Impor Gas Berpotensi Naik

Jum'at, 17 April 2015 - 08:50 WIB
Impor Gas Berpotensi...
Impor Gas Berpotensi Naik
A A A
YOGYAKARTA - PT Pertamina (persero) menegaskan negara akan terus mengalami defisit gas jika pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) jalan di tempat.

Direktur Utama PT Pertamina DwiSutjiptomengatakan, tahun ini kebutuhan impor gas mencapai 1 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Hal itu tidak menutup kemungkinan impor gas akan terus merangkak naik mencapai 4 juta kaki kubik per hari. ”Padahal, gas salah satu solusi untuk menyukseskan konversi BBM ke gas.

Tapi ternyata kita sendiri justru impor, kalau tidak ada solusi energi alternatif tadi, maka impor kita akan meningkat terus,” tutur dia, saat hadir memberikan sambutan di acara Pertamina Goes to Campus di Graha Shaba, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, kemarin. Menurut dia, Pertamina akan terus bertindak nyata merealisasikan program energi alternatif dengan membentuk unit divisi khusus mengangani EBT.

Tidak hanya itu, untuk mendorong ketersediaan gas perlu pembangunan infrastruktur gas di dalam negeri. ”Indonesia kekurangan infrastruktur gas, bahkan paling tertinggal. Masalah ini justru menjadi konflik apakah PGN atau Pertamina hingga kini tak kunjung ada ketetapan,” ujarnya. Meski demikian, Pertamina sadar bahwa untuk membangun kemandirian energi nasional tidak bisa jalan sendiri.

Pertamina harus bersinergi dengan BUMN lain bersama-sama membangun bangsa. ”Mengembangkan EBT, memperkuat ketersediaan pasokan gas merupakan salah syarat memperkokoh kemandirian energi nasional,” ujarnya. Rektor UGM Dwikorita KarnawatimenyatakanbahwaPertamina serius dalam membangun kemandirian energi nasional.

Hal itu ditunjukkan melalui beberapa kerja sama Pertamina dengan UGM dalam riset teknologi terkait energi, baik gas maupun EBT. ”Mendukung supply energi di Karimun Jawa dengan mengintegrasikan sosial budaya agar akrab dengan EBT ini sedang kami kembangkan,” kata dia. Di sisi lain Pertamina dengan UGM bersama-sama mengembangkan EBT lain seperti biomassa berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil /CPO).

Adapun, pengembangannya industri diberikan akses kepada masyarakat. ”Selain biomassa berbasis CPO juga memanfaatkan limbah organik pasar buah dan sampah. Ini kerja sama Pertamina dan UGM,” kata dia. UGM juga akan mengembangkan EBT sebagai campuran biofuel. Kerja sama ini dikerjakan bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunung Kidul.

Sementara, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X berharap, pengembangan EBT dan infrastruktur gas segera direalisasikan. Jika tidak, maka negara akan mengalami krisis berkepanjangan yang segalanya serba impor. ”Misalnya saja, potensi panas bumi di Indonesia 40% seluruh dunia. Tapi, jalan baru 4%,” ungkap Sultan.

Ia menuturkan, EBT untuk kemandirian energi perlu didorong lantaran energi fosil dengan hasil BBM dan gas telah menipis. Maka itu, perlu pengembangan energi murah dan ramah lingkungan kendati itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Maka itu, seharusnya pemerintah menyediakan fasilitas untuk pengembangan bioenergi, dan roadmap yangterukur, terkoordinasidantepatsasaran.”

Perlu juga manufacturing simultan dengan penelitian dan pengembangan yang inovatif dan harga murah. Sehingga, manfaatnya tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Sultan.

Nanang wijayanto
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7515 seconds (0.1#10.140)