Garuda Perlu Genjot Efisiensi
A
A
A
JAKARTA - Analis menilai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk perlu meningkatkan efisiensi perusahaan untuk memperbaiki kondisi keuangannya.
Sepanjang 2014 Garuda membukukan rugi bersih USD371,97 juta atau sekitar Rp4,65 triliun (dengan kurs Rp12.500/dolar AS). Analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto mengatakan, dalam program Quick Wins yang merupakan program jangka pendek untuk memperbaiki kondisi keuangan perseroan, utamanya Garuda perlu memperhatikan penghematan biaya bahan bakar dan biaya sewa pesawat.
”Selain itu soal biaya pemeliharaan dan perbaikan, juga suku cadang. Semua beban keuangan itu naik signifikan di 2014,” kata Guntur kepada KORANSINDO, akhir pekan lalu. Menurut dia, efisiensi hingga Rp4 triliun yang ditargetkan perseroan bisa dicapai dengan menekan biaya-biaya operasional tersebut.
Dia menambahkan, perseroan juga harus mendorong kenaikan pendapatan agar bisa mendapatkan neraca keuangan yang positif tahun depan. Garuda, imbuh dia, saat ini masih diuntungkan oleh rendahnya harga minyak dunia. ”Untuk melihat keberhasilan program Quick Wins, investor akan menunggu laporan keuangan garuda di kuartal I/2015,” katanya.
Menurut dia, saham emiten berkode GIAA ini masih akan cenderung di level Rp500-550 hingga semester pertama tahun ini. Sebagai catatan, BUMN penerbangan ini pada tahun sebelumnya masih mencatat laba sebesar USD13,58 juta. Namun, beban usaha perseroan tahun lalu meningkat dari USD3,747 miliar menjadi USD4,295 miliar.
Selain itu, total kewajiban juga naik dari USD1,867 miliar menjadi USD2,184 miliar. Garuda sepanjang 2014 mencatat rugi usaha sebesar USD399 juta, dari laba sebesar USD63 juta di tahun sebelumnya. Direktur Utama Garuda Arif Wibowo mengatakan, kinerja keuangan perseroan pada tahun 2014 turun seperti halnya kondisi industri penerbangan dunia yang juga mengalami turbulensi.
”Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta harga bahan bakar yang sebelumnya sempat mencapai harga tertinggi, serta aspek regulatory yang kurang kondusif terhadap industri penerbangan telah memberi dampak yang luar biasa terhadap kinerja perusahaan penerbangan internasional, termasuk Garuda,” paparnya.
Selain itu, kata dia, kinerja keuangan Garuda dipengaruhi oleh adanya impairment loss yang dialami sebesar USD113,5 juta dari proses early termination, re-evaluasi aset, serta investasi yang dilakukan perusahaan di perusahaan penerbangan Merpati Nusantara Airline dan Gapura Angkasa.
Dari sisi angkutan penumpang, selama tahun 2014 Garuda Indonesia Group (termasuk anak usaha di segmen maskapai berbiaya rendah, Citilink) sebetulnya mencatat peningkatan. Garuda mengangkut sebanyak 29,14 juta penumpang, meningkat 16,7% dibanding tahun 2013 sebanyak 25 juta penumpang.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Ari Askhara Danadiputra mengungkapkan , Garuda akan menandatangani perjanjian pinjaman sebesar Rp2,3 triliun dengan PT Bank Internasional Indonesia Maybank Tbk (BII). ”Pinjaman ini terdiri dari USD100 juta dan pinjaman rupiah Rp1 triliun, sehingga totalnya Rp2,3 triliun,” kata Ari.
Pinjaman ini, jelas dia, mempunyai tingkat suku bunga sebesar 3% untuk valuta asing dan 7,8% untuk pinjaman rupiah. Dia mengatakan, dana tersebut akan digunakan untuk pelunasan utang dolar yang jatuh tempo Juni sebesar USD350 juta.
Utang jatuh tempo yang akan dilunasi tersebut antara lain kepada PT Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Permata Tbk. Sedangkan, dana dalam bentuk rupiah akan dipakai maskapai penerbangan pelat merah itu untuk membeli avtur ke PT Pertamina (Persero).
Menurut Ari, Garuda memang telah berencana menerbitkan sukuk global senilai USD500 juta Mei mendatang. Namun, lantaran tidak ingin menambah bunga utang, perusahaan memilih berutang jangka pendek untuk melunasi utang jatuh tempo tersebut.
”Ini untuk biaya talangan dalam melunasi utang, dari pada menunggu sukuk yang akan diterbitkan pada pertengahan Mei 2015, karena kita tunggu laporan keuangan kuartal I/2015,” paparnya.
Heru febrianto
Sepanjang 2014 Garuda membukukan rugi bersih USD371,97 juta atau sekitar Rp4,65 triliun (dengan kurs Rp12.500/dolar AS). Analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto mengatakan, dalam program Quick Wins yang merupakan program jangka pendek untuk memperbaiki kondisi keuangan perseroan, utamanya Garuda perlu memperhatikan penghematan biaya bahan bakar dan biaya sewa pesawat.
”Selain itu soal biaya pemeliharaan dan perbaikan, juga suku cadang. Semua beban keuangan itu naik signifikan di 2014,” kata Guntur kepada KORANSINDO, akhir pekan lalu. Menurut dia, efisiensi hingga Rp4 triliun yang ditargetkan perseroan bisa dicapai dengan menekan biaya-biaya operasional tersebut.
Dia menambahkan, perseroan juga harus mendorong kenaikan pendapatan agar bisa mendapatkan neraca keuangan yang positif tahun depan. Garuda, imbuh dia, saat ini masih diuntungkan oleh rendahnya harga minyak dunia. ”Untuk melihat keberhasilan program Quick Wins, investor akan menunggu laporan keuangan garuda di kuartal I/2015,” katanya.
Menurut dia, saham emiten berkode GIAA ini masih akan cenderung di level Rp500-550 hingga semester pertama tahun ini. Sebagai catatan, BUMN penerbangan ini pada tahun sebelumnya masih mencatat laba sebesar USD13,58 juta. Namun, beban usaha perseroan tahun lalu meningkat dari USD3,747 miliar menjadi USD4,295 miliar.
Selain itu, total kewajiban juga naik dari USD1,867 miliar menjadi USD2,184 miliar. Garuda sepanjang 2014 mencatat rugi usaha sebesar USD399 juta, dari laba sebesar USD63 juta di tahun sebelumnya. Direktur Utama Garuda Arif Wibowo mengatakan, kinerja keuangan perseroan pada tahun 2014 turun seperti halnya kondisi industri penerbangan dunia yang juga mengalami turbulensi.
”Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta harga bahan bakar yang sebelumnya sempat mencapai harga tertinggi, serta aspek regulatory yang kurang kondusif terhadap industri penerbangan telah memberi dampak yang luar biasa terhadap kinerja perusahaan penerbangan internasional, termasuk Garuda,” paparnya.
Selain itu, kata dia, kinerja keuangan Garuda dipengaruhi oleh adanya impairment loss yang dialami sebesar USD113,5 juta dari proses early termination, re-evaluasi aset, serta investasi yang dilakukan perusahaan di perusahaan penerbangan Merpati Nusantara Airline dan Gapura Angkasa.
Dari sisi angkutan penumpang, selama tahun 2014 Garuda Indonesia Group (termasuk anak usaha di segmen maskapai berbiaya rendah, Citilink) sebetulnya mencatat peningkatan. Garuda mengangkut sebanyak 29,14 juta penumpang, meningkat 16,7% dibanding tahun 2013 sebanyak 25 juta penumpang.
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Ari Askhara Danadiputra mengungkapkan , Garuda akan menandatangani perjanjian pinjaman sebesar Rp2,3 triliun dengan PT Bank Internasional Indonesia Maybank Tbk (BII). ”Pinjaman ini terdiri dari USD100 juta dan pinjaman rupiah Rp1 triliun, sehingga totalnya Rp2,3 triliun,” kata Ari.
Pinjaman ini, jelas dia, mempunyai tingkat suku bunga sebesar 3% untuk valuta asing dan 7,8% untuk pinjaman rupiah. Dia mengatakan, dana tersebut akan digunakan untuk pelunasan utang dolar yang jatuh tempo Juni sebesar USD350 juta.
Utang jatuh tempo yang akan dilunasi tersebut antara lain kepada PT Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Permata Tbk. Sedangkan, dana dalam bentuk rupiah akan dipakai maskapai penerbangan pelat merah itu untuk membeli avtur ke PT Pertamina (Persero).
Menurut Ari, Garuda memang telah berencana menerbitkan sukuk global senilai USD500 juta Mei mendatang. Namun, lantaran tidak ingin menambah bunga utang, perusahaan memilih berutang jangka pendek untuk melunasi utang jatuh tempo tersebut.
”Ini untuk biaya talangan dalam melunasi utang, dari pada menunggu sukuk yang akan diterbitkan pada pertengahan Mei 2015, karena kita tunggu laporan keuangan kuartal I/2015,” paparnya.
Heru febrianto
(ftr)