Angry Customers

Minggu, 22 Februari 2015 - 08:55 WIB
Angry Customers
Angry Customers
A A A
Minggu ini adalah minggu ”berkabung” bagi dunia penerbangan kita. Ya, karena Lion Air, brand luar biasa yang begitu sukses merevolusi industri penerbangan kita, telah mengecewakan konsumennya.

Tak mengherankan bila headline koran dan linimasa media sosial tiga hari terakhir dipenuhi konsumen yang marah, geram, dan meradang. Itulah konsumen. Bisa marah-marah luar biasa. Bisa membenci sebuah brand hingga ke ubun-ubun. Bahkan mereka bisa menyebarkan kejelekan brand Anda ke keluarga, kolega, dan seluruh teman-temannya.

”Satisfied Customers Tell Three Friends, Angry Customers Tell 3,000”, begitu bunyi judul sebuah buku laris. Kalau Anda dibenci seorang konsumen yang telah Anda telantarkan barangkali tak begitu masalah. Tapi jika si konsumen mengajak 3.000 temannya untuk ikut-ikutan membenci brand Anda, itu yang berbahaya.

Tak hanya itu, yang paling berbahaya adalah jika mereka sampai bersekutu dan bersatu-padu untuk menggalang” kebenciannasional” kepada brand karena merasa telah dikecewakan. Ingat, di era media sosial, sepotong hastag # saja di Twitter sudah lebih dari cukup untuk men-trigger sebuah mass movement untuk memboikot dan memorakporandakan brand Anda dalam semalam.

Karena itu saya sering mengatakan, jangan mainmain dengan konsumen yang marah. Anda harus memperlakukan mereka secara superserius dan superhatihati. Bagaimana Lion Air merespons kemarahan konsumen memberikan pembelajaran berharga untuk kita renungkan. First, Listen!Langkah pertama merespons konsumen yang marah adalah dengan mendengarkannya secara sabar dan penuh perhatian.

Bahkan ketika Anda benar dan si konsumen yang salah, Anda harus tetap dengan penuh kesabaran mendengarkannya. Ingat, ketika kemarahan memuncak hingga ke ubun-ubun, hal paling pertama yang mereka butuhkan adalah didengarkan. Barangkali betul Anda punya seribu macam alasan meyakinkan bahwa Anda benar dan konsumenlah yang salah, tetapi janganlah argumen rasional itu yang Anda majukan.

Yang pertama-tama harus Anda lakukan adalah: listen, listen, and listen carefully. Setelah mengerti betul keluhan mereka, selanjutnya Anda harus menunjukkan simpati mendalam terhadap persoalan yang mereka hadapi dan kerugian yang Anda timbulkan. Tak lama setelah Air Asia diberitakan hilang beberapa waktu lalu, Tony Fernandes sebagai pucuk pimpinan maskapai tersebut langsung terbang ke Surabaya dan memantau detik demi detik proses pencarian pesawat.

Melalui akun Twitter-nya dan pernyataan pers, ia menunjukkan simpati yang amat mendalam terutama kepada keluarga korban. ”Kami akan segera memberikan pernyataan lain. Terima kasih atas semua pemikiran dan doa, kita harus tetap kuat,” demikian bunyi salah satu tweet-nya. Mendengar dan memberikan simpati mendalam seperti ini belum saya lihat dalam kasus Lion Air.

Apologize Gracefully

Setelah Anda mendengarkan, mengumpulkan seluruh informasi, dan tahu betul duduk persoalannya, janganlah langsung berargumentasi. Hal pertama berikutnya yang harus Anda lakukan adalah meminta maaf tanpa banyak cingcong. Minta maaf adalah magic words dalam menghadapi konsumen yang marah. Ingat, apology is a statement of compassion.

Permintaan maaf adalah peredam paling ampuh dalam meredakan ledakan-ledakan konsumen yang marah. Permintaan maaf menenteramkan hati konsumen yang marah dan bisa menjadi jembatan bagi sebuah dialog yang penuh pengertian. Respons Kalbe Farma atas kasus obat anestesi Buvanest Spinal produksinya yang merenggut dua pasien di rumah sakit Siloam Tangerang patut menjadi contoh.

Tak lama setelah kasusnya merebak, Irawati Setiady yang menjadi pucuk pimpinan langsung meminta maaf, menyatakan sangat prihatin, sekaligus bertanggung jawab atas meninggalnya dua pasien tersebut. Respons seperti ini yang tak terlihat dalam kasus Lion Air.

Yang ada justru argumentasi salah satu direkturnya bahwa dua pesawat yang menabrak burung menjadi biang keterlambatan. Ingat, ketika konsumen marah, yang diperlukan bukannya rasionalitas jawaban dan segudang alasan Anda, tapi empati. They donThey dont care your arguments. They need your empathy

Find Solution

Pengunci kemarahan konsumen tentu saja adalah solusi atas persoalan gawat yang mereka hadapi. Kemarahan mereka akan betul-betul terhenti hanya jika Anda mampu memberikan solusi menyeluruh atas problem yang mereka hadapi. Mendengar, bersimpati, dan meminta maaf hanyalah solusi sementara untuk meredam kemarahan yang kian memuncak.

Mendengar dan meminta maaf memang ampuh mendinginkan suhu kemarahan, tetapi tak serta-merta menuntaskan seluruh persoalan. Di titik inilah sesungguhnya persoalan krusial yang dihadapi Lion Air saat ini. Kita tahu keterlambatan Lion Air bukanlah persoalan kemarin sore. Persoalan klasik ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa terlihat solusi yang memuaskan.

Praktis tiap hari maskapai ini mengalami keterlambatan terutama di penerbangan-penerbangan sore dan malam. Saking seringnya terlambat, Lion Air seperti mati rasa menghadapi keluhan-keluhan konsumennya. Ia tak lagi memiliki kepekaan terhadap kesusahan-kesusahan konsumennya. Ia menjadi brand yang ”bebal” terhadap aspirasi dan penderitaan konsumennya.

Kemarahan meradang konsumen Lion Air tiga hari lalu adalah puncak gunungesdari persoalan klasik yang sama, yang tertimbun begitu lama. Konsumen menjadi demikian temperamental karena tak berdaya menghadapi brand yang begitu bebal dan mati rasa. Kita semua cinta Lion Air sebagai sebuah brand lokal yang mencapai prestasi mengagumkan dalam 15 tahun terakhir.

Selama waktu itu harus diakui maskapai hebat ini mampu mewujudkan misi dan ambisinya: we make people fly. Karena itu kita tentu tak ingin kehilangan mereka. Semoga membaca tulisan ini, Lion Air berbenah.

YUSWOHADY
Managing Partner Inventure
www.yuswohady.com
@yuswohady
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0489 seconds (0.1#10.140)