Harga Beras Mencekik, Anggota DPR: Program Swasembada Jokowi Gagal Total
Senin, 04 Maret 2024 - 19:17 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Hidayatullah menilai bahwa lonjakan harga beras tertinggi sepanjang sejarah menjadi bukti kegagalan Pemerintah Jokowi swasembada beras. Sehingga, pada akhirnya, ketersediaan beras dalam negeri harus bergantung pada impor dan mempengaruhi permintaan dan penawarannya.
"Memang persoalannya itu kan dari sisi produksi, barangnya, dan ini kan dimulai dari kegagalan Pemerintah melakukan swasembada beras. Karena gagal (swasembada beras lalu) bergantung kepada impor. Bergantung kepada impor ini menyangkut masalah harga, masalah ketersediaan berasnya dari negara-negara itu. Di situ yang akhirnya bisa menyebabkan tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran," jelas Hidayatullah, dikutip Senin (4/3/2024).
Baca Juga: Soal Harga Beras, Jokowi: Jangan Terus Ditanyakan ke Saya, Cek ke Lapangan Sendiri
Sehingga Hidayatullah beranggapan bahwa, persoalan kenaikan harga beras ini memang terjadi lantaran adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Meskipun saat ini berdasarkan informasi, menurutnya, seolah-olah stok tetap ada, namun hal ini tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Kalau stok ada gak mungkin harga naik, kan hukum alam tidak bisa diakalin. Artinya, kalau memang barang gak ada pasti otomatis harganya akan naik, kecuali spekulan-spekulan bermain. Kalau spekulan bermain kan Pemerintah yang berkuasa gampang saja menurut saya. Jadi, saya lebih cenderung ini masalah ketersediaan stok," ungkapnya.
Oleh karena itu, Hidayatullah mendesak Pemerintah bersungguh-sungguh menyiapkan persediaan pangan. Jangan hanya untuk 4 sampai 5 bulan saja, melainkan untuk setahun. Sehingga persoalan klasik di mana terjadi kenaikan harga pangan jelang hari-hari besar tidak terjadi setiap tahun.
"Asal ada hari besar otomatis harga naik, otomatis harga naik begitu. Jadi, saya kira ini masalah mudah, uang ada, tingkatkan produksi kekurangannya baru dari impor," jelasnya. "Saya kira beberapa tahun kalau fokus untuk sektor pangan ini itu bisa (swasembada pangan). Untuk Indonesia yang semuanya tersedia, lahannya subur, dan APBN nya mendukung, tinggal kesungguhannya saja," lanjutnya.
Baca Juga: Parah, Beras Naik di 36 Provinsi
Di sisi lain, Hidayatullah juga menilai Pemerintah telah salah langkah melakukan penyaluran bansos besar-besaran. Sebab, menurutnya, bansos yang jor-joran ini juga menjadi penyebab stok beras semakin tidak ada.
"Karena stoknya gak ada, saya yakin spekulan juga pasti bermain cari untung di skni. Semua sisi akhirnya menyebabkan harga itu naik dan kuncinya semua harusnya penanggungjawabnya tetap harus Pemerintah lah, sebenarnya ini bisa diakali. Karena sekali lagi ini problem tiap tahun, problem ini setiap tahun, ya kalau jor-joran bansos mungkin itu 5 tahun sekali ya, tapi kalau soal hari besar itu seharusnya sudah bisa diatasi dengan baik," tandasnya.
"Memang persoalannya itu kan dari sisi produksi, barangnya, dan ini kan dimulai dari kegagalan Pemerintah melakukan swasembada beras. Karena gagal (swasembada beras lalu) bergantung kepada impor. Bergantung kepada impor ini menyangkut masalah harga, masalah ketersediaan berasnya dari negara-negara itu. Di situ yang akhirnya bisa menyebabkan tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran," jelas Hidayatullah, dikutip Senin (4/3/2024).
Baca Juga: Soal Harga Beras, Jokowi: Jangan Terus Ditanyakan ke Saya, Cek ke Lapangan Sendiri
Sehingga Hidayatullah beranggapan bahwa, persoalan kenaikan harga beras ini memang terjadi lantaran adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. Meskipun saat ini berdasarkan informasi, menurutnya, seolah-olah stok tetap ada, namun hal ini tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Kalau stok ada gak mungkin harga naik, kan hukum alam tidak bisa diakalin. Artinya, kalau memang barang gak ada pasti otomatis harganya akan naik, kecuali spekulan-spekulan bermain. Kalau spekulan bermain kan Pemerintah yang berkuasa gampang saja menurut saya. Jadi, saya lebih cenderung ini masalah ketersediaan stok," ungkapnya.
Oleh karena itu, Hidayatullah mendesak Pemerintah bersungguh-sungguh menyiapkan persediaan pangan. Jangan hanya untuk 4 sampai 5 bulan saja, melainkan untuk setahun. Sehingga persoalan klasik di mana terjadi kenaikan harga pangan jelang hari-hari besar tidak terjadi setiap tahun.
"Asal ada hari besar otomatis harga naik, otomatis harga naik begitu. Jadi, saya kira ini masalah mudah, uang ada, tingkatkan produksi kekurangannya baru dari impor," jelasnya. "Saya kira beberapa tahun kalau fokus untuk sektor pangan ini itu bisa (swasembada pangan). Untuk Indonesia yang semuanya tersedia, lahannya subur, dan APBN nya mendukung, tinggal kesungguhannya saja," lanjutnya.
Baca Juga: Parah, Beras Naik di 36 Provinsi
Di sisi lain, Hidayatullah juga menilai Pemerintah telah salah langkah melakukan penyaluran bansos besar-besaran. Sebab, menurutnya, bansos yang jor-joran ini juga menjadi penyebab stok beras semakin tidak ada.
"Karena stoknya gak ada, saya yakin spekulan juga pasti bermain cari untung di skni. Semua sisi akhirnya menyebabkan harga itu naik dan kuncinya semua harusnya penanggungjawabnya tetap harus Pemerintah lah, sebenarnya ini bisa diakali. Karena sekali lagi ini problem tiap tahun, problem ini setiap tahun, ya kalau jor-joran bansos mungkin itu 5 tahun sekali ya, tapi kalau soal hari besar itu seharusnya sudah bisa diatasi dengan baik," tandasnya.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda