Jadi Beban Petani hingga Industri, PKB Tolak Kenaikan Cukai Rokok
Selasa, 27 Oktober 2020 - 12:34 WIB
Jamak diketahui, FCTC merupakan agenda asing untuk mengontrol Indonesia, karena dengan melemahkan IHT dan turunannya, maka penerimaan pajak akan ikut menurun. "Kalau pajak terus dinaikkan, maka industri akan mati, kalau industri mati maka petani juga ikut mati," tegas Luluk.
Legislator PKB itu mengungkapkan, apabila rokok itu harus dilarang, bukan berarti tembakau sebagai komoditas perkebunan harus diberangus, karena komoditas tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku lain. "Contohya, ditengah pandemi ini, vaksin dari beberapa negara seperti Tiongkok dan Inggris ternyata kandungan terbesarnya berasal dari tembakau," paparnya.
Luluk mengingatkan bahwa tembakau adalah tanaman khusus yang memerlukan suhu, tanah dan bentuk perawatan lain yang khas. "Jadi sangat aneh kalau pemerintah terus menaikkan pajak serta cukai yang berdampak mematikan para petani," ujarnya.
Mengenai simplifikasi, Luluk menolak rencana Menteri Keuangan yang akan melakukan simplifikasi cukai di tahun depan tersebut. "Sebab jika dilakukan, maka akan berdampak buruk kepada industri rokok dan kesejahteraan petani tembakau," jelasnya.
Menurutnya, kebijakan penyederhanaan tarif cukai juga hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar. Padahal kewajiban pemerintah melindungi semua industri rokok baik skala menengah, kecil, termasuk para petani tembakau.
Berdasarkan hasil kajiannya, kebijakan penerapan simplifikasi dan kenaikan cukai rokok akan berdampak pada beberapa hal. Pertama, pabrikan kecil tidak akan mampu bertahan apabila berhadapan dengan pabrikan besar secara langsung atau head to head. "Dampak serius lainnya adalah pabrikan kretek yang merupakan produk yang sangat besar dan khas dari Indonesia, warisan nusantara, yang tinggal satu-satunya, tidak akan mampu untuk bertahan," kata dia.
Apabila PMK 77/2020 ini jadi diterapkan, sambungnya, serapan bahan baku yang dihasilkan para petani tembakau berkurang hingga 30 persen. Di samping itu, harga jual tembakau dari petani juga akan turun. Hal ini akan berpengaruh langsung terhadap tingkat kesejahteraan petani tembakau.
"PMK 77/2020 ini akan menggerus dan bahkan membuat pabrikan rokok menengah kecil ini berguguran. Jutaan tenaga kerja atau buruh industri rokok khususnya dari kalangan wanita akan kehilangan mata pencaharian. Jadi hal ini nanti akan menciptakan cycle atau lingkaran penderitaan yang berlapis-lapis," ungkap Luluk.
Ia menyebutkan, cukai rokok sebenarnya sudah dinaikan sebanyak 23 persen pada akhir 2019 dan diberlakukan pada 2020. Apabila tahun depan dinaikkan kembali, akan sangat memberatkan pelaku pabrikan menengah kecil serta petani tembakau lokal di saat semua pelaku ekonomi sedang berjuang menghadapi resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Legislator PKB itu mengungkapkan, apabila rokok itu harus dilarang, bukan berarti tembakau sebagai komoditas perkebunan harus diberangus, karena komoditas tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku lain. "Contohya, ditengah pandemi ini, vaksin dari beberapa negara seperti Tiongkok dan Inggris ternyata kandungan terbesarnya berasal dari tembakau," paparnya.
Luluk mengingatkan bahwa tembakau adalah tanaman khusus yang memerlukan suhu, tanah dan bentuk perawatan lain yang khas. "Jadi sangat aneh kalau pemerintah terus menaikkan pajak serta cukai yang berdampak mematikan para petani," ujarnya.
Mengenai simplifikasi, Luluk menolak rencana Menteri Keuangan yang akan melakukan simplifikasi cukai di tahun depan tersebut. "Sebab jika dilakukan, maka akan berdampak buruk kepada industri rokok dan kesejahteraan petani tembakau," jelasnya.
Menurutnya, kebijakan penyederhanaan tarif cukai juga hanya akan menguntungkan satu perusahaan rokok besar. Padahal kewajiban pemerintah melindungi semua industri rokok baik skala menengah, kecil, termasuk para petani tembakau.
Berdasarkan hasil kajiannya, kebijakan penerapan simplifikasi dan kenaikan cukai rokok akan berdampak pada beberapa hal. Pertama, pabrikan kecil tidak akan mampu bertahan apabila berhadapan dengan pabrikan besar secara langsung atau head to head. "Dampak serius lainnya adalah pabrikan kretek yang merupakan produk yang sangat besar dan khas dari Indonesia, warisan nusantara, yang tinggal satu-satunya, tidak akan mampu untuk bertahan," kata dia.
Apabila PMK 77/2020 ini jadi diterapkan, sambungnya, serapan bahan baku yang dihasilkan para petani tembakau berkurang hingga 30 persen. Di samping itu, harga jual tembakau dari petani juga akan turun. Hal ini akan berpengaruh langsung terhadap tingkat kesejahteraan petani tembakau.
"PMK 77/2020 ini akan menggerus dan bahkan membuat pabrikan rokok menengah kecil ini berguguran. Jutaan tenaga kerja atau buruh industri rokok khususnya dari kalangan wanita akan kehilangan mata pencaharian. Jadi hal ini nanti akan menciptakan cycle atau lingkaran penderitaan yang berlapis-lapis," ungkap Luluk.
Ia menyebutkan, cukai rokok sebenarnya sudah dinaikan sebanyak 23 persen pada akhir 2019 dan diberlakukan pada 2020. Apabila tahun depan dinaikkan kembali, akan sangat memberatkan pelaku pabrikan menengah kecil serta petani tembakau lokal di saat semua pelaku ekonomi sedang berjuang menghadapi resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Lihat Juga :
tulis komentar anda