G-20 Diimbau Fokus Dorong Produktivitas

Selasa, 10 Februari 2015 - 10:45 WIB
G-20 Diimbau Fokus Dorong Produktivitas
G-20 Diimbau Fokus Dorong Produktivitas
A A A
ISTANBUL - Negara-negara anggota G-20 harus fokus pada peningkatan produktivitas tenaga kerja dan menjadi lebih kompetitif serta inovatif jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi.

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mengungkapkan itu kemarin menjelang pertemuan G-20. Para pemimpin G-20 tahun lalu sepakat meluncurkan langkah-langkah baru untuk meningkatkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) secara keseluruhan dengan menambahkan 2% poin selama lima tahun mendatang di atas level yang diproyeksikan pada 2013.

Janji yang disebut Rencana Aksi Brisbane itu berisi sekitar 1.000 komitmen. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G-20 bertemu di Istanbul kemarin dan hari ini membahas cara memprioritaskan dan menerapkan komitmen tersebut. “Produktivitas tenaga kerja tetap menjadi penggerak utama pertumbuhan jangka panjang,” ungkap OECD dalam laporan yang disiapkan untuk pertemuan tersebut, dikutip kantor berita Reuters.

OECD bersama Dana Moneter Internasional (IMF) mendapat tugas bernegosiasi dengan setiap negara terkait reformasi yang akan pertama kali dipilih dan diterapkan. “Prioritas harus dilakukan untuk reformasi yang bertujuan mengembangkan skill dan kapital berbasis pengetahuan. Peningkatan kualitas dan inklusivitas sistem pendidikan akan mendukung ini,” papar laporan OECD.

“Pemerintah perlu memperbaiki sejumlah kebijakan dalam kompetisi dan inovasi untuk memfasilitasi masuknya perusahaan-perusahaan baru dan memudahkan realokasi kapital dan tenaga kerja menuju perusahaan-perusahaan dan sektor-sektor paling produktif,” tutur laporan OECD. Reformasi struktural melamban di sebagian besar negara maju dalam dua tahun terakhir setelah kesibukan aktivitas menghadapi krisis keuangan, sementara negara-negara berkembang mengalami perubahan cepat.

Secara keseluruhan reformasi struktural yang diterapkan sejak awal 2000-an berkontribusi meningkatkan level potensi PDB per kapita sekitar 5% pada rata-rata setiap negara, dengan sebagian besar peningkatan berasal dari produktivitas yang lebih tinggi. “Reformasi selanjutnya menuju praktik terbaik saat ini dapat meningkatkan level PDB per kapita secara jangka panjang hingga 10% pada rata-rata seluruh negara OECD. Ini setara dengan peningkatan rata-rata sekitar USD3.000 per orang,” ungkap laporan OECD.

OECD menjelaskan, pemerintah harus memastikan perempuan, pemuda, serta pekerja usia lanjut, dan ber-skill rendah bisa memperoleh pekerjaan dan mendapatkan gaji yang layak. Menteri Ekonomi Italia Pier Carlo Padoan menyatakan, Eropa perlu mendorong investasi dan menerapkan kebijakan yang meningkatkan belanja sektor privat khusus dalam infrastruktur.

“Kita perlu mendorong Eropa dalam pengambilan risiko. Saya harap kebijakan aksi akan memfasilitasi penguatan investasi sektor privat, khususnya investasi infrastruktur,” katanya di pertemuan Institute of International Finance, Istanbul, menjelang pertemuan para menteri keuangan G-20. Sebelumnya Managing Director Dana Moneter Internasional( IMF) ChristineLagarde mendesak negara-negara G-20 memenuhi janji mendorong pertumbuhan ekonomi global.

Menjelang rapat para menteri keuangan G-20 di Istanbul, Lagarde menyatakan mereka perlu mengimplementasikan komitmen para pemimpin G-20 pada konferensi tingkat tinggi (KTT) November di Brisbane untuk mendorong pertumbuhan, menambah lebih dari USD2 triliun pada ekonomi global dan jutaan lapangan kerja baru selama empat tahun mendatang.

“Tanpa aksi, kita dapat melihat supertanker ekonomi global terus terjebak dalam perairan dangkal pinggiran pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja yang minim,” papar Lagarde dalam blog di website IMF, dikutip kantor berita AFP. Negara-negara industri G- 20 yang mencakup lebih dari 80% ekonomi global, menugaskan IMF mengawasi penerapan strategi pertumbuhan.

Turki memegang rotasi kepresidenan G-20 pada Desember lalu. Menurut Lagarde, rapat para menteri keuangan G-20 pekan depan harus membahas reformasi struktural di tengah berbagai risiko global mulai dari beragam kebijakan bank sentral, pengetatan moneter oleh Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/Fed), serta lemahnya pertumbuhan dan inflasi di zona euro serta Jepang.

“Kita memerlukan dorongan kuat untuk reformasi struktural di berbagai bidang seperti perdagangan, pendidikan, kesehatan, jaring pengaman sosial, tenaga kerja, dan pasar produk, serta infrastruktur yang efisien,” sebutnya.

Syarifudin
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5693 seconds (0.1#10.140)