Pelaku Usaha Pengendali Hama Butuh Payung Hukum Baru
Jum'at, 31 Maret 2023 - 19:42 WIB
JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Jasa Industri Pest Management Indonesia (APJIPMI) meminta Permenkes No. 14 Tahun 2021, khususnya bidang pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit dicabut. Mereka juga meminta diterbitkan permenkes yang mengatur izin operasional perusahaan pengendalian hama /pest control, termite control dan fumigasi sebagaimana yang selama ini digunakan.
Ketua Umum APJIPMI Boyke Arie Pahlevi mengatakan, usulan pencabutan dan penerbitan permenkes tersebut merupakan pertimbangan hasil keputusan rapat dan kajian APJIPMI bersama dewan pakar dan stakeholder di bidang usaha pest management/pengendalian hama.
"Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No. 2 Tahun 2020 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), kegiatan usaha pengendalian hama/pest control, termite control dan fumigasi yang dijalankan oleh anggota APJIPMI diklasifikasikan dalam Aktivitas Kebersihan Bangunan dan Industri Lainnya. Namun dalam sistem OSS KBLI 81290 baru mengatur izin pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit saja, yang mana izin tersebut tidak cukup memenuhi syarat sebagai payung hukum perizinan bidang usaha kami," terang Boyke, dalam keterangannya dikutip Jumat (31/3/2023).
Dia melanjutkan, demikian juga dengan Pasal 120 ayat (1) PP No. 5 Tahun 2021, belum mengatur izin operasional perusahaan pengendalian hama/pest control, termite control dan fumigasi karena pasal tersebut mengatur bahwa perizinan berusaha subsektor kesehatan meliputi kegiatan usaha pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit. Sementara lingkup bidang usaha APJIPMI adalah pest control (pengendalian hama permukiman), termite control (pengendalian hama rayap), dan fumigasi (pengendalian hama gudang).
"Sebagian besar kegiatan bidang usaha pengendalian hama di Indonesia terkait hal itu. Ada pun hama serangga dan binatang yang kami kendalikan di antaranya tidak membawa vektor penyakit seperti rayap, semut, lebah, laba-laba, dll," ungkap Boyke.
Sementara itu, Prof. Sulaeman Yusuf, peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyebutkan bahwa binatang seperti rayap, semut, lebah, laba-laba tergolong hama, dan bukan vektor. Vektor termasuk hama namun hama belum tentu vektor, binatang/serangga tersebut di atas tidak membawa penyakit kepada manusia.
Sedangkan serangga dan binatang yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular vektor penyakit seperti nyamuk, lalat, kecoa dan tikus, pengendaliannya dilakukan perusahaan pest control yang hanya bersifat mengendalikan populasi agar tidak mengganggu pada kenyamanan manusia dan keamanan komoditi.
"Pengendalian vektor idealnya dilakukan oleh pemerintah, peneliti, akademisi, dan/atau NGO/LSM yang bergerak di bidang vektor penyakit, karena pendekatan metodologi pengendalian vektor adalah kegiatan survailans vektor, kegiatan pengamatan vektor secara sistematis dan terus-menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular penyakit yang bertujuan sebagai dasar untuk memahami dinamika penularan penyakit dan upaya pengendaliannya," terang Prof. Sulaeman.
Ketua Umum APJIPMI Boyke Arie Pahlevi mengatakan, usulan pencabutan dan penerbitan permenkes tersebut merupakan pertimbangan hasil keputusan rapat dan kajian APJIPMI bersama dewan pakar dan stakeholder di bidang usaha pest management/pengendalian hama.
"Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No. 2 Tahun 2020 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), kegiatan usaha pengendalian hama/pest control, termite control dan fumigasi yang dijalankan oleh anggota APJIPMI diklasifikasikan dalam Aktivitas Kebersihan Bangunan dan Industri Lainnya. Namun dalam sistem OSS KBLI 81290 baru mengatur izin pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit saja, yang mana izin tersebut tidak cukup memenuhi syarat sebagai payung hukum perizinan bidang usaha kami," terang Boyke, dalam keterangannya dikutip Jumat (31/3/2023).
Dia melanjutkan, demikian juga dengan Pasal 120 ayat (1) PP No. 5 Tahun 2021, belum mengatur izin operasional perusahaan pengendalian hama/pest control, termite control dan fumigasi karena pasal tersebut mengatur bahwa perizinan berusaha subsektor kesehatan meliputi kegiatan usaha pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan, dan perbekalan kesehatan rumah tangga, pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit. Sementara lingkup bidang usaha APJIPMI adalah pest control (pengendalian hama permukiman), termite control (pengendalian hama rayap), dan fumigasi (pengendalian hama gudang).
"Sebagian besar kegiatan bidang usaha pengendalian hama di Indonesia terkait hal itu. Ada pun hama serangga dan binatang yang kami kendalikan di antaranya tidak membawa vektor penyakit seperti rayap, semut, lebah, laba-laba, dll," ungkap Boyke.
Sementara itu, Prof. Sulaeman Yusuf, peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyebutkan bahwa binatang seperti rayap, semut, lebah, laba-laba tergolong hama, dan bukan vektor. Vektor termasuk hama namun hama belum tentu vektor, binatang/serangga tersebut di atas tidak membawa penyakit kepada manusia.
Sedangkan serangga dan binatang yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular vektor penyakit seperti nyamuk, lalat, kecoa dan tikus, pengendaliannya dilakukan perusahaan pest control yang hanya bersifat mengendalikan populasi agar tidak mengganggu pada kenyamanan manusia dan keamanan komoditi.
"Pengendalian vektor idealnya dilakukan oleh pemerintah, peneliti, akademisi, dan/atau NGO/LSM yang bergerak di bidang vektor penyakit, karena pendekatan metodologi pengendalian vektor adalah kegiatan survailans vektor, kegiatan pengamatan vektor secara sistematis dan terus-menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular penyakit yang bertujuan sebagai dasar untuk memahami dinamika penularan penyakit dan upaya pengendaliannya," terang Prof. Sulaeman.
tulis komentar anda