Resesi Seks Bikin Jepang Lengser dari Peringkat Ketiga Ekonomi Terbesar Dunia

Jum'at, 16 Februari 2024 - 10:23 WIB
Krisis seks menjadi salah satu penyebab resesi ekonomi di Jepang. FOTO/Reuters
JAKARTA - Perekonomian Amerika Serikat (AS) berhasil lolos dari jurang resesi tetapi tidak berlaku untuk dua anggota G7 lainnya yakni Jepang dan Inggris. Business Insider melaporkan, Jepang secara resmi berada dalam resesi setelah Produk Domestik Bruto (PDB) turun selama dua kuartal berturut-turut hingga menutup tahun 2023. Inilah alasan mengapa negara dengan perekonomian terbesar keempat itu mengalami kesulitan.

Merosotnya nilai tukar yen dan menyusutnya populasi menjadi penyebab utama resesi ekonomi di Jepang. Jepang secara resmi kehilangan gelarnya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia terdampak ekonominya yang menyusut 0,4% selama tiga bulan terakhir di 2023.



Kontraksi ini, yang terjadi setelah kemerosotan 3,3% pada Kuartal III 2023 menjauh dari prediksi para ekonom yang memproyeksikan meningkat 1,4%. Anjloknya nilai tukar yen merupakan salah satu masalah yang mengganggu Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Menurut laporan Dow Jones, mata uang ini telah jatuh 30% terhadap dolar AS sejak awal tahun 2022.

Hal ini disebabkan oleh penolakan Bank of Japan untuk mengikuti langkah Federal Reserve dan menaikkan suku bunga, sehingga kurang menarik bagi investor asing yang mencari imbal hasil yang lebih menarik. Perekonomian Jepang cenderung bergantung pada ekspor mobil dan barang-barang lainnya di tengah pelemahan mata uang yen yang berarti perusahaan-perusahaan menghasilkan lebih sedikit uang ketika mereka menjual produk ke luar negeri.

Tak hanya itu, resesi seks di Jepang menjadi penyebab kemunduruan ekonomi. Seperti negara tetangganya, China, Jepang juga menderita karena populasi yang menua dan menyusut. Krisis seks yang dipublikasikan dengan baik berarti bahwa wanita Jepang rata-rata hanya memiliki 1,3 anak, jauh di bawah angka yang menurut para ahli demografi diperlukan untuk mempertahankan jumlah penduduk yang stabil. Hal ini dapat mengakibatkan kekurangan tenaga kerja yang kronis dalam beberapa dekade ke depan.



Tak hanya Jepang, Inggris juga mengalami resesi. Krisis biaya hidup dan belanja yang lemah menjadi penyebab utama. Data resmi menunjukkan ekonominya menyusut 0,3% antara bulan Oktober dan Desember kontraksi secara kuartalan kedua berturut-turut. Hal ini secara resmi membuat Inggris masuk ke jurang resesi. Pada tahun 2023, Inggris mencatat pertumbuhan suram hanya 0,1%, yang merupakan kinerja terburuk dalam 12 bulan sejak tahun setelah krisis keuangan pada tahun 2008.

Sejak pandemi, Inggris telah berjuang melawan krisis biaya hidup yang bahkan lebih buruk daripada negara maju lainnya. Inflasi melonjak setinggi 11% pada Oktober 2022 dan masih berjalan pada 4%, dua kali lipat dari target 2% Bank of England.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More