XL Jajaki Lindung Nilai Utang Dolar
A
A
A
JAKARTA - PT XL Axiata Tbk (EXCL) tahun ini berencana melakukan upaya lindung nilai (hedging) dalam utang mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Langkah tersebut sebagai upaya perseroan mengatasi depresiasi rupiah.
Direktur Keuangan XL Axiata Mohamed Adlan mengatakan, dari total utang perseroan sebanyak Rp29,6 triliun, sebagian besar atau 66% terdiri atas utang berbentuk dolar AS. Sisanya yaitu 34% dalam bentuk mata uang rupiah. “Dari seluruh utang dolar AS sekitar 30% sudah kita hedging , kami akan mencari peluang untuk hedging menjadi 63%,” kata dia dalam paparan publik perseroan di Jakarta kemarin.
Meski demikian, lanjut dia, emiten operator telekomunikasi tersebut masih melihat pasar. Saat ini kondisi pasar untuk mengajukan hedging dinilai masih mahal. Akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, bunga hedging tinggi. Sepanjang tahun lalu anak usaha Axiata Group Berhad ini membukukan rugi sebesar Rp891,06 miliar.
Berbanding terbalik dengan 2013 yang masih menikmati keuntungan Rp1,03 triliun. EBITDA perseroan turun tipis 0,4% menjadi Rp8,62 triliun dari tahun sebelumnya Rp8,66 triliun. Sedangkan pendapatan XL naik 10% menjadi Rp23,6 triliun dari Rp21,4 triliun.
Menurut Adlan, peningkatan utang perseroan dalam bentuk dolar AS disebabkan akuisisi PT Axis Telekom Indonesia senilai USD865 juta. Pada kinerja laporan keuangan tahun lalu, dari rugi sebesar Rp1,3 triliun dalam dolar AS, sebesar Rp1,1 triliun akibat translasi kurs.
“Utang dalam bentuk dolar AS naik karena pembelian Axis, sebenarnya strategi kami ingin utang dalam bentuk rupiah, tapi karena likuiditas rupiah kurang jadi kami menggunakan dolar AS,” ucapnya.
Lebih lanjut dia menyatakan, XL akan membayar utang tahun ini sebesar Rp5,6 triliun sehingga nominalnya berkurang menjadi Rp24 triliun dari posisi utang perusahaan hingga akhir tahun lalu sebesar Rp29,6 triliun. Dia mengungkapkan, dana yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar utang tersebut melalui kas internal sebesar Rp3,9 triliun.
Sebanyak Rp3 triliun dibayarkan kepada bank lokal dan sisanya untuk utang dolar AS. Dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST), beragendakan pengangkatan Dian Siswarini sebagai presiden direktur XL Axiata, menggantikan Hasnul Suhaimi yang telah memasuki masa pensiun.
Dian telah berkiprah di XL sejak 1996, sementara pada 2007 dia sempat menjadi anggota direksi XL sebagai direktur network. Pada 2011 dia menjabat sebagai direktur digital service XL. Sebelum diangkat sebagai wakil direktur utama XL, Dian sempat mengembangkan kariernya di Group Chief of Marketing and Operation Officer di Axiata, Malaysia.
Menurut Hasnul, Dian figur yang tepat untuk memimpin XL ke depan. “Beliau memiliki kompetensiyanglebihdari cukupguna membawa XL menghadapi tantangan industri telekomunikasi masa depan,” kata Hasnul.
RUPST juga sepakat merombak jajaran komisaris, perusahaan telekomunikasi ini mengangkat mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri sebagai anggota dewan komisaris.
Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengatakan, industri telekomunikasi sedang berada dalam masa yang banyak tantangan. “Sebetulnya sekarang industri telekomunikasi sedang masa challenging,” pungkasnya.
Heru febrianto
Direktur Keuangan XL Axiata Mohamed Adlan mengatakan, dari total utang perseroan sebanyak Rp29,6 triliun, sebagian besar atau 66% terdiri atas utang berbentuk dolar AS. Sisanya yaitu 34% dalam bentuk mata uang rupiah. “Dari seluruh utang dolar AS sekitar 30% sudah kita hedging , kami akan mencari peluang untuk hedging menjadi 63%,” kata dia dalam paparan publik perseroan di Jakarta kemarin.
Meski demikian, lanjut dia, emiten operator telekomunikasi tersebut masih melihat pasar. Saat ini kondisi pasar untuk mengajukan hedging dinilai masih mahal. Akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, bunga hedging tinggi. Sepanjang tahun lalu anak usaha Axiata Group Berhad ini membukukan rugi sebesar Rp891,06 miliar.
Berbanding terbalik dengan 2013 yang masih menikmati keuntungan Rp1,03 triliun. EBITDA perseroan turun tipis 0,4% menjadi Rp8,62 triliun dari tahun sebelumnya Rp8,66 triliun. Sedangkan pendapatan XL naik 10% menjadi Rp23,6 triliun dari Rp21,4 triliun.
Menurut Adlan, peningkatan utang perseroan dalam bentuk dolar AS disebabkan akuisisi PT Axis Telekom Indonesia senilai USD865 juta. Pada kinerja laporan keuangan tahun lalu, dari rugi sebesar Rp1,3 triliun dalam dolar AS, sebesar Rp1,1 triliun akibat translasi kurs.
“Utang dalam bentuk dolar AS naik karena pembelian Axis, sebenarnya strategi kami ingin utang dalam bentuk rupiah, tapi karena likuiditas rupiah kurang jadi kami menggunakan dolar AS,” ucapnya.
Lebih lanjut dia menyatakan, XL akan membayar utang tahun ini sebesar Rp5,6 triliun sehingga nominalnya berkurang menjadi Rp24 triliun dari posisi utang perusahaan hingga akhir tahun lalu sebesar Rp29,6 triliun. Dia mengungkapkan, dana yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar utang tersebut melalui kas internal sebesar Rp3,9 triliun.
Sebanyak Rp3 triliun dibayarkan kepada bank lokal dan sisanya untuk utang dolar AS. Dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST), beragendakan pengangkatan Dian Siswarini sebagai presiden direktur XL Axiata, menggantikan Hasnul Suhaimi yang telah memasuki masa pensiun.
Dian telah berkiprah di XL sejak 1996, sementara pada 2007 dia sempat menjadi anggota direksi XL sebagai direktur network. Pada 2011 dia menjabat sebagai direktur digital service XL. Sebelum diangkat sebagai wakil direktur utama XL, Dian sempat mengembangkan kariernya di Group Chief of Marketing and Operation Officer di Axiata, Malaysia.
Menurut Hasnul, Dian figur yang tepat untuk memimpin XL ke depan. “Beliau memiliki kompetensiyanglebihdari cukupguna membawa XL menghadapi tantangan industri telekomunikasi masa depan,” kata Hasnul.
RUPST juga sepakat merombak jajaran komisaris, perusahaan telekomunikasi ini mengangkat mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri sebagai anggota dewan komisaris.
Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini mengatakan, industri telekomunikasi sedang berada dalam masa yang banyak tantangan. “Sebetulnya sekarang industri telekomunikasi sedang masa challenging,” pungkasnya.
Heru febrianto
(ftr)