RUU Ciptaker Dinilai Mengancam Keberlanjutan Hutan, Raksasa Sawit Diam-diam Dukung
Jum'at, 18 September 2020 - 13:56 WIB
Terlepas dari reputasi dan ekonomi yang dipertaruhkan, perusahaan minyak sawit raksasa seperti Wilmar, Golden Agri, Musim Mas, Bunge, Sime Darby dan Louis Dreyfus dianggap gagal dalam menyuarakan keprihatinan mereka tentang RUU Cipta Kerja. Sementara itu, perusahaan produsen barang konsumen seperti Unilever dan Nestlé, yang telah berkomitmen pada kebijakan NDPE, juga tak bersuara mengenai pembahasan RUU tersebut.
Namun, tak semua perusahaan minyak sawit raksasa memilih diam dalam persoalan RUU tersebut. PT Astra Agro Lestari Tbk, yang merupakan anak perusahaan konglomerat asal Inggris Jardine Matheson, telah menyatakan dukungannya terhadap RUU Cipta Kerja.
Astra Agro Lestari adalah produsen minyak sawit terbesar kedua di Indonesia dan, melalui Wakil Presiden Direktur Joko Supriyono yang juga menjabat sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), memiliki pengaruh yang sangat besar baik di sektor minyak sawit maupun pemerintah Indonesia.
Meskipun Astra telah menerapkan kebijakan Nol Deforestasi pada tahun 2015, pada Februari 2020, Supriyono menyatakan dirinya mendukung penuh RUU Cipta Kerja sebagai "solusi atas rumitnya perizinan di sektor kelapa sawit.”
Supriyono menambahkan, “GAPKI harus menjadi bagian dari lahirnya Omnibus Law (RUU Cipta Kerja) dengan turut aktif berkontribusi di dalamnya. Ini tak lain demi kepentingan sektor sawit nasional.”
Dengan menyatakan dukungannya tersebut, GAPKI, Supriyono dan Astra Agro Lestari telah mengabaikan dampak yang disebabkan oleh RUU Cipta Kerja terhadap kawasan hutan di Indonesia.
Sektor kelapa sawit harus segera menyadarkan pemerintah Indonesia akan bahaya yang ditimbulkan oleh RUU Cipta Kerja, terutama karena kajian dari pihak pemerintah sendiri mengenai substansi dan implikasi RUU tersebut dinilai belum memadai.
Pada bulan Juli lalu, sebuah koalisi yang terdiri dari sejumlah kelompok lingkungan serta masyarakat sipil di Indonesia mengangkat kegagalan tersebut dalam surat publik yang ditujukan kepada pemodal domestik dan internasional.
Dalam surat tersebut, mereka memperingatkan bahwa pengesahan RUU tersebut akan menyebabkan “hukum dan peraturan Indonesia yang berlaku tidak lagi mematuhi regulasi pengamanan lingkungan dan sosial yang diakui secara global."
Sektor minyak sawit memiliki peluang besar untuk mencegah dampak ekonomi dan lingkungan jangka panjang yang ditimbulkan oleh RUU tersebut dengan mengambil langkah-langkah berikut:
Namun, tak semua perusahaan minyak sawit raksasa memilih diam dalam persoalan RUU tersebut. PT Astra Agro Lestari Tbk, yang merupakan anak perusahaan konglomerat asal Inggris Jardine Matheson, telah menyatakan dukungannya terhadap RUU Cipta Kerja.
Astra Agro Lestari adalah produsen minyak sawit terbesar kedua di Indonesia dan, melalui Wakil Presiden Direktur Joko Supriyono yang juga menjabat sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), memiliki pengaruh yang sangat besar baik di sektor minyak sawit maupun pemerintah Indonesia.
Meskipun Astra telah menerapkan kebijakan Nol Deforestasi pada tahun 2015, pada Februari 2020, Supriyono menyatakan dirinya mendukung penuh RUU Cipta Kerja sebagai "solusi atas rumitnya perizinan di sektor kelapa sawit.”
Supriyono menambahkan, “GAPKI harus menjadi bagian dari lahirnya Omnibus Law (RUU Cipta Kerja) dengan turut aktif berkontribusi di dalamnya. Ini tak lain demi kepentingan sektor sawit nasional.”
Dengan menyatakan dukungannya tersebut, GAPKI, Supriyono dan Astra Agro Lestari telah mengabaikan dampak yang disebabkan oleh RUU Cipta Kerja terhadap kawasan hutan di Indonesia.
Sektor kelapa sawit harus segera menyadarkan pemerintah Indonesia akan bahaya yang ditimbulkan oleh RUU Cipta Kerja, terutama karena kajian dari pihak pemerintah sendiri mengenai substansi dan implikasi RUU tersebut dinilai belum memadai.
Pada bulan Juli lalu, sebuah koalisi yang terdiri dari sejumlah kelompok lingkungan serta masyarakat sipil di Indonesia mengangkat kegagalan tersebut dalam surat publik yang ditujukan kepada pemodal domestik dan internasional.
Dalam surat tersebut, mereka memperingatkan bahwa pengesahan RUU tersebut akan menyebabkan “hukum dan peraturan Indonesia yang berlaku tidak lagi mematuhi regulasi pengamanan lingkungan dan sosial yang diakui secara global."
Sektor minyak sawit memiliki peluang besar untuk mencegah dampak ekonomi dan lingkungan jangka panjang yang ditimbulkan oleh RUU tersebut dengan mengambil langkah-langkah berikut:
Lihat Juga :
tulis komentar anda