Kebiasaan Baru Tak Efektif Dorong Daya Beli
Kamis, 10 September 2020 - 10:15 WIB
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, saat ini akses informasi sangat mudah sehingga orang semakin paham tingkat penyebaran Covid-19 dan kasus kematiannya juga masih tinggi. Covid-19 saat ini masih menjadi ancaman sehingga persepsi masyarakat kondisi masih belum aman dan menghambat aktivitas ekonomi. Bahkan data BI menunjukkan keyakinan konsumen dalam enam bulan negatif.
"Meskipun ada pergerakan di bulan Agustus, tapi umumnya indeks keyakinan menunjukkan arah pesimis," ujar Tauhid di Jakarta.
Dia menilai, relasi kasus Covid-19 yang relatif tinggi membuat ketidaknyamanan di kelompok ekonomi menengah atas. Dampak langsungnya adalah nafsu belanja atau permintaan menjadi rendah. Walaupun pemerintah sudah berusaha keras memberi stimulus, tapi hanya habis tidak bersisa karena nilai bantuan yang kecil. Menurutnya, untuk menggerakkan permintaan masyarakat berarti butuh prasyarat minimal sekitar 55-60% kebutuhan pokok sudah terpenuhi.
"Sementara dari bantuan pemerintah hanya mampu menutupi 30% saja. Ini karena cakupan penerimanya yang disasar melebar sementara kemampuan pemerintah terbatas," katanya. (Baca juga: Jokowi Minta Semua Pihak Merancang Ulang Pembinaan Atlet)
Menurut dia, kejadian sama juga berlaku untuk sektor UMKM yang diberikan bantuan insentif. Ternyata hanya cukup mengurangi bebannya, namun tidak cukup menjadi stimulus modal kerja atau investasi. Ujungnya hanya jadi konsumsi juga.
Sementara pada saat yang sama permintaan pasar belum bergerak. "Dari sisi kredit perbankan juga masih minim tumbuhnya. Karena bank hanya sekadar mengikuti pergerakan ekonomi saja," katanya.
Dia menilai dalam penanganan Covid-19 oleh pemerintah juga belum terkesan serius meskipun arahnya sudah benar. Namun, masalah utama adalah pada praktiknya yang tidak kuat di lapangan. Buktinya pada penyerapan anggaran masih rendah, skala tes Covid-19 juga terbatas untuk 8.000 orang, dan juga aktivitas tracing.
Secara jumlah kapasitas rumah sakit yang terus mengecil, kata Tauhid, juga semakin berbahaya. Karena perawatan di rumah sakit sangat dibutuhkan, bukan sekadar isolasi mandiri. Pada akhirnya, penyebaran dari kluster keluarga semakin berbahaya karena pasien yang harusnya dirawat di rumah sakit terpaksa menjalani perawatan rumah. (Lihat videonya: Limbah Medis Rumah Sakit Mencemari Sungai Cisadane)
"Pemerintah harus melakukan sesuatu yang radikal dalam bidang kesehatan. Karena masyarakat saat ini tidak percaya pada keseriusan pemerintah," ujarnya. (Fadel Prayoga/Hafid Fuad/Rakhmat Baihaqi)
"Meskipun ada pergerakan di bulan Agustus, tapi umumnya indeks keyakinan menunjukkan arah pesimis," ujar Tauhid di Jakarta.
Dia menilai, relasi kasus Covid-19 yang relatif tinggi membuat ketidaknyamanan di kelompok ekonomi menengah atas. Dampak langsungnya adalah nafsu belanja atau permintaan menjadi rendah. Walaupun pemerintah sudah berusaha keras memberi stimulus, tapi hanya habis tidak bersisa karena nilai bantuan yang kecil. Menurutnya, untuk menggerakkan permintaan masyarakat berarti butuh prasyarat minimal sekitar 55-60% kebutuhan pokok sudah terpenuhi.
"Sementara dari bantuan pemerintah hanya mampu menutupi 30% saja. Ini karena cakupan penerimanya yang disasar melebar sementara kemampuan pemerintah terbatas," katanya. (Baca juga: Jokowi Minta Semua Pihak Merancang Ulang Pembinaan Atlet)
Menurut dia, kejadian sama juga berlaku untuk sektor UMKM yang diberikan bantuan insentif. Ternyata hanya cukup mengurangi bebannya, namun tidak cukup menjadi stimulus modal kerja atau investasi. Ujungnya hanya jadi konsumsi juga.
Sementara pada saat yang sama permintaan pasar belum bergerak. "Dari sisi kredit perbankan juga masih minim tumbuhnya. Karena bank hanya sekadar mengikuti pergerakan ekonomi saja," katanya.
Dia menilai dalam penanganan Covid-19 oleh pemerintah juga belum terkesan serius meskipun arahnya sudah benar. Namun, masalah utama adalah pada praktiknya yang tidak kuat di lapangan. Buktinya pada penyerapan anggaran masih rendah, skala tes Covid-19 juga terbatas untuk 8.000 orang, dan juga aktivitas tracing.
Secara jumlah kapasitas rumah sakit yang terus mengecil, kata Tauhid, juga semakin berbahaya. Karena perawatan di rumah sakit sangat dibutuhkan, bukan sekadar isolasi mandiri. Pada akhirnya, penyebaran dari kluster keluarga semakin berbahaya karena pasien yang harusnya dirawat di rumah sakit terpaksa menjalani perawatan rumah. (Lihat videonya: Limbah Medis Rumah Sakit Mencemari Sungai Cisadane)
"Pemerintah harus melakukan sesuatu yang radikal dalam bidang kesehatan. Karena masyarakat saat ini tidak percaya pada keseriusan pemerintah," ujarnya. (Fadel Prayoga/Hafid Fuad/Rakhmat Baihaqi)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda