Pertumbuhan Hotel Harus Dikendalikan
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha perhotelan meminta pemerintah tegas mengendalikan perizinan pembangunan hotel baru, menyusul kondisi sejumlah daerah yang sudah kelebihan pasokan (oversuplai) kamar hotel sehingga okupansi turun.
Ketua Umum BPP Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Wiryanti Sukamdani mengatakan, daerah seperti Bali, Bandung, Yogyakarta, sudah dalam kondisi oversuplai kamar hotel. Namun, di beberapa tempat kondisi ini tidak diimbangi dengan upaya pengendalian oleh pemerintah daerah (pemda) yang tetap saja menerbitkan izin pembangunan hotel baru.
Menurut Wiryanti, semestinya izin baru distop manakala tingkat hunian hotel di suatu daerah sudah 60%. “Nyatanya, tetap saja pemerintah kasih izin. Memang pemda berwenang, tapi pemerintah pusat juga harus mengeluarkan aturan untuk mengendalikan ini,” ujarnya saat ditemui di sela-sela Musyawarah Nasional Ke-16 PHRI 2015 di Jakarta, kemarin.
Wiryanti menyebut Bali saat ini sudah mulai mengeluarkan moratorium perizinan pembangunan hotel. Ia meyakini, upaya pengereman ini juga tidak akan mengurangi minat investasi perhotelan termasuk dari asing di Indonesia. Pasalnya, masih banyak daerah potensial yang membutuhkan tambahan hotel atau bahkan belum ada hotel sama sekali.
“Prinsipnya kan supply-demand. Kalau sudah cukup, ngapain suplai lagi? Sebaliknya, daerah-daerah yang potensial untuk hotel di antaranya kawasan industri baru seperti di Kudus,” sebutnya. Berdasar Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat penghunian kamar (TPK) pada Desember 2014 hanya 50,13% atau turun 5,6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 55,73%.
Kalangan pengusaha hotel menuding penyebab utama penurunan ini adalah kebijakan pemerintah melarang aparatur negara untuk rapat di hotel. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menepis tudingan ini. Menurut Wapres, penyebab utamanya adalah pembangunan hotel yang sangat pesat dalam lima tahun terakhir. “Mungkin hampir 100% (pertumbuhannya).
Lihat saja di Makassar, Yogyakarta, Solo, hampir semua jalan ada hotel buka di situ,” ungkapnya. Menurut Wapres, hal itu menyebabkan hotel kelebihan pasokan, padahal di sisi lain permintaan sedang turun. Penurunan permintaan juga tak lepas dari kondisi perekonomian dunia yang melambat. Wapres menilai kondisi penurunan okupansi ini bagian dari siklus.
Kendati demikian, wapres juga meminta PHRI sebagai pelaku utama sektor perhotelan untuk berperan mengatur pertumbuhan perhotelan agar tidak terlalu cepat. “Tentu ada ukurannya. Okupansi hotel saat low season sekarang ini 45%, kalau rata-rata sudah 60% ya pertumbuhannya harus dikendalikan. Kalau enggak, rusak semua sistem,” ujarnya. Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, tidak akan ada banyak pembangunan hotel baru di 2015.
Menurutnya, pembangunan hotel sudah banyak dilakukan di 2013. Arief tetap optimistis pengurangan laju pembangunan hotel ini tidak akan memengaruhi investasi di sektor pariwisatayangdiharapkanmencapai USD600juta per tahun. Kementerian Pariwisata mencatat kebutuhan investasi pariwisata saat ini antara lain di sektor perhotelan yaitu membangun 120.000 kamar dan 15.000 restoran.
Selain itu juga dibutuhkan 10.000 agen travel, 300 taman rekreasi berkelas internasional, dan 2.000 operator selam. Di lain pihak pemerintah juga sudah menawarkan 19 lokasi potensial investasi pariwisata, di mana lahannya sudah clean and clear. Lokasi tersebut adalah Bugam Raya, Wakatobi, Tobasa Bono, Anambas, Samosir, Saumlaki, Rote, Bangka, Sabang, Sumenep, Gunung Sitoli, Nias Utara.
Inda susanti
Ketua Umum BPP Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Wiryanti Sukamdani mengatakan, daerah seperti Bali, Bandung, Yogyakarta, sudah dalam kondisi oversuplai kamar hotel. Namun, di beberapa tempat kondisi ini tidak diimbangi dengan upaya pengendalian oleh pemerintah daerah (pemda) yang tetap saja menerbitkan izin pembangunan hotel baru.
Menurut Wiryanti, semestinya izin baru distop manakala tingkat hunian hotel di suatu daerah sudah 60%. “Nyatanya, tetap saja pemerintah kasih izin. Memang pemda berwenang, tapi pemerintah pusat juga harus mengeluarkan aturan untuk mengendalikan ini,” ujarnya saat ditemui di sela-sela Musyawarah Nasional Ke-16 PHRI 2015 di Jakarta, kemarin.
Wiryanti menyebut Bali saat ini sudah mulai mengeluarkan moratorium perizinan pembangunan hotel. Ia meyakini, upaya pengereman ini juga tidak akan mengurangi minat investasi perhotelan termasuk dari asing di Indonesia. Pasalnya, masih banyak daerah potensial yang membutuhkan tambahan hotel atau bahkan belum ada hotel sama sekali.
“Prinsipnya kan supply-demand. Kalau sudah cukup, ngapain suplai lagi? Sebaliknya, daerah-daerah yang potensial untuk hotel di antaranya kawasan industri baru seperti di Kudus,” sebutnya. Berdasar Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat penghunian kamar (TPK) pada Desember 2014 hanya 50,13% atau turun 5,6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 55,73%.
Kalangan pengusaha hotel menuding penyebab utama penurunan ini adalah kebijakan pemerintah melarang aparatur negara untuk rapat di hotel. Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menepis tudingan ini. Menurut Wapres, penyebab utamanya adalah pembangunan hotel yang sangat pesat dalam lima tahun terakhir. “Mungkin hampir 100% (pertumbuhannya).
Lihat saja di Makassar, Yogyakarta, Solo, hampir semua jalan ada hotel buka di situ,” ungkapnya. Menurut Wapres, hal itu menyebabkan hotel kelebihan pasokan, padahal di sisi lain permintaan sedang turun. Penurunan permintaan juga tak lepas dari kondisi perekonomian dunia yang melambat. Wapres menilai kondisi penurunan okupansi ini bagian dari siklus.
Kendati demikian, wapres juga meminta PHRI sebagai pelaku utama sektor perhotelan untuk berperan mengatur pertumbuhan perhotelan agar tidak terlalu cepat. “Tentu ada ukurannya. Okupansi hotel saat low season sekarang ini 45%, kalau rata-rata sudah 60% ya pertumbuhannya harus dikendalikan. Kalau enggak, rusak semua sistem,” ujarnya. Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, tidak akan ada banyak pembangunan hotel baru di 2015.
Menurutnya, pembangunan hotel sudah banyak dilakukan di 2013. Arief tetap optimistis pengurangan laju pembangunan hotel ini tidak akan memengaruhi investasi di sektor pariwisatayangdiharapkanmencapai USD600juta per tahun. Kementerian Pariwisata mencatat kebutuhan investasi pariwisata saat ini antara lain di sektor perhotelan yaitu membangun 120.000 kamar dan 15.000 restoran.
Selain itu juga dibutuhkan 10.000 agen travel, 300 taman rekreasi berkelas internasional, dan 2.000 operator selam. Di lain pihak pemerintah juga sudah menawarkan 19 lokasi potensial investasi pariwisata, di mana lahannya sudah clean and clear. Lokasi tersebut adalah Bugam Raya, Wakatobi, Tobasa Bono, Anambas, Samosir, Saumlaki, Rote, Bangka, Sabang, Sumenep, Gunung Sitoli, Nias Utara.
Inda susanti
(bhr)