Mitigasi Risiko, Sandiaga Susun Pedoman Destinasi Wisata Aman Bencana
Selasa, 07 Maret 2023 - 15:27 WIB
JAKARTA - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menyusun pedoman destinasi pariwisata aman bencana sebagai upaya mitigasi risiko kondisi darurat yang menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.
Hal itu dilatarbelakangi adanya pandemi telah memberikan pelajaran bahwa sektor pariwisata merupakan sektor yang rentan terdampak bencana alam maupun non alam.
"Kami sebagai regulator terus berupaya dalam menangani krisis tersebut untuk bangkit lebih cepat, pulih lebih kuat. Salah satu strategi yang diusung adalah penguatan dan peningkatan ketahanan atau resiliensi destinasi pariwisata terhadap potensi bencana alam dan non alam, melalui kegiatan mitigasi dan kesiapan bencana dalam lingkup manajemen krisis pariwisata serta sinergi program antar kementerian/lembaga," ujar Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno saat The Weekly Brief With Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (6/3/2023).
Dia menjelaskan tahun 2022 merupakan tahun yang penuh tantangan tetapi menjadi salah satu tahun titik balik kebangkitan sektor pariwisata pascapandemi. Sebab itu, upaya meminimalisir dampak bencana serta meningkatkan keamanan dan keselamatan telah dilakukan pada tahun 2022, salah satunya dengan kolaborasi Kemenparekraf dengan Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D selaku Kepala Disaster Risk Reduction UI (DRRC UI) dan tim DRRC UI melalui program matching fund Kedaireka dalam kegiatan Pembinaan CHSE dan Kebencanaan untuk menuju Desa Wisata berkelas dunia.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan adalah proses penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan yang dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana atau Post Disaster Need Assessment (PDNA) yang mengkaji akibat bencana, dampak bencana, dan kebutuhan pemulihan pascabencana.
“Pengkajian Kebutuhan Pasca-Bencana merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan, program, dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para pihak yang terdampak bencana, dalam bentuk dokumen rencana aksi,” kata Menparekraf Sandiaga.
Melalui kegiatan ini, dihasilkan konsep alat ukur dan profil resiliensi objek dan destinasi wisata. Alat ukur dan profil resiliensi ini dapat digunakan untuk untuk menilai dan menggambarkan tingkat resiliensi pada kelompok sasaran tertentu. Kegiatan ini merupakan kolaborasi Kemenparekraf dengan salah satu diaspora Indonesia yang bekerja sebagai Professor di Kobe University, Mizan B. F. Bisri, PhD, serta Tim Cerdas Antisipasi Risiko Bencana (Cari!)
Alat ukur dan profil resiliensi destinasi diadaptasi melalui metode resilience radar dan pada blue guide to coastal resilience untuk sektor pariwisata dengan sudut pandang pada risiko atau berdasarkan banyaknya catatan atau pengalaman kejadian bencana.
Pada tahap selanjutnya, hasil olahan alat ukur dan profil resiliensi dapat memberikan gambaran ketahanan destinasi pariwisata dan dapat menjadi salah satu dasar untuk membentuk indeks resiliensi destinasi pariwisata. Hasil kegiatan ini dapat menjadi acuan untuk mengukur dan menjamin standar capaian ketangguhan destinasi wisata, yang sejalan dengan konteks lokal maupun nasional.
Turut hadir secara offline dalam kesempatan tersebut Direktur Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf/Baparekraf, Indra Ni Tua, dan Plt. Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur/Staf Ahli Menparekraf Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi, Frans Teguh, serta sejumlah jajaran eselon I dan II di lingkungan Kemenparekraf baik secara online maupun offline.
Hal itu dilatarbelakangi adanya pandemi telah memberikan pelajaran bahwa sektor pariwisata merupakan sektor yang rentan terdampak bencana alam maupun non alam.
"Kami sebagai regulator terus berupaya dalam menangani krisis tersebut untuk bangkit lebih cepat, pulih lebih kuat. Salah satu strategi yang diusung adalah penguatan dan peningkatan ketahanan atau resiliensi destinasi pariwisata terhadap potensi bencana alam dan non alam, melalui kegiatan mitigasi dan kesiapan bencana dalam lingkup manajemen krisis pariwisata serta sinergi program antar kementerian/lembaga," ujar Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno saat The Weekly Brief With Sandi Uno di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Senin (6/3/2023).
Dia menjelaskan tahun 2022 merupakan tahun yang penuh tantangan tetapi menjadi salah satu tahun titik balik kebangkitan sektor pariwisata pascapandemi. Sebab itu, upaya meminimalisir dampak bencana serta meningkatkan keamanan dan keselamatan telah dilakukan pada tahun 2022, salah satunya dengan kolaborasi Kemenparekraf dengan Prof. dra. Fatma Lestari, M.Si., Ph.D selaku Kepala Disaster Risk Reduction UI (DRRC UI) dan tim DRRC UI melalui program matching fund Kedaireka dalam kegiatan Pembinaan CHSE dan Kebencanaan untuk menuju Desa Wisata berkelas dunia.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan yang dilaksanakan adalah proses penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan yang dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana atau Post Disaster Need Assessment (PDNA) yang mengkaji akibat bencana, dampak bencana, dan kebutuhan pemulihan pascabencana.
“Pengkajian Kebutuhan Pasca-Bencana merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan, program, dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para pihak yang terdampak bencana, dalam bentuk dokumen rencana aksi,” kata Menparekraf Sandiaga.
Melalui kegiatan ini, dihasilkan konsep alat ukur dan profil resiliensi objek dan destinasi wisata. Alat ukur dan profil resiliensi ini dapat digunakan untuk untuk menilai dan menggambarkan tingkat resiliensi pada kelompok sasaran tertentu. Kegiatan ini merupakan kolaborasi Kemenparekraf dengan salah satu diaspora Indonesia yang bekerja sebagai Professor di Kobe University, Mizan B. F. Bisri, PhD, serta Tim Cerdas Antisipasi Risiko Bencana (Cari!)
Alat ukur dan profil resiliensi destinasi diadaptasi melalui metode resilience radar dan pada blue guide to coastal resilience untuk sektor pariwisata dengan sudut pandang pada risiko atau berdasarkan banyaknya catatan atau pengalaman kejadian bencana.
Pada tahap selanjutnya, hasil olahan alat ukur dan profil resiliensi dapat memberikan gambaran ketahanan destinasi pariwisata dan dapat menjadi salah satu dasar untuk membentuk indeks resiliensi destinasi pariwisata. Hasil kegiatan ini dapat menjadi acuan untuk mengukur dan menjamin standar capaian ketangguhan destinasi wisata, yang sejalan dengan konteks lokal maupun nasional.
Turut hadir secara offline dalam kesempatan tersebut Direktur Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf/Baparekraf, Indra Ni Tua, dan Plt. Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur/Staf Ahli Menparekraf Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi, Frans Teguh, serta sejumlah jajaran eselon I dan II di lingkungan Kemenparekraf baik secara online maupun offline.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda