Pemberdayaan Perusahaan Lokal Diapresiasi
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Industri Penunjang Migas (Inpemigas) mengapresiasi kebijakan pemberdayaan perusahaan dan perbankan dalam negeri di sektor hulu migas.
Dengan dukungan tersebut, perusahaan nasional kini hanya perlu meningkatkan kompetensinya agar bisa bersaing di era global. ”Kebijakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) maupun Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam memberdayakan dan melindungi perusahaan dalam negeri sudah sangat memadai,” kata Ketua Umum Inpemigas Yan Wagiran dalam keterangan tertulis, kemarin.
Salah satu bentuk dukungan yang diberikan tertuang dalam Pedoman Tata Kerja (PTK) No 007 Revisi III No 007/ K00000/ 2014/S0 mengenai rantai suplai dalam pengadaan barang dan jasa yang mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk mengutamakan keikutsertaan perusahaan dalam negeri.
Seperti diketahui, PTK 007 revisi III Tahun 2014 yang tengah disosialisasikan SKK Migas ke kalangan pelaku usaha barubaru ini akan berlaku efektif mulai 27 Maret 2015. Revisi PTK 007 bertujuan untuk mempercepat dan menyederhanakan proses tender, transaksi melalui bank BUMN, meningkatkan penggunaan sumber dalam negeri serta penerapan akuntabilitas pelaku pengadaan barang/jasa.
Dia menambahkan, peningkatan kapasitas nasional dalam memenuhi kebutuhan industri hulu migas memberikan efek pengganda (multiplier effect) dalam pembangunan perekonomian nasional. Untuk itu, tegas dia, perusahaan swasta nasional harus terus meningkatkan kompetensinya agar bisa bersaing dan mandiri.
Sementara itu, Koordinator Program Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA-ESDA) Mohammad Asri menilai, menaikkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) setiap tahunnya merupakan tantangan yang tidak ringan. Apalagi berdasarkan cetak biru Kementerian ESDM, pada tahun 2015 TKDN harus sudah di atas 70%, kemudian di tahun 2025 mencapai 91%.
”Komponen dalam negeri juga harus mengikuti perkembangan di sektor hulu migas. Misalnya, lokasi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kini semakin ke timur Indonesia dan terletak di laut dalam. Itu menyebabkan sektor hulu migas lebih padat modal, teknologi, dan risiko, serta memerlukan sumber daya pendukung lain yang lebih tinggi standar kualitasnya,” ujarnya.
M faizal
Dengan dukungan tersebut, perusahaan nasional kini hanya perlu meningkatkan kompetensinya agar bisa bersaing di era global. ”Kebijakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) maupun Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam memberdayakan dan melindungi perusahaan dalam negeri sudah sangat memadai,” kata Ketua Umum Inpemigas Yan Wagiran dalam keterangan tertulis, kemarin.
Salah satu bentuk dukungan yang diberikan tertuang dalam Pedoman Tata Kerja (PTK) No 007 Revisi III No 007/ K00000/ 2014/S0 mengenai rantai suplai dalam pengadaan barang dan jasa yang mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk mengutamakan keikutsertaan perusahaan dalam negeri.
Seperti diketahui, PTK 007 revisi III Tahun 2014 yang tengah disosialisasikan SKK Migas ke kalangan pelaku usaha barubaru ini akan berlaku efektif mulai 27 Maret 2015. Revisi PTK 007 bertujuan untuk mempercepat dan menyederhanakan proses tender, transaksi melalui bank BUMN, meningkatkan penggunaan sumber dalam negeri serta penerapan akuntabilitas pelaku pengadaan barang/jasa.
Dia menambahkan, peningkatan kapasitas nasional dalam memenuhi kebutuhan industri hulu migas memberikan efek pengganda (multiplier effect) dalam pembangunan perekonomian nasional. Untuk itu, tegas dia, perusahaan swasta nasional harus terus meningkatkan kompetensinya agar bisa bersaing dan mandiri.
Sementara itu, Koordinator Program Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA-ESDA) Mohammad Asri menilai, menaikkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) setiap tahunnya merupakan tantangan yang tidak ringan. Apalagi berdasarkan cetak biru Kementerian ESDM, pada tahun 2015 TKDN harus sudah di atas 70%, kemudian di tahun 2025 mencapai 91%.
”Komponen dalam negeri juga harus mengikuti perkembangan di sektor hulu migas. Misalnya, lokasi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kini semakin ke timur Indonesia dan terletak di laut dalam. Itu menyebabkan sektor hulu migas lebih padat modal, teknologi, dan risiko, serta memerlukan sumber daya pendukung lain yang lebih tinggi standar kualitasnya,” ujarnya.
M faizal
(ftr)