan di Jakarta akhir pekan lalu. Harga baru yang dimaksud Paulus yakni perubahan rumusan harga dari Mean of Platts Singapore (MOPS) ke indeks harga CPO, ditambah dengan biaya produksi dan margin sebanyak 3%.
Dengan perubahan rumusan harga tersebut, kata Paulus, akan menyelamatkan industri biodiesel. Sebab, harga biodiesel yang selama ini diterapkan pemerintah yang patokannya mengikuti MOPS menyebabkan produsen biodiesel mengalami kerugian besar. Saat ini saja, kata Paulus, terhitung sudah ada dua perusahaan yang menghentikan pasokan.
Bahkan, kemungkinan jumlah perusahaan yang bernasib sama akan bertambah banyak apabila Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak segera mengubah rumusan harga tersebut. Paulus mengatakan, saat ini pengusaha biodiesel bisa merugi sebesar USD900.000 atau sekitar Rp11 miliar per harinya. Total kerugian ini dihitung berdasarkan minimum pasokan sebesar 6.000 kiloliter per hari dengan ongkos produksi sekitar USD150.
”Proyeksi tahun ini tergantung keputusan harga itu dan Pertamina. Kalau tidak disepakati, industri ini akan semakin merugi,” katanya. Setelah harga dirumuskan, kepastian industri ini pun masih menunggu proses dengan Pertamina. Selama ini Paulus mengatakan, Pertamina belum tentu mau mengikuti rumusan harga yang telah ditetapkan pemerintah.
Menurut Paulus, dengan menggunakan patokan harga CPO, ada kepastian usaha di industri biodiesel. Sebaliknya, konsep harga biodiesel menggunakan basis MOPS tidak cocok dengan produsen biodiesel, di mana produknya dipasarkan di dalam negeri. Harga minyak bumi yang demikian fluktuatif tidak bisa diikuti oleh biodiesel dari minyak nabati.
Bila sasaran utamanya adalah pengurangan devisa dan meningkatkan penerimaan negara, maka pricing policy harga beli biodiesel dalam negeri dapat ditetapkan yang berlaku di dunia, yakni harga free on board (FOB) sawit ditambah biaya produksi dan ditambah lagi 3% untuk profit. Bila ditetapkan B-20, maka kebutuhan sawit untuk pasar dalam negeri bertambah 3-3,5 juta ton.
Sehingga, akan meningkatkan harga jual CPO di pasar dunia yang secara otomatis akan menambah devisa dan pajak yang dibayar perusahaan produsen CPO. Sekretaris Jenderal Aprobi Togar Sitanggang menjelaskan, saat ini harga CPO tercatat sebesar USD650. Sementara, harga MOPS sebesar USD450. Seharusnya, biodiesel dijual lebih dari USD800 mengingat ongkos produksi diasumsikan sebesar USD150.
”Jual ke Pertamina USD450 sekarang ini. Bila kondisi indeks harga berubah, berarti ada selisih USD350. Dengan demikian, nanti Pertamina yang akan mendapatkan USD350 itu sekitar Rp4.400,” katanya.
Beberapa hari lalu DPR menyetujui subsidi BBN biodiesel sebesar Rp4.000 per liter, sedangkan BBN bioetanol sebesar Rp3.000 per liter. Togar mengatakan, selisih harga yang bisa didapatkan Pertamina sudah melebihi subsidi BBN biodiesel yang ditetapkan sebesar Rp4.000 tadi.
Sudarsono
(ftr)