DPR Minta Pemerintah Lebih Efektif Mengelola Utang
Sabtu, 09 Mei 2020 - 16:06 WIB
JAKARTA - Data dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyebut kinerja pengelolaan utang negara oleh pemerintah dari tahun 2018 hingga kuartal III/2019 belum maksimal. Ini bisa beresiko mengganggu stabilitas fiskal di masa mendatang.
Oleh karena itu Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin meminta pemerintah untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan utang dan memperhatikan stabilitas rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal tersebut demi menjaga kredibilitas APBN saat menghadapi tekanan perekonomian akibat Covid-19.
Dengan diterbitkannya Perpres No. 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran (TA) 2020, pemerintah mencatat kenaikan pembiayaan utang menjadi Rp1.006,4 triliun dari perencanaan semula sebesar Rp351,8 triliun. Kenaikan tersebut seiring meningkatnya outlook defisit anggaran yang mencapai 5,07% untuk program stimulus dari pemerintah.
Menurut dia, penambahan utang dan peningkatan proyeksi rasio utang terhadap PDB tahun ini cukup logis karena harus menangani pandemi. "Namun, bukan berarti pengelolaan utang sudah optimal. Selalu ada cara untuk lebih efektif. Seperti menerapkan aturan manajemen risiko keuangan negara dan penerapan analisis keberlanjutan fiskal termasuk analisis keberlanjutan utang pemerintah secara komprehensif,” ujarnya, Sabtu (9/5/2020).
Hingga akhir Maret 2020, akumulasi posisi utang pemerintah mencapai Rp5.192,56 triliun atau naik sebesar Rp244,38 triliun atas posisi utang pada Februari 2020.
Sementara rasio total utang pemerintah terhadap PDB mencapai 32,12%. Rasio tersebut diproyeksikan melonjak hingga 36% akibat potensi peningkatan beban utang seiring dengan prediksi dinamisnya outlook defisit anggaran sepanjang 2020.
Walaupun lonjakan rasio tersebut masih di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara, yaitu maksimal 60% terhadap PDB, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan rasio total utang terhadap PDB tahun 2019 sebesar 29,8% dan 10 tahun terakhir yang tidak melebihi 30%.
“Dalam kondisi normal saja, optimalisasi pengelolaan utang diperlukan. Sedangkan saat ini berbagai asumsi dasar makro dan pasar mengalami tekanan luar biasa. Justru, ini saatnya pengelolaan utang yang baik perlu ditingkatkan. Perbaikan produktivitas penggunaan utang penting untuk menghindari kehilangan peluang,” ujar Puteri.
Dia juga menilai pengelolaan utang yang efektif bisa mendukung sentimen positif penguatan Rupiah. Bank Indonesia memprediksi penguatan nilai tukar rupiah pada semester kedua tahun ini.
"Optimisme ini jangan membuat kita berpangku tangan. Justru, sentimen positif stabilitas nilai tukar rupiah perlu didukung dengan pengelolaan APBN yang produktif untuk mendanai program-program prioritas pemerintah selama masa pandemi. Juga harus didukung kinerja Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS dalam merumuskan operasi fiskal dan moneter,” tukasnya.
Sebagai catatan, kurs rupiah Jumat akhir pekan lalu (8/5) dibuka pada Rp15.025 per dolar AS. Bank Indonesia (BI) memprediksi penguatan nilai tukar rupiah tahun 2020 berada pada kisaran Rp15.100–15.500 per dolar AS. Outlook penguatan stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan menguat ke arah Rp15.000 per dolar AS mulai kuartal III dan IV tahun 2020.
Lihat Juga: Prabowo Ajukan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Pengamat: Bukti Serius Lawan Korupsi
Oleh karena itu Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin meminta pemerintah untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan utang dan memperhatikan stabilitas rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal tersebut demi menjaga kredibilitas APBN saat menghadapi tekanan perekonomian akibat Covid-19.
Dengan diterbitkannya Perpres No. 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran (TA) 2020, pemerintah mencatat kenaikan pembiayaan utang menjadi Rp1.006,4 triliun dari perencanaan semula sebesar Rp351,8 triliun. Kenaikan tersebut seiring meningkatnya outlook defisit anggaran yang mencapai 5,07% untuk program stimulus dari pemerintah.
Menurut dia, penambahan utang dan peningkatan proyeksi rasio utang terhadap PDB tahun ini cukup logis karena harus menangani pandemi. "Namun, bukan berarti pengelolaan utang sudah optimal. Selalu ada cara untuk lebih efektif. Seperti menerapkan aturan manajemen risiko keuangan negara dan penerapan analisis keberlanjutan fiskal termasuk analisis keberlanjutan utang pemerintah secara komprehensif,” ujarnya, Sabtu (9/5/2020).
Hingga akhir Maret 2020, akumulasi posisi utang pemerintah mencapai Rp5.192,56 triliun atau naik sebesar Rp244,38 triliun atas posisi utang pada Februari 2020.
Sementara rasio total utang pemerintah terhadap PDB mencapai 32,12%. Rasio tersebut diproyeksikan melonjak hingga 36% akibat potensi peningkatan beban utang seiring dengan prediksi dinamisnya outlook defisit anggaran sepanjang 2020.
Walaupun lonjakan rasio tersebut masih di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara, yaitu maksimal 60% terhadap PDB, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan rasio total utang terhadap PDB tahun 2019 sebesar 29,8% dan 10 tahun terakhir yang tidak melebihi 30%.
“Dalam kondisi normal saja, optimalisasi pengelolaan utang diperlukan. Sedangkan saat ini berbagai asumsi dasar makro dan pasar mengalami tekanan luar biasa. Justru, ini saatnya pengelolaan utang yang baik perlu ditingkatkan. Perbaikan produktivitas penggunaan utang penting untuk menghindari kehilangan peluang,” ujar Puteri.
Dia juga menilai pengelolaan utang yang efektif bisa mendukung sentimen positif penguatan Rupiah. Bank Indonesia memprediksi penguatan nilai tukar rupiah pada semester kedua tahun ini.
"Optimisme ini jangan membuat kita berpangku tangan. Justru, sentimen positif stabilitas nilai tukar rupiah perlu didukung dengan pengelolaan APBN yang produktif untuk mendanai program-program prioritas pemerintah selama masa pandemi. Juga harus didukung kinerja Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS dalam merumuskan operasi fiskal dan moneter,” tukasnya.
Sebagai catatan, kurs rupiah Jumat akhir pekan lalu (8/5) dibuka pada Rp15.025 per dolar AS. Bank Indonesia (BI) memprediksi penguatan nilai tukar rupiah tahun 2020 berada pada kisaran Rp15.100–15.500 per dolar AS. Outlook penguatan stabilitas nilai tukar rupiah diperkirakan menguat ke arah Rp15.000 per dolar AS mulai kuartal III dan IV tahun 2020.
Lihat Juga: Prabowo Ajukan RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas, Pengamat: Bukti Serius Lawan Korupsi
(ind)
tulis komentar anda