Perguruan Tinggi Diminta Buat Laboratorium Kewirausahaan
Senin, 05 Oktober 2020 - 21:56 WIB
JAKARTA - Perguruan tinggi memiliki peran penting untuk memotivasi dan juga membangun jiwa wirausaha sejak dini kepada mahasiswanya. Menteri Koperasi dan UKM RI , Teten Masduki, menyampaikan karenanya itu perguruan tinggi tidak hanya berkewajiban menyediakan tenaga terdidik dan terampil untuk dunia usaha, tetapi juga menghasilkan para pengusaha muda.
“Dengan cara menjadikan entrepreneurship sebagai program studi kewirausahaan, juga mendirikan laboratorium atau inkubator kewirausahaan,” kata Teten dalam acara webinar dengan tema ‘Peran Perguruan Tinggi Membangun Jiwa Wirausaha’ yang diselenggarakan oleh Universitas Ma'soem di Jakarta, Senin (5/10/2020).
Teten mengatakan, rasio kewirausahaan Indonesia baru sekitar 3,47% (data KemenKopUKM, 2018). Rasio kewirausahaan Indonesia tersebut dinilai sangat rendah bila dibandingkan dengan sesama negara ASEAN, seperti Singapura yang mencapai 8,76%, Thailand mencapai 4,26% serta Malaysia hingga 4,74%.
“Di sisi lain, mayoritas orang Indonesia masih cenderung berpihak pada financial security atau hidup aman, padahal Profesor Kirzner menyampaikan, jika suatu negara ingin maju, jumlah entrepreneur-nya harus banyak. Entrepreneurship is the driving force behind economic growth,” katanya.
Pemerintah telah melakukan upaya berkelanjutan untuk mendukung peningkatan kewirausahaan melalui berbagai pelatihan kewirausahaan dan juga vokasi, terutama pelatihan yang menyentuh teknologi dan digitalisasi, kemitraan, dan juga pendampingan.
“Dengan bantuan teknologi, kami berharap mahasiswa maupun anak muda dapat memanfaatkan Informasi Teknologi (IT) untuk peningkatan usahanya, melalui akses pemasaran dan juga permodalan,” ujar Teten.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka pada Agustus 2019 berjumlah 7,05 juta orang, dengan lulusan sarjana sebesar 5,67% atau hampir 400 ribu lulusan sarjana menganggur.
Untuk mengatasi hal itu, pihak perguruan tinggi diminta perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan yang konkrit berdasarkan masukan empiris untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan yang bermakna, agar dapat mendorong semangat mahasiswa untuk berwirausaha.
“Dengan cara menjadikan entrepreneurship sebagai program studi kewirausahaan, juga mendirikan laboratorium atau inkubator kewirausahaan,” kata Teten dalam acara webinar dengan tema ‘Peran Perguruan Tinggi Membangun Jiwa Wirausaha’ yang diselenggarakan oleh Universitas Ma'soem di Jakarta, Senin (5/10/2020).
Teten mengatakan, rasio kewirausahaan Indonesia baru sekitar 3,47% (data KemenKopUKM, 2018). Rasio kewirausahaan Indonesia tersebut dinilai sangat rendah bila dibandingkan dengan sesama negara ASEAN, seperti Singapura yang mencapai 8,76%, Thailand mencapai 4,26% serta Malaysia hingga 4,74%.
“Di sisi lain, mayoritas orang Indonesia masih cenderung berpihak pada financial security atau hidup aman, padahal Profesor Kirzner menyampaikan, jika suatu negara ingin maju, jumlah entrepreneur-nya harus banyak. Entrepreneurship is the driving force behind economic growth,” katanya.
Pemerintah telah melakukan upaya berkelanjutan untuk mendukung peningkatan kewirausahaan melalui berbagai pelatihan kewirausahaan dan juga vokasi, terutama pelatihan yang menyentuh teknologi dan digitalisasi, kemitraan, dan juga pendampingan.
“Dengan bantuan teknologi, kami berharap mahasiswa maupun anak muda dapat memanfaatkan Informasi Teknologi (IT) untuk peningkatan usahanya, melalui akses pemasaran dan juga permodalan,” ujar Teten.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka pada Agustus 2019 berjumlah 7,05 juta orang, dengan lulusan sarjana sebesar 5,67% atau hampir 400 ribu lulusan sarjana menganggur.
Untuk mengatasi hal itu, pihak perguruan tinggi diminta perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan yang konkrit berdasarkan masukan empiris untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan yang bermakna, agar dapat mendorong semangat mahasiswa untuk berwirausaha.
tulis komentar anda