Bertahan di Masa Pandemi, Relaksasi Kredit Dibutuhkan Dunia Usaha

Selasa, 27 Oktober 2020 - 09:01 WIB
Relaksasi restrukturisasi kredit yang diperpanjang oleh OJK dinilai sangat membantu dunia usaha. Foto/dok
JAKARTA - Relaksasi restrukturisasi kredit yang diperpanjang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai sangat membantu dunia usaha untuk bisa bertahan pada masa pandemi. Kebijakan ini juga dinilai dapat memitigasi risiko kenaikan rasio kredit macet baik di perbankan maupun perusahaan pembiayaan.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai keputusan OJK memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit sangat tepat. Hal ini didasari oleh kondisi makroekonomi Indonesia yang hingga saat ini masih belum cukup kuat meskipun menunjukkan tren perbaikan sejak kuartal II/2020. “Meskipun menunjukkan tren perbaikan, kondisi sisi permintaan dari perekonomian masih menunjukkan yang belum kuat terindikasi dari rendahnya inflasi dan penurunan impor serta lemahnya permintaan kredit perbankan,” katanya saat dihubungi di Jakarta kemarin. (Baca: Bolehkah Seorang Istri Menunda Kehamilan)

Seperti diketahui OJK memutuskan memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 yang tertuang dalam POJK No 11/POJK 03/2020 selama setahun. Hal ini setelah memperhatikan assessment terakhir OJK terkait debitur restrukturisasi sejak diputuskan rencana memperpanjang relaksasi ini pada saat Rapat Dewan Komisioner OJK. Relaksasi yang sebelumnya bakal berakhir Maret 2021 tersebut masih akan berlaku hingga Maret 2022.

Josua melanjutkan, perpanjangan relaksasi juga dibutuhkan mengingat fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah akibat pertumbuhan kredit yang terbatas. Hal ini disebabkan permintaan domestik yang belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi Covid-19. Pertumbuhan kredit pada September 2020 kembali menurun dari 1,04%yoy pada Agustus 2020 menjadi 0,12%yoy.



Sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) naik dari 11,64%yoy pada Agustus 2020 menjadi 12,88%yoy didorong ekspansi keuangan pemerintah. Di tengah tren perlambatan kredit perbankan, rasio NPL per September tercatat di level 3,15%.

“Oleh sebab itu, dikaitkan dengan keputusan OJK untuk memperpanjang periode relaksasi restrukturisasi, maka dapat memitigasi risiko kenaikan rasio NPL secara khusus setelah Maret 2021,” jelas Josua.

Menurut dia, dengan pengelolaan risiko kredit yakni upaya untuk menekan rasio NPL tetap rendah, maka akan dapat menekan peningkatan ATMR. Sehingga, kondisi permodalan perbankan yang terindikasi melalui CAR diperkirakan akan tetap terjaga di level yang tinggi di mana CAR perbankan per Agustus tercatat di level 23,39%.

Menurut dia, dengan perpanjangan relaksasi restrukturisasi yang didukung oleh tren penurunan suku bunga perbankan mengikuti penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) serta kebijakan quantitative easing yang mendukung ketersediaan likuiditas di sektor perbankan, maka kondisi stabilitas sistem perbankan diperkirakan akan tetap kuat serta mendukung peningkatan fungsi intermediasi perbankan. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet Tersendat, Perhimpunan Guru: Kemendikbud Tak Serius)

Ke depannya, lanjut dia, fungsi intermediasi perbankan diperkirakan akan semakin membaik sejalan prospek perbaikan kinerja korporasi dan pemulihan ekonomi domestik serta konsistensi sinergi kebijakan baik dari fiskal, moneter, dan kebijakan sektor keuangan lainnya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More