BRI Bagi Dividen Rp7,27 Triliun
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyetujui pembagian dividen kepada pemegang saham sebesar Rp7,27 triliun atau setara dengan 30% dari laba bersih 2014 senilai Rp24,24 triliun.
Direktur Utama BRI Asmawi Syam mengatakan, pemberian dividen tersebut telah disetujui oleh pemegang saham yang hadir dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) perseroan. Tercatat, pemegang saham yang hadir telah mewakili 84,65% dari seluruh jumlah saham yang dikeluarkan.
”Dari Rp24,24 triliun perolehan laba bersih tahun lalu, 30% atau Rp7,27 triliun akan digunakan untuk dividend pay out ratio,” kata Asmawi seusai RUPST di Jakarta kemarin. Selain digunakan untuk dividen, 11% atau Rp2,67 triliun dari laba bersih tahun lalu akan digunakan untuk cadangan guna mendukung investasi perseroan ke depan. Sementara, sisanya akan digunakan BRI untuk menambah laba ditahan.
Menurut dia, pembagian dividen tidak terlepas dari kinerja perseroan tahun lalu yang meningkat signifikan dari semua aspek, seperti keuangan yang berasal dari pertumbuhan kredit yang berkualitas, peningkatan fee based income, peningkatan IT performance, dan penerapan manajemen risiko serta tata kelola perusahaan secara menyeluruh.
”Atas kinerja itu kami meraih beberapa penghargaan baik nasional dan internasional. Kami akan lebih tingkatkan kembali untuk ke depannya,” ujar Asmawi. Sepanjang 2014 BRI mencatat perolehan laba bersih Rp24,24 triliun, meningkat 14,35% dibandingkan tahun sebelumnya Rp21,16 triliun. Peningkatan laba bersih ditopang oleh meningkatnya kontribusi penyaluran kredit .
Dari sisi aset, perseroan mencatat pertumbuhan 28,34%, menjadi Rp778,02 triliun dari sebelumnya Rp606,37 triliun. Penyaluran kredit naik 13,88% dari Rp430,62 triliun menjadi Rp490,41 triliun. Sementara, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 23,45% dari Rp486,37 triliun menjadi Rp600,40 triliun. Adapun, rasio keuangan lainnya seperti margin bunga bersih (NIM) tercatat 8,51%, rasio kredit terhadap DPK (LDR) 81,68%, rasio kredit ber-masalah (NPL) gross 1,69%, serta biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) 65,37%.
Pada RUPST kemarin BRI juga secara resmi menunjuk susunan komisaris dan direksi yang baru. Deretan komisaris diisi beberapa nama yang cukup familiar karena pernah menjadi pejabat publik. Di antaranya, mantan Menteri BUMN Mustafa Abubakar, mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Adhyaksa Dault, mantan menteri lingkungan hidup A Sony Keraf, dan mantan Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany.
Selain itu, Gatot Suwondo, yang baru saja lengser dari Dirut BNI, juga didapuk menjadi komisaris BRI bersama Gatot Trihargo, Vincentius Sonny Loho, dan Jeffry W Wurangian. Sedangkan di jajaran direksi, Asmawi Syam terpilih menjadi direktur utama BRI. Dia didampingi wakil direktur Sunarso dan direktur Djarot Kusumayakti, Gatot Mardiwasisto, A. Toni Soetirto, Randi Anto, Susy Liestiowaty, Zulhelfi Abidin, Donsuwan Simatupang, Haru Koesmahargyo, dan Mohammad Irfan.
Di sisi lain, mantan sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mengatakan, tidak adanya mekanisme pemilihan maupun fit and proper test pada pengangkatan komisaris di BUMN menyebabkan kursi tersebut diisi oleh kalangan yang tidak kompeten. Beda halnya untuk jajaran direksi BUMN yang harus melewati mekanisme sebanyak 10 tahapan.
”Tidak ada mekanisme yang menilainya, padahal ada beberapa persyaratan misalnya tidak boleh menjadi pengurus partai politik,” kata Said saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, kemarin. Dia berpendapat, jika perusahaan pelat merah ingin berkembang secara profesional, seharusnya posisi kursi komisaris diisi oleh individu yang andal di masing-masing bidang. Tidak bisa dimungkiri saat ini terdapat sejumlah nama titipan di posisi komisaris beberapa perusahaan pelat merah.
”Intinya saya berharap betul ke depan, posisi komisaris harus diisi oleh orang yang mempunyai kompeten, tidak apa-apa ahli hukum tetapi jangan sampai masalah kompetensi ini dinomorduakan karena merupakan tim sukses atau dari golongan partai tertentu,” tegas dia. Sementara, untuk memperkuat segmen kredit mikro, perseroan berencana menerbitkan surat utang (obligasi) berkelanjutan pada tahun depan sebesar Rp12 triliun.
Direktur BRI Haru Kusmahargyo mengatakan, obligasi akan diterbitkan selama 2016 hingga 2018 mendatang. ”Rencananya kami akan menerbitkan obligasi, tapi dilihat dulu pasarnya. Obligasi berkelanjutan selama tiga tahun kurang lebih Rp12 triliun,” ujar Haru. Lebih lanjut dia menjelaskan, penerbitan obligasi untuk menggenjot kredit khususnya para pelaku usaha mikro.
Melihat pertumbuhan kredit realisasi 2014, penyaluran kredit BRI pada 2014 meningkat sebesar Rp57,79 triliun atau tumbuh sebesar 13,88% (yoy), dari Rp430,62 triliun pada 2013 menjadi Rp490,41 triliun. ”Obligasi ini merupakan bentuk diversifikasi liabilitas atau utang untuk pendanaan, nanti diterbitkan sesuai kebutuhan kredit kita ke depan,” kata dia.
Heru febrianto
Direktur Utama BRI Asmawi Syam mengatakan, pemberian dividen tersebut telah disetujui oleh pemegang saham yang hadir dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) perseroan. Tercatat, pemegang saham yang hadir telah mewakili 84,65% dari seluruh jumlah saham yang dikeluarkan.
”Dari Rp24,24 triliun perolehan laba bersih tahun lalu, 30% atau Rp7,27 triliun akan digunakan untuk dividend pay out ratio,” kata Asmawi seusai RUPST di Jakarta kemarin. Selain digunakan untuk dividen, 11% atau Rp2,67 triliun dari laba bersih tahun lalu akan digunakan untuk cadangan guna mendukung investasi perseroan ke depan. Sementara, sisanya akan digunakan BRI untuk menambah laba ditahan.
Menurut dia, pembagian dividen tidak terlepas dari kinerja perseroan tahun lalu yang meningkat signifikan dari semua aspek, seperti keuangan yang berasal dari pertumbuhan kredit yang berkualitas, peningkatan fee based income, peningkatan IT performance, dan penerapan manajemen risiko serta tata kelola perusahaan secara menyeluruh.
”Atas kinerja itu kami meraih beberapa penghargaan baik nasional dan internasional. Kami akan lebih tingkatkan kembali untuk ke depannya,” ujar Asmawi. Sepanjang 2014 BRI mencatat perolehan laba bersih Rp24,24 triliun, meningkat 14,35% dibandingkan tahun sebelumnya Rp21,16 triliun. Peningkatan laba bersih ditopang oleh meningkatnya kontribusi penyaluran kredit .
Dari sisi aset, perseroan mencatat pertumbuhan 28,34%, menjadi Rp778,02 triliun dari sebelumnya Rp606,37 triliun. Penyaluran kredit naik 13,88% dari Rp430,62 triliun menjadi Rp490,41 triliun. Sementara, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 23,45% dari Rp486,37 triliun menjadi Rp600,40 triliun. Adapun, rasio keuangan lainnya seperti margin bunga bersih (NIM) tercatat 8,51%, rasio kredit terhadap DPK (LDR) 81,68%, rasio kredit ber-masalah (NPL) gross 1,69%, serta biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) 65,37%.
Pada RUPST kemarin BRI juga secara resmi menunjuk susunan komisaris dan direksi yang baru. Deretan komisaris diisi beberapa nama yang cukup familiar karena pernah menjadi pejabat publik. Di antaranya, mantan Menteri BUMN Mustafa Abubakar, mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Adhyaksa Dault, mantan menteri lingkungan hidup A Sony Keraf, dan mantan Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany.
Selain itu, Gatot Suwondo, yang baru saja lengser dari Dirut BNI, juga didapuk menjadi komisaris BRI bersama Gatot Trihargo, Vincentius Sonny Loho, dan Jeffry W Wurangian. Sedangkan di jajaran direksi, Asmawi Syam terpilih menjadi direktur utama BRI. Dia didampingi wakil direktur Sunarso dan direktur Djarot Kusumayakti, Gatot Mardiwasisto, A. Toni Soetirto, Randi Anto, Susy Liestiowaty, Zulhelfi Abidin, Donsuwan Simatupang, Haru Koesmahargyo, dan Mohammad Irfan.
Di sisi lain, mantan sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mengatakan, tidak adanya mekanisme pemilihan maupun fit and proper test pada pengangkatan komisaris di BUMN menyebabkan kursi tersebut diisi oleh kalangan yang tidak kompeten. Beda halnya untuk jajaran direksi BUMN yang harus melewati mekanisme sebanyak 10 tahapan.
”Tidak ada mekanisme yang menilainya, padahal ada beberapa persyaratan misalnya tidak boleh menjadi pengurus partai politik,” kata Said saat dihubungi KORAN SINDO di Jakarta, kemarin. Dia berpendapat, jika perusahaan pelat merah ingin berkembang secara profesional, seharusnya posisi kursi komisaris diisi oleh individu yang andal di masing-masing bidang. Tidak bisa dimungkiri saat ini terdapat sejumlah nama titipan di posisi komisaris beberapa perusahaan pelat merah.
”Intinya saya berharap betul ke depan, posisi komisaris harus diisi oleh orang yang mempunyai kompeten, tidak apa-apa ahli hukum tetapi jangan sampai masalah kompetensi ini dinomorduakan karena merupakan tim sukses atau dari golongan partai tertentu,” tegas dia. Sementara, untuk memperkuat segmen kredit mikro, perseroan berencana menerbitkan surat utang (obligasi) berkelanjutan pada tahun depan sebesar Rp12 triliun.
Direktur BRI Haru Kusmahargyo mengatakan, obligasi akan diterbitkan selama 2016 hingga 2018 mendatang. ”Rencananya kami akan menerbitkan obligasi, tapi dilihat dulu pasarnya. Obligasi berkelanjutan selama tiga tahun kurang lebih Rp12 triliun,” ujar Haru. Lebih lanjut dia menjelaskan, penerbitan obligasi untuk menggenjot kredit khususnya para pelaku usaha mikro.
Melihat pertumbuhan kredit realisasi 2014, penyaluran kredit BRI pada 2014 meningkat sebesar Rp57,79 triliun atau tumbuh sebesar 13,88% (yoy), dari Rp430,62 triliun pada 2013 menjadi Rp490,41 triliun. ”Obligasi ini merupakan bentuk diversifikasi liabilitas atau utang untuk pendanaan, nanti diterbitkan sesuai kebutuhan kredit kita ke depan,” kata dia.
Heru febrianto
(ars)