Buntut Kenaikan Cukai, DPR Khawatir Rokok Ilegal Makin Menjamur

Kamis, 25 Juli 2024 - 14:09 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI, M. Misbakhun menyoroti maraknya rokok ilegal akibat dampak kenaikan cukai. FOTO/dok.SINDOnews
JAKARTA - Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.

Menyikapi hal itu, anggota Komisi XI DPR RI, M. Misbakhun berpendapat, penyebab menjamurnya rokok ilegal tidak terlepas dari pengaruh kenaikan harga rokok akibat dorongan tarif cukai serta pajak-pajak lainnya.

Misbakhun mengatakan, secara umum kenaikan harga rokok jauh lebih tinggi dari angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta pendapatan konsumen, khususnya golongan menengah-bawah.



"Selain kenaikan cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) rokok juga mengalami kenaikan tarif. Hal tersebut pada akhirnya berimbas pada daya beli masyarakat, sehingga rokok ilegal semakin menjamur dan akhirnya terjadi penurunan produksi rokok legal," kata Misbakhun dihubungi, Kamis (25/7/2024).



Menurut dia peningkatan tarif cukai tidak serta merta menurunkan minat merokok masyarakat. Namun justru konsumen cenderung mencari produk rokok yang harganya dianggap memenuhi kemampuan daya belinya.

Oleh sebab itu, setiap kenaikan tarif cukai perlu diiringi peningkatan pengawasan yang semakin ketat terhadap sejumlah perusahaan rokok yang diduga memproduksi rokok ilegal. "Penurunan volume produksi rokok karena merebaknya rokok ilegal tentu merugikan negara," tegasnya.

Misbakhun menegaskan, peningkatan peredaran rokok ilegal justru berdampak negatif bagi kesehatan maupun penerimaan cukai hasil tembakau (CHT). Peningkatan peredaran rokok ilegal dapat lebih membahayakan kesehatan perokok karena rokok ilegal diproduksi tanpa pengawasan ketat dan tanpa melewati uji laboratorium.

"Selain itu, peningkatan peredaran rokok ilegal menyebabkan negara berpotensi mengalami kehilangan penerimaan dari CHT maupun penerimaan pajak lainnya seperti PPn atau pajak daerah," ujar Misbakhun.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More