Pertumbuhan Industri Agro Dipatok 7,5%
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mematok target pertumbuhan industri agro pada tahun ini sebesar 7,5%. Pertumbuhan itu akan mengontribusi produk domestik bruto industri pengolahan non-migas sebesar 46%.
“Kita harapkan, target tersebut dapat mengakselerasi pengembangan industri agro di dalam negeri sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang tangguh dan berdaya saing,” ujar Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto dalam keterangan tertulis yang diterima KORAN SINDO kemarin.
Dia menjelaskan, kontribusi industri agro terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan non-migas pada tahun 2014 sebesar 45,74% atau naik dibandingkan tahun 2013 sebesar 44,64%. Sedangkan, laju pertumbuhan industri agro tahun 2014 mencapai 7,12% atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,23%.
Sesditjen Industri Agro Kemenperin Enny Ratnaningtyas mengatakan, pertumbuhan sektor industri agro pada 2014 itu disumbangkan oleh industri barang kayu dan hasil hutan lainnya sebesar 7,33%, industri makanan minuman dan tembakau 7,24%, dan industri kertas dan barang cetakan 6,15%.
Kemenperin optimistis, pada 2019 pertumbuhan industri agro mampu mencapai 8%. Selain pertumbuhan sebesar 7,5%, Kemenperin juga menargetkan nilai ekspor industri agro pada tahun 2015 mencapai USD35,42 miliar. Sementara, nilai investasi penanaman modal dalam negeri di sektor agro ditargetkan sebesar Rp60 triliun dan penaman modal asing sebesar USD20 miliar.
Sedangkan, penyerapan tenaga kerja di sektor industri agro tahun ini ditargetkan sebanyak 2 juta orang. Industri agro dinilai menjadi industri andalan masa depan Indonesia karena didukung oleh sumber daya alam yang potensial, seperti sektor pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan.
Panggah mengatakan, dalam upaya menghadapi permasalahan dan tantangan yang ada, baik internal maupun eksternal, strategi dan kebijakan pengembangan industri agro tetap diarahkan pada kebijakan hilirisasi yang merupakan salah satu strategi dasar peningkatan nilai tambah produk agro nasional.
Dalam upaya mencapai target- target yang telah ditetapkan, strategi utama yang dilakukan Kemenperin meliputi empat kategori yaitu regulasi, seperti pengenaan bea keluar, larangan ekspor bahan baku serta pemberian insentif tax holiday dan tax allowance; intervensi, seperti bantuan peralatan dan mesin, bantuan sertifikasi SVLK dan V-legal, serta promosi pasar melalui pameran di dalam maupun luar negeri; fasilitasi dan pendampingan, seperti pelatihan desain, peningkatan kompetensi SDM, kualitas dan mutu, serta pendampingan teknologi; sosialisasi melalui peraturan-peraturan dan standardisasi.
“Pemberian insentif pajak berupa tax holiday dan taxallowance serta fasilitas bea keluar juga akan tetap dipertahankan untuk merangsang industri dalam negeri berproduksi menggunakan sumber daya alam yang tersedia,” ujarnya. Di samping itu, pemerintah menetapkan pengembangan industri agro sebagai prioritas dalam dokumen Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN).
Industri yang diprioritaskan adalah industri berdaya saing kuat, meliputi industri berbasis minyak sawit, berbasis karet, berbasis rumput laut, berbasis pulp dan kertas, serta industri pengolahan kakao; industri berdaya saing moderat, meliputi industri pengolahan kayu dan rotan, kopi, teh dan ikan; industri penunjang pangan, meliputi industri gula berbasis tebu, tepung terigu, pakan ternak, pengolahan susu, dan pengolahan buah; industri yang dikendalikan, meliputi industri hasil tembakau dan industri minuman beralkohol.
Panggah juga menegaskan, Kemenperin terus mendorong pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri agro nasional. Hingga saat ini Indonesia merupakan produsen produk pertanian utama dengan komoditas unggulan seperti kelapa sawit, kakao, karet, dan rotan.
Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia dengan produksi minyak sawit tahun 2014 mencapai 31 juta ton, kakao sekitar 450.000 ton, dan karet sekitar 3,23 juta ton. Indonesia juga merupakan produsen rotan yang sangat potensial, lebih dari 85% populasi rotan dunia berasal dari Indonesia dengan produksi sebesar 143.000 ton.
Menurut Panggah, strategi pembinaan dan pengembangan industri agro nasional akan berhasil dengan baik apabila koordinasi dan sinkronisasi yang sinergis terjalin antar-instansi terkait, baik pusat maupun daerah, dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan industri agro secara keseluruhan.
M faizal/ant
“Kita harapkan, target tersebut dapat mengakselerasi pengembangan industri agro di dalam negeri sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang tangguh dan berdaya saing,” ujar Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto dalam keterangan tertulis yang diterima KORAN SINDO kemarin.
Dia menjelaskan, kontribusi industri agro terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan non-migas pada tahun 2014 sebesar 45,74% atau naik dibandingkan tahun 2013 sebesar 44,64%. Sedangkan, laju pertumbuhan industri agro tahun 2014 mencapai 7,12% atau meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4,23%.
Sesditjen Industri Agro Kemenperin Enny Ratnaningtyas mengatakan, pertumbuhan sektor industri agro pada 2014 itu disumbangkan oleh industri barang kayu dan hasil hutan lainnya sebesar 7,33%, industri makanan minuman dan tembakau 7,24%, dan industri kertas dan barang cetakan 6,15%.
Kemenperin optimistis, pada 2019 pertumbuhan industri agro mampu mencapai 8%. Selain pertumbuhan sebesar 7,5%, Kemenperin juga menargetkan nilai ekspor industri agro pada tahun 2015 mencapai USD35,42 miliar. Sementara, nilai investasi penanaman modal dalam negeri di sektor agro ditargetkan sebesar Rp60 triliun dan penaman modal asing sebesar USD20 miliar.
Sedangkan, penyerapan tenaga kerja di sektor industri agro tahun ini ditargetkan sebanyak 2 juta orang. Industri agro dinilai menjadi industri andalan masa depan Indonesia karena didukung oleh sumber daya alam yang potensial, seperti sektor pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan.
Panggah mengatakan, dalam upaya menghadapi permasalahan dan tantangan yang ada, baik internal maupun eksternal, strategi dan kebijakan pengembangan industri agro tetap diarahkan pada kebijakan hilirisasi yang merupakan salah satu strategi dasar peningkatan nilai tambah produk agro nasional.
Dalam upaya mencapai target- target yang telah ditetapkan, strategi utama yang dilakukan Kemenperin meliputi empat kategori yaitu regulasi, seperti pengenaan bea keluar, larangan ekspor bahan baku serta pemberian insentif tax holiday dan tax allowance; intervensi, seperti bantuan peralatan dan mesin, bantuan sertifikasi SVLK dan V-legal, serta promosi pasar melalui pameran di dalam maupun luar negeri; fasilitasi dan pendampingan, seperti pelatihan desain, peningkatan kompetensi SDM, kualitas dan mutu, serta pendampingan teknologi; sosialisasi melalui peraturan-peraturan dan standardisasi.
“Pemberian insentif pajak berupa tax holiday dan taxallowance serta fasilitas bea keluar juga akan tetap dipertahankan untuk merangsang industri dalam negeri berproduksi menggunakan sumber daya alam yang tersedia,” ujarnya. Di samping itu, pemerintah menetapkan pengembangan industri agro sebagai prioritas dalam dokumen Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN).
Industri yang diprioritaskan adalah industri berdaya saing kuat, meliputi industri berbasis minyak sawit, berbasis karet, berbasis rumput laut, berbasis pulp dan kertas, serta industri pengolahan kakao; industri berdaya saing moderat, meliputi industri pengolahan kayu dan rotan, kopi, teh dan ikan; industri penunjang pangan, meliputi industri gula berbasis tebu, tepung terigu, pakan ternak, pengolahan susu, dan pengolahan buah; industri yang dikendalikan, meliputi industri hasil tembakau dan industri minuman beralkohol.
Panggah juga menegaskan, Kemenperin terus mendorong pertumbuhan dan peningkatan daya saing industri agro nasional. Hingga saat ini Indonesia merupakan produsen produk pertanian utama dengan komoditas unggulan seperti kelapa sawit, kakao, karet, dan rotan.
Indonesia sebagai produsen sawit terbesar dunia dengan produksi minyak sawit tahun 2014 mencapai 31 juta ton, kakao sekitar 450.000 ton, dan karet sekitar 3,23 juta ton. Indonesia juga merupakan produsen rotan yang sangat potensial, lebih dari 85% populasi rotan dunia berasal dari Indonesia dengan produksi sebesar 143.000 ton.
Menurut Panggah, strategi pembinaan dan pengembangan industri agro nasional akan berhasil dengan baik apabila koordinasi dan sinkronisasi yang sinergis terjalin antar-instansi terkait, baik pusat maupun daerah, dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan industri agro secara keseluruhan.
M faizal/ant
(ftr)