Potensi Besar Nikel dan Pasir Silika Indonesia, Siap Jadi Pemain Global Kendaraan Listrik dan Panel Surya
Minggu, 15 Desember 2024 - 09:00 WIB
JAKARTA - Indonesia terus mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama dalam sektor hilirisasi sumber daya alam dengan potensi besar dari nikel dan pasir silika. Kedua komoditas ini menjadi tulang punggung dalam pengembangan industri kendaraan listrik (EV) dan panel surya, yang semakin berperan penting dalam transisi energi global menuju teknologi ramah lingkungan.
The Reform Initiatives (TRI) Indonesia melalui risetnya mengungkapkan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mencapai 21 juta ton, atau 22,1% dari total cadangan global. Pada tahun 2020, Indonesia menyumbang 31% dari total produksi nikel dunia, menjadikannya pemasok utama bahan baku baterai kendaraan listrik. Bahkan, saat ini Indonesia menyumbang 60%-80% bahan baku nikel untuk baterai global.
"Indonesia tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga memiliki strategi hilirisasi yang unggul. Nilai tambah dari hilirisasi nikel, terutama dalam produk baterai, bisa mencapai 67 kali lipat. Ini adalah bukti nyata komitmen pemerintah dalam menciptakan ekosistem industri yang berkelanjutan," ujar Ketua Tim Peneliti TRI Indonesia, Unggul Heriqbaldi dalam keterangan tertulis.
Pria yang akrab disapa Eriq tersebut mengatakan, di sisi lain, potensi pasir silika Indonesia juga tak kalah menjanjikan. Dengan total cadangan mencapai 330 juta ton dan tambahan sumber daya kuarsit sebesar 297 juta ton, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pasokan bahan baku melimpah untuk industri semikonduktor dan photovoltaic (PV) module. Kedua sektor ini krusial untuk mendukung panel surya sebagai salah satu teknologi energi terbarukan.
"Hilirisasi pasir silika menjadi wafer silikon adalah langkah strategis untuk mendukung pengembangan PV module dalam negeri. Dengan dukungan teknologi tinggi dan investasi yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat industri teknologi tinggi dunia," tutur Eriq yang juga dosen FEB Universitas Airlangga Surabaya.
Riset TRI tersebut juga menyatakan dengan cadangan nikel melimpah, Indonesia telah menarik perhatian produsen kendaraan listrik global. Perusahaan seperti Hyundai dan Wuling telah mendirikan fasilitas produksi di Jawa Barat, dengan kapasitas mencapai 260.000 unit kendaraan per tahun. Selain itu, Indonesia juga menargetkan menjadi salah satu dari lima produsen baterai terbesar dunia, dengan kapasitas produksi mencapai 700 GWh per tahun pada 2045.
"Permintaan baterai global diperkirakan meningkat hingga 7.100 GWh pada 2045, dan Indonesia berpotensi memenuhi lebih dari 10% dari total permintaan ini. Ini adalah pencapaian besar yang mencerminkan visi jangka panjang pemerintah," kata Eriq.
Sementara itu, pengembangan panel surya juga menjadi fokus utama. Hilirisasi pasir silika yang meliputi produk seperti tepung silika, resin-coated sand, hingga wafer silikon diharapkan dapat mendukung kemandirian Indonesia dalam teknologi photovoltaic. Produk-produk ini tidak hanya penting untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga berpotensi menjadi komoditas ekspor unggulan.
Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi nikel dan pasir silika terlihat dari berbagai kebijakan insentif yang mendorong investasi dan transfer teknologi. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan perusahaan swasta juga terus diperkuat untuk memastikan keberlanjutan pengembangan industri ini.
The Reform Initiatives (TRI) Indonesia melalui risetnya mengungkapkan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mencapai 21 juta ton, atau 22,1% dari total cadangan global. Pada tahun 2020, Indonesia menyumbang 31% dari total produksi nikel dunia, menjadikannya pemasok utama bahan baku baterai kendaraan listrik. Bahkan, saat ini Indonesia menyumbang 60%-80% bahan baku nikel untuk baterai global.
"Indonesia tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi juga memiliki strategi hilirisasi yang unggul. Nilai tambah dari hilirisasi nikel, terutama dalam produk baterai, bisa mencapai 67 kali lipat. Ini adalah bukti nyata komitmen pemerintah dalam menciptakan ekosistem industri yang berkelanjutan," ujar Ketua Tim Peneliti TRI Indonesia, Unggul Heriqbaldi dalam keterangan tertulis.
Pria yang akrab disapa Eriq tersebut mengatakan, di sisi lain, potensi pasir silika Indonesia juga tak kalah menjanjikan. Dengan total cadangan mencapai 330 juta ton dan tambahan sumber daya kuarsit sebesar 297 juta ton, Indonesia menjadi salah satu negara dengan pasokan bahan baku melimpah untuk industri semikonduktor dan photovoltaic (PV) module. Kedua sektor ini krusial untuk mendukung panel surya sebagai salah satu teknologi energi terbarukan.
"Hilirisasi pasir silika menjadi wafer silikon adalah langkah strategis untuk mendukung pengembangan PV module dalam negeri. Dengan dukungan teknologi tinggi dan investasi yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar menjadi pusat industri teknologi tinggi dunia," tutur Eriq yang juga dosen FEB Universitas Airlangga Surabaya.
Riset TRI tersebut juga menyatakan dengan cadangan nikel melimpah, Indonesia telah menarik perhatian produsen kendaraan listrik global. Perusahaan seperti Hyundai dan Wuling telah mendirikan fasilitas produksi di Jawa Barat, dengan kapasitas mencapai 260.000 unit kendaraan per tahun. Selain itu, Indonesia juga menargetkan menjadi salah satu dari lima produsen baterai terbesar dunia, dengan kapasitas produksi mencapai 700 GWh per tahun pada 2045.
"Permintaan baterai global diperkirakan meningkat hingga 7.100 GWh pada 2045, dan Indonesia berpotensi memenuhi lebih dari 10% dari total permintaan ini. Ini adalah pencapaian besar yang mencerminkan visi jangka panjang pemerintah," kata Eriq.
Sementara itu, pengembangan panel surya juga menjadi fokus utama. Hilirisasi pasir silika yang meliputi produk seperti tepung silika, resin-coated sand, hingga wafer silikon diharapkan dapat mendukung kemandirian Indonesia dalam teknologi photovoltaic. Produk-produk ini tidak hanya penting untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga berpotensi menjadi komoditas ekspor unggulan.
Dukungan pemerintah terhadap hilirisasi nikel dan pasir silika terlihat dari berbagai kebijakan insentif yang mendorong investasi dan transfer teknologi. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan perusahaan swasta juga terus diperkuat untuk memastikan keberlanjutan pengembangan industri ini.
Lihat Juga :
tulis komentar anda