Menyoal Pentingnya Framing
A
A
A
Tiga hal membedakan behavioral finance (BF) dari ilmu keuangan dan investasi tradisional. Ketiga perbedaan itu adalah bias heuristic, framing atau ketergantungan pada bentuk dan cara penyajian, dan pasar keuangan yang inefisien akibat bias heuristic dan framing di atas.
Tentang framingini, pandangan BF berlawanan dengan prinsip utama akuntansi. Akuntansi baik yang tradisional maupun yang kontemporer mengatakan bentuk (form) atau penyajian data/informasi tidak penting karena orang akan melihat isi (substance) daripada bentuk.
Jargon substance over form di kalangan akuntan begitu populer. Menurut akuntansi, selama materi yang disampaikan sama, cara penyajian tidak penting. Seperti akuntansi, keuangan tradisional juga berpendapat sama bahwa urutan dan penggunaan kata tidak akan diperhatikan investor karena pelaku pasar hanya akan memperhatikan isi.
Menentukan Persepsi
Menurut BF, cara menyampaikan sesuatu itu menentukan. Cobalah mengritik atau menyatakan ketidaksetujuan Anda atas ide seseorang dengan bahasa yang sopan dan tidak menghakimi, kemungkinan besar lawan Anda tidak akan marah karena dia menyadari yang Anda sedang pertanyakan adalah pandangan atau gagasan dia.
Pada kesempatan lain, jika Anda tidak pandai menggunakan framing, Anda akan dipersepsikan menyerang diri orang itu, walaupun sebenarnya Anda sedang mempermasalahkan pendapatnya. Karenanya, Gubernur DKI Jakarta perlu memahami dan menerapkan framing dalam setiap komunikasinya.
Dengan gaya bahasanya yang sekarang, walaupun tujuannya sangat baik, tidak dapat disalahkan jika banyak bawahan dan rekan kerjanya di legislatif sakit hati dan tidak menyukainya. Ini semua utamanya karena kata-katanya yang terkesan menyerang atau menyalahkan orang per orang di depan publik. Contoh lainnya, ketika investor dinasihatkan untuk cut loss, banyak yang tidak bersedia melakukannya.
Namun, jika diminta untuk transfer your asset dari saham A ke saham B atau rebalancing your portfolio, investor yang sama kemungkinan besar akan menuruti. Kedua pernyataan di atas sebenarnya mengandung pesan yang sama tetapi yang satu lebih menyakitkan karena ada pengakuan kesalahan, sedangkan yang lainnya bersifat lebih netral.
Sebuah saham yang harganya diberitakan tidak bergerak ke mana-mana selama setahun terakhir akan ditanggapi negatif oleh investor. Namun, sentimen investor akan berubah menjadi positif jika saham yang sama dikatakan menembus rekor tertingginya atau resistance level-nya dalam setahun terakhir. Dua pernyataan ini sejatinya membicarakan kondisi yang sama.
Contoh lain, redenominasi rupiah akan disambut gembira jika masyarakat memahaminya sebagai pengurangan utang bank dan angsuran KPR mereka dari Rp100 juta menjadi Rp100.000 untuk utangnya dan dari angsuran bulanan Rp2 juta menjadi Rp2.000 saja. Sebaliknya, redenominasi akan ramai-ramai ditolak jika yang disampaikan terlebih dahulu adalah perihal gaji yang akan turun menjadi Rp10.000 dan kekayaan menjadi Rp500.000 dari sebelumnya Rp10 juta dan Rp500 juta.
Menurut BF, keputusan yang diambil akan sangat tergantung pada cara penyajian atau kemasannya. Sama seperti isi, formdan frame yang digunakan dapat mempengaruhi interpretasi dan keputusan yang diambil. Tidak hanya kemasan, urutan penyajian juga ternyata juga penting.
Urutan Juga Penting
Eksperimen klasik tentang pentingnya urutan penyajian dilakukan Asch (1946). Sebuah nama hipotetis, misalkan Steven, dideskripsikan secara berbeda untuk dua kelompok terpisah, A dan B. Kepada kelompok A, Steven disebutkan sebagai seorang yang pintar, rajin, impulsif, kritis, keras kepala, dan cemburuan.
Sementara untuk kelompok B, Steven digambarkan sebagai orang yang cemburuan, keras kepala, kritis, impulsif, rajin, dan pintar. Karakteristik yang sama disebutkan tentang Steven kepada kedua kelompok, tetapi dengan urutan yang berkebalikan. Dalam eksperimen Asch di atas, sifat-sifat yang disebutkan pertama-tama mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada sifat yang disebutkan belakangan.
Ketika ditanyakan pendapatnya mengenai Steven, kelompok A secara mencolok menilainya lebih baik daripada penilaian kelompok B. Kahneman dan Tversky (1982) melakukan eksperimen yang hampir sama, yaitu meminta kelompok pertama untuk mengestimasi hasil perkalian 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x 6 x 7 x 8, sedangkan kelompok kedua diminta untuk menebak hasil 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1.
Persoalan yang sama disajikan dengan urutan yang tidak sama untuk dua kelompok berbeda. Jawaban yang diperoleh dari masingmasing kelompok sungguh di luar dugaan. Kelompok pertama rata-rata menebak 512, sementara di kelompok kedua 2.250. Jawaban yang benar adalah 40.320. Ada dua alasan yang dapat menjelaskan fenomena di atas (Aronson, 1994).
Pertama, konsentrasi seseorang akan menurun dengan semakin banyaknya informasi yang harus diserap sehingga informasi yang ditempatkan di belakang mendapatkan lebih sedikit perhatian. Kedua, kesan pertama umumnya mendapat bobot lebih besar daripada informasi berikutnya. Ini disebut bias anchoring atau bias referensi.
Masih mau contoh lain lagi? Mereka yang akan operasi jantung akan memilih rumah sakit yang mengatakan 75% pasiennya dapat diselamatkan daripada rumah sakit yang menyatakan 25% pasiennya tidak berhasil dalam operasinya. Tips dari saya, hati-hati dalam berbahasa.
Salah ucap atau salah tulis atau bahkan salah intonasi dapat merugikan Anda. Pejabat pemerintah, investor, dan praktisi keuangan perlu belajar dari orang komunikasi dan orang pemasaran yang umumnya lebih memahami soal ini. Anda masih menganggap kemasan itu tidak penting.
BUDI FRENSIDY
Staf Pengajar FEUI dan Perencana Keuangan,
www.fund-and-fun.com
@BudiFrensidy
Tentang framingini, pandangan BF berlawanan dengan prinsip utama akuntansi. Akuntansi baik yang tradisional maupun yang kontemporer mengatakan bentuk (form) atau penyajian data/informasi tidak penting karena orang akan melihat isi (substance) daripada bentuk.
Jargon substance over form di kalangan akuntan begitu populer. Menurut akuntansi, selama materi yang disampaikan sama, cara penyajian tidak penting. Seperti akuntansi, keuangan tradisional juga berpendapat sama bahwa urutan dan penggunaan kata tidak akan diperhatikan investor karena pelaku pasar hanya akan memperhatikan isi.
Menentukan Persepsi
Menurut BF, cara menyampaikan sesuatu itu menentukan. Cobalah mengritik atau menyatakan ketidaksetujuan Anda atas ide seseorang dengan bahasa yang sopan dan tidak menghakimi, kemungkinan besar lawan Anda tidak akan marah karena dia menyadari yang Anda sedang pertanyakan adalah pandangan atau gagasan dia.
Pada kesempatan lain, jika Anda tidak pandai menggunakan framing, Anda akan dipersepsikan menyerang diri orang itu, walaupun sebenarnya Anda sedang mempermasalahkan pendapatnya. Karenanya, Gubernur DKI Jakarta perlu memahami dan menerapkan framing dalam setiap komunikasinya.
Dengan gaya bahasanya yang sekarang, walaupun tujuannya sangat baik, tidak dapat disalahkan jika banyak bawahan dan rekan kerjanya di legislatif sakit hati dan tidak menyukainya. Ini semua utamanya karena kata-katanya yang terkesan menyerang atau menyalahkan orang per orang di depan publik. Contoh lainnya, ketika investor dinasihatkan untuk cut loss, banyak yang tidak bersedia melakukannya.
Namun, jika diminta untuk transfer your asset dari saham A ke saham B atau rebalancing your portfolio, investor yang sama kemungkinan besar akan menuruti. Kedua pernyataan di atas sebenarnya mengandung pesan yang sama tetapi yang satu lebih menyakitkan karena ada pengakuan kesalahan, sedangkan yang lainnya bersifat lebih netral.
Sebuah saham yang harganya diberitakan tidak bergerak ke mana-mana selama setahun terakhir akan ditanggapi negatif oleh investor. Namun, sentimen investor akan berubah menjadi positif jika saham yang sama dikatakan menembus rekor tertingginya atau resistance level-nya dalam setahun terakhir. Dua pernyataan ini sejatinya membicarakan kondisi yang sama.
Contoh lain, redenominasi rupiah akan disambut gembira jika masyarakat memahaminya sebagai pengurangan utang bank dan angsuran KPR mereka dari Rp100 juta menjadi Rp100.000 untuk utangnya dan dari angsuran bulanan Rp2 juta menjadi Rp2.000 saja. Sebaliknya, redenominasi akan ramai-ramai ditolak jika yang disampaikan terlebih dahulu adalah perihal gaji yang akan turun menjadi Rp10.000 dan kekayaan menjadi Rp500.000 dari sebelumnya Rp10 juta dan Rp500 juta.
Menurut BF, keputusan yang diambil akan sangat tergantung pada cara penyajian atau kemasannya. Sama seperti isi, formdan frame yang digunakan dapat mempengaruhi interpretasi dan keputusan yang diambil. Tidak hanya kemasan, urutan penyajian juga ternyata juga penting.
Urutan Juga Penting
Eksperimen klasik tentang pentingnya urutan penyajian dilakukan Asch (1946). Sebuah nama hipotetis, misalkan Steven, dideskripsikan secara berbeda untuk dua kelompok terpisah, A dan B. Kepada kelompok A, Steven disebutkan sebagai seorang yang pintar, rajin, impulsif, kritis, keras kepala, dan cemburuan.
Sementara untuk kelompok B, Steven digambarkan sebagai orang yang cemburuan, keras kepala, kritis, impulsif, rajin, dan pintar. Karakteristik yang sama disebutkan tentang Steven kepada kedua kelompok, tetapi dengan urutan yang berkebalikan. Dalam eksperimen Asch di atas, sifat-sifat yang disebutkan pertama-tama mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada sifat yang disebutkan belakangan.
Ketika ditanyakan pendapatnya mengenai Steven, kelompok A secara mencolok menilainya lebih baik daripada penilaian kelompok B. Kahneman dan Tversky (1982) melakukan eksperimen yang hampir sama, yaitu meminta kelompok pertama untuk mengestimasi hasil perkalian 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x 6 x 7 x 8, sedangkan kelompok kedua diminta untuk menebak hasil 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1.
Persoalan yang sama disajikan dengan urutan yang tidak sama untuk dua kelompok berbeda. Jawaban yang diperoleh dari masingmasing kelompok sungguh di luar dugaan. Kelompok pertama rata-rata menebak 512, sementara di kelompok kedua 2.250. Jawaban yang benar adalah 40.320. Ada dua alasan yang dapat menjelaskan fenomena di atas (Aronson, 1994).
Pertama, konsentrasi seseorang akan menurun dengan semakin banyaknya informasi yang harus diserap sehingga informasi yang ditempatkan di belakang mendapatkan lebih sedikit perhatian. Kedua, kesan pertama umumnya mendapat bobot lebih besar daripada informasi berikutnya. Ini disebut bias anchoring atau bias referensi.
Masih mau contoh lain lagi? Mereka yang akan operasi jantung akan memilih rumah sakit yang mengatakan 75% pasiennya dapat diselamatkan daripada rumah sakit yang menyatakan 25% pasiennya tidak berhasil dalam operasinya. Tips dari saya, hati-hati dalam berbahasa.
Salah ucap atau salah tulis atau bahkan salah intonasi dapat merugikan Anda. Pejabat pemerintah, investor, dan praktisi keuangan perlu belajar dari orang komunikasi dan orang pemasaran yang umumnya lebih memahami soal ini. Anda masih menganggap kemasan itu tidak penting.
BUDI FRENSIDY
Staf Pengajar FEUI dan Perencana Keuangan,
www.fund-and-fun.com
@BudiFrensidy
(bbg)