Belajar dari Gaduh Kasus Rugi Akibat Investasi Perencana Keuangan
Minggu, 26 Juli 2020 - 12:00 WIB
2. Dalam berinvestasi seharusnya investor melakukan diversifikasi
Terlepas dari pengelolaan transaksi saham , perencana keuangan seharusnya mengerti dengan baik konsep diversifikasi portofolio investasi. Artinya, investasi sebaiknya disebar pada beberapa instrumen investasi untuk mengurangi risiko kerugian. Adalah biasa jika investor menyebar investasi sahamnya ke 5 hingga 15 perusahaan.
"Kita tidak pernah tahu bagaimana berbagai faktor eksternal maupun internal dapat mempengaruhi performa dan harga saham sebuah perusahaan. Sebab, perubahan kebijakan pemerintah, bencana alam, wabah, pandemi, keputusan manajemen, dan berbagai faktor lainnya dapat meningkatkan atau menurunkan nilai saham secara drastis," papar analisis tersebut.
3. Jangan membeli saham di harga yang terlalu mahal
Perencana keuangan seharusnya mampu memberikan saran untuk membeli saham dengan harga yang tepat. Ada berbagai cara untuk menentukan harga saham yang layak, namun untuk mempermudah penjelasan, analisis ini menggunakan kasus yang dialami oleh klien perencana keuangan PT Jouska Finansial Indonesia Yakobus Alvin dan keputusan untuk berinvestasi di saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK).
Analisis Lifepal menunjukkan bahwa rekomendasi untuk membeli saham LUCK pada harga Rp1.457,84 per saham dapat dikategorikan sebagai overpriced alias kemahalan. Analisis ini membandingkan price earning ratio dan price book value ratio dari PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK) dengan 3 emiten lain yaitu: PT Astra Graphia Tbk (ASGR), PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL), dan PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) pada tanggal yang sama.
Dalam kasus ini, tidak disebutkan tanggal pasti dilakukannya pembelian saham LUCK oleh Alvin atau pihak yang bertindak untuk Alvin. Namun, berdasarkan harga yang disebutkan, patut diduga pembelian dilakukan pada tanggal 14 Juni 2019.
Rasio pertama yang biasanya digunakan adalah Price Earning Ratio (PER). Investor dapat melihat pendapatan bersih perusahaan jika dibandingkan dengan harga saham dan jumlah saham yang beredar. Dengan pendapatan bersih Rp5,3 miliar, LUCK di harga Rp1.458 memiliki PER sebesar 137,5 kali dari pendapatan per sahamnya. Sementara itu, tiga emiten pada industri yang sejenis hanya memiliki PER belasan saja, walaupun telah memiliki pangsa pasar yang lebih besar.
Rasio kedua yang digunakan adalah Price Book Value Ratio (PBV). Rasio ini didapat dengan membagi harga per saham dengan nilai buku atau ekuitas dari emiten per saham. Semakin rendah PBV suatu perusahaan maka saham tersebut dikategorikan murah atau undervalued. Biasanya, PBV > 2 sudah termasuk sangat overpriced. Dalam kasus ini, LUCK di harga Rp1.458 memiliki PBV sebesar 8 kali dari nilai buku dari perusahaan, sedangkan emiten sejenis lainnya memiliki PBV hanya 1,1 kali hingga 1,6 kali dari nilai buku perusahaan.
(Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Komunitas Investor Saham Pemula)
Terlepas dari pengelolaan transaksi saham , perencana keuangan seharusnya mengerti dengan baik konsep diversifikasi portofolio investasi. Artinya, investasi sebaiknya disebar pada beberapa instrumen investasi untuk mengurangi risiko kerugian. Adalah biasa jika investor menyebar investasi sahamnya ke 5 hingga 15 perusahaan.
"Kita tidak pernah tahu bagaimana berbagai faktor eksternal maupun internal dapat mempengaruhi performa dan harga saham sebuah perusahaan. Sebab, perubahan kebijakan pemerintah, bencana alam, wabah, pandemi, keputusan manajemen, dan berbagai faktor lainnya dapat meningkatkan atau menurunkan nilai saham secara drastis," papar analisis tersebut.
3. Jangan membeli saham di harga yang terlalu mahal
Perencana keuangan seharusnya mampu memberikan saran untuk membeli saham dengan harga yang tepat. Ada berbagai cara untuk menentukan harga saham yang layak, namun untuk mempermudah penjelasan, analisis ini menggunakan kasus yang dialami oleh klien perencana keuangan PT Jouska Finansial Indonesia Yakobus Alvin dan keputusan untuk berinvestasi di saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK).
Analisis Lifepal menunjukkan bahwa rekomendasi untuk membeli saham LUCK pada harga Rp1.457,84 per saham dapat dikategorikan sebagai overpriced alias kemahalan. Analisis ini membandingkan price earning ratio dan price book value ratio dari PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK) dengan 3 emiten lain yaitu: PT Astra Graphia Tbk (ASGR), PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL), dan PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) pada tanggal yang sama.
Dalam kasus ini, tidak disebutkan tanggal pasti dilakukannya pembelian saham LUCK oleh Alvin atau pihak yang bertindak untuk Alvin. Namun, berdasarkan harga yang disebutkan, patut diduga pembelian dilakukan pada tanggal 14 Juni 2019.
Rasio pertama yang biasanya digunakan adalah Price Earning Ratio (PER). Investor dapat melihat pendapatan bersih perusahaan jika dibandingkan dengan harga saham dan jumlah saham yang beredar. Dengan pendapatan bersih Rp5,3 miliar, LUCK di harga Rp1.458 memiliki PER sebesar 137,5 kali dari pendapatan per sahamnya. Sementara itu, tiga emiten pada industri yang sejenis hanya memiliki PER belasan saja, walaupun telah memiliki pangsa pasar yang lebih besar.
Rasio kedua yang digunakan adalah Price Book Value Ratio (PBV). Rasio ini didapat dengan membagi harga per saham dengan nilai buku atau ekuitas dari emiten per saham. Semakin rendah PBV suatu perusahaan maka saham tersebut dikategorikan murah atau undervalued. Biasanya, PBV > 2 sudah termasuk sangat overpriced. Dalam kasus ini, LUCK di harga Rp1.458 memiliki PBV sebesar 8 kali dari nilai buku dari perusahaan, sedangkan emiten sejenis lainnya memiliki PBV hanya 1,1 kali hingga 1,6 kali dari nilai buku perusahaan.
(Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Komunitas Investor Saham Pemula)
tulis komentar anda